Share

Bab 6. Hari Pertama Bekerja

Rere membuka surat tersebut dan membacanya. Isi surat tersebut tidaklah banyak, tetapi cukup mampu membuat air matanya tidak mau berhenti.

[Rere sayang,

Ini adalah hadiah untuk pernikahanmu. Maaf, Ibu tidak memiliki harta untuk bisa diberikan.

Satu yang pasti, Ibu akan selalu mendoakan untuk kesuksesanmu, dan agar pernikahanmu dengan Nak Freza dilimpahi kebahagiaan.

Ibu tidak khawatir menyerahkanmu kepada Nak Freza, karena dia begitu baik, terhadapmu dan juga Ibu.

Ibu berharap, kamu mau menggunakan hadiah dari Ibu ini. Untuk menjaga dirimu, saat mungkin Ibu sudah tidak bisa mendampingimu lagi suatu saat nanti.

Ibu sayang Rere selalu.]

Dia letakkan surat itu kembali ke dalam kotak, dan mengambil selembar hijab berwarna pelangi dari dalamnya. Warna hijab itu begitu indah. Pelangi yang akan selalu menghiasi hidup Rere, meskipun ibunya sudah tidak lagi di sisinya. Rere memeluk hijab itu sambil berucap terima kasih yang begitu dalam. Meskipun ibunya tidak di sini, dia yakin bahwa sang ibu mampu mendengarnya dari atas sana.

Menyadari dirinya sudah cukup lama di dalam kamar, dia akhirnya keluar untuk menemui kerabatnya yang lain. Serta tidak ingin membuat mereka khawatir, termasuk suaminya. Saat tubuhnya sudah berada di luar kamar, semua pasang mata di ruangan memandang dirinya.

Freza mendekatinya dan memeluk tubuh kecil istrinya itu untuk memberi sedikit dukungan. Sebuah ucapan meluncur dari mulutnya, “Kamu cantik, Re. Aku suka kamu seperti ini.”

Rere mengenakan sebuah gamis panjang milik ibunya, dipadankan dengan hijab pelangi hadiah dari sang ibu. Wanita itu terlihat begitu anggun dan cantik.

Rere tidak lagi menangis. Setelah melepaskan diri dari pelukan, dia menghampiri keluarganya yang lain. Tidak ada acara khusus di rumah itu. Para tamu yang datang pun sudah tidak banyak. Banyak yang sudah pulang saat tadi dia di kamar.

Hari berlalu cepat. Tidak terasa sudah tiga hari sejak kepergian ibunya. Rere sudah akan memulai pekerjaannya sebagai pembantu besok. Begitu pula Freza, dia harus berangkat ke tempat kerjanya keesokan hari, setelah meminta izin karena ada orang tua yang meninggal. Beberapa kerabat Rere pun sudah berpamitan untuk kembali ke daerah mereka masing-masing.

Rumah serta bangunan kos-kosan akan dititipkan kepada salah satu tetangga dekat yang selama ini membantu Ibu mengurusi rumah. Banyak kenangan di rumah kecil itu yang kini harus ditinggalkan Rere. Kenangan yang kini hanya akan disimpan di memori ingatannya. Manusia berubah, waktu berubah, tetapi satu yang tidak berubah, yaitu masa lalu dan kenangan-kenangan yang membersamainya.

***

Rere dan Freza berpisah di rumah Rere. Keduanya memesan jasa ojek online untuk mengantara ke tempat tujuan. Freza berangkat menuju bandara, sedangkan Rere menuju rumah majikannya.

Dengan duduk di belakang pengendara ojek, Rere mengitari sebuah perumahan mewah untuk mencari alamat majikannya yang pertama. Dia akan bekerja sebagai pembantu hingga dua bulan ke depan. Setidaknya itu yang dikatakan agensi tempatnya bernaung. Karena dia masih baru, jadi dia hanya akan menjadi pembantu pengganti hingga pembantu yang senior bisa didatangkan.

“Mbak, saya menepi sebentar, ya? Mau lihat aplikasi lagi.” Pengemudi ojek menepikan motornya ke dekat trotoar perumahan.

“Iya, Pak,” jawab Rere.

Setelah beberapa saat, pengendara ojek mengembalikan ponselnya ke dalam saku jaketnya.

“Sudah ketemu tempatnya, Pak?” tanya Rere kemudian.

“Sudah, Mbak. Sudah nggak jauh dari sini.” Sang pengemudi melajukan kembali motornya.

Hanya melewati beberapa rumah besar, akhirnya mereka sampai di alamat sesuai aplikasi. Rere turun dan membayar. Dia berbalik menatap sebuah rumah megah yang berdiri kokoh di hadapannya. Rumah itu bergaya tropis, minimalis, dengan warna yang dominan putih, abu-abu dan hitam. Tidak terlalu sulit sebenarnya mencari rumah ini, jika sudah pernah ke sini sebelumnya. Bangunan itu berdiri di pinggir jalan besar, tidak perlu masuk ke cluster-cluster yang lebih kecil.

Hanya perlu sekali menekan bel, sebuah suara dari sebuah kotak pengeras suara kecil menanyakan identitasnya.

“Saya Rere, pembantu pengganti sementara di sini. Pihak agensi yang mengirim saya, Bu.”

Tidak lama dari penjelasan Rere, pagar tinggi hitam terbuka dengan sendirinya, tanpa ada siapa pun yang keluar menunjukkan batang hidungnya. Dengan mantap, tetapi juga nervous, langkahnya melewati pintu gerbang dan terus menuju sebuah tangga yang langsung menuju bagian teras rumah.

Belum sempat dia mengetuk pintunya, seorang wanita berusia sekitar 38 tahun membuka pintu untuk menyambutnya. Tidak ada senyum hangat. Pakaiannya begitu rapi seperti akan berangkat bekerja.

“Mbak Rere, ya? Silakan masuk. Saya akan tunjukan kamarnya.” Wanita itu segera mendahului memasuki bagian dalam rumah, disusul oleh Rere di belakangnya.

Sampai di depan sebuah pintu, wanita itu membukanya dan berbicara lagi kepada Rere, “Ini kamarnya, Mbak. Nama saya Gina. Saya sudah harus berangkat kerja sekarang. Nanti tolong urus keperluan Fika untuk berangkat sekolah, nanti ada jemputan sekolahnya jam tujuh seperempat.”

“Baik, Bu. Maaf sebelumnya, pekerjaan saya apa saja, ya, Bu?”

Mendengar pertanyaan Rere, alis mata Gina terangkat ke atas seakan tidak percaya dengan yang didengarnya.

“Kamu ini belum dikasih tahu apa-apa sama agensimu? Namanya asisten rumah tangga ya bere-beres rumah. Apa lagi? Cuma perhatikan kalau pakai peralatan, semuanya otomatis. Hati-hati.”

“Baik, Bu.” Rere tidak berani lagi berbicara, takut semakin salah. Dia akan coba mempelajari isi rumahnya. Harusnya kalau cuma bersih-bersih, sih, dia bisa. Apalagi, rumah ini hanya satu lantai.

“Saya berangkat dulu, sudah telat. Macet jalanan kalau kesiangan, dan saya ada morning meeting. Oh iya, pekerjaan Mbak hanya bagian dalam rumah, nggak usah ngurusin taman, garasi. Pokoknya dalam rumah saja. Sekalian bantuin Fika.”

“Baik, Bu,” jawab Rere lagi. Sang majikan sudah berlalu untuk segera berangkat kerja.

Saat memasuki kamar yang tidak begitu besar itu, Rere begitu takjub. Kamar yang dia dapat tidak seperti gambaran kamar pembantu yang selama ini dilihatnya di televisi, kecil dan agak kotor. Kamar di rumah majikannya begitu wangi, bersih, dan rapi. Segera dia menaruh tasnya dan berjalan ke luar, mencari majikan kecilnya.

“Mbak Fika?” panggil Rere, “Mbak Fika, di mana?” Setelah melewati beberapa ruangan, akhirnya Rere mampu menemukan majikan kecilnya yang sedang asyik bermain gadget di kursi ruang keluarga.

“Non, ayo pakai seragam. Sepuluh menit lagi jemputannya datang,” ujar Rere.

“Nggak, ah. Aku mau main game saja.”

“Lho, lho, lho. If you want to be beatiful, you have to be clever. Kalau mau cantik, ya, harus pintar,” kata Rere iseng.

Ternyata keisengannya membuahkan hasil. Perhatian Fika kini beralih kepada sang pembantu baru.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status