Fikri berjalan dengan langkah panjangnya menuju kamar Sera dengan kedua tangan yang ia masukkan kedalam kantung celana. Lelaki berusia lebih dari setengah abad itu langsung menemui cucunya setelah bertemu dengan Arsya.
Perlahan-lahan pintu itu terbuka olehnya, bisa Fikri lihat jika Sera tengah duduk dihadapan meja riasnya. Hati Fikri seolah ditikam benda berat, ia menampar cucunya sendiri. Fikri menyesal telah menampar Sera apalagi menjelek-jelekannya, ia berjalan menuju tempat dimana Sera berada.
Fikri mengelus rambut, Sera dan membuat Sera kaget. "Kakek," ucap Sera, perempuan itu langsung berdiri agak menjauh dari posisi Fikri. Sera bingung mengapa Fikri berada di kamarnya.
Sementara, Fikri ia termenung melihat sikap Sera. Dulu cucunya itu selalu memeluk dirinya, dan sekarang dia berdiri dengan posisi yang jauh darinya.
"Sera, ngak mau peluk Opa?" tanya Fikri mencoba untuk
Hari ini adalah hari dimana Sera akan bertemu dengan Arsya. Perempuan itu tengah menyisir rambutnya dihadapan cermin besar, entah mengapa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Setelah dirasa penampilannya sudah pas, Sera keluar dari kamar dengan membawa tas slempangnya. Sera memakai pakaian dress formal, ia berjalan menuju ruang makan. Disana sudah terlinat seluruh anggota keluarganya yang sepertinya tengah menunggu kedatangan dirinya. Perempuan itu duduk tepat disebelah Citra. "Pagi semua," sapa Sera, ada sedikit nada canggung disetiap ucapannya. "Pagi," jawab, Citra, Rama, dan Fikri serempak. Citra mengambilkan, Sera makanan dan ternyata hidangannya masih sama seperti dulu. Sera pikir mulai hari ini ia akan makan nasi dan kecap, ternyata dugaannya salah besar. Dimeja makan masih tersedia beberapa jenis daging dan olahan makanan mewah lainya.
Sera berada didalam mobil, ditemani oleh 2 orang asistennya yang tak lain adalah Rudi dan Anton menuju kediaman keluarga Giory. Sera sibuk melihat kearah jalanan, ia tak dikawal bodyguard takutnya wartawan curiga dan malah mengekutinya dari belakang. Mobil yang Sera naiki tergolong kecil, tidak sebesar biasanya. Perempuan itu melihat-lihat HP, ada pesan dari nomor yang tak ia kenal. Sera membaca pesan itu, dikalimat terakhir tertera nama Arsya disana. "Paman, berhenti didepan," ucap Sera, pesan tadi berisikan jika ia harus berhenti dijalan depan dan naik menuju rooftop gedung yang ada disana. "Emang kenapa, nona?" tanya Rudi, ia mengurangi kecepatan mobilnya. "Aku akan dijemput oleh Arsya," ucap Sera. Rudi mengangguk paham lantas dirinya memberhentikan mobilnya tepat didepan gedung. Sera memakai hoodie oversize dan kaca mata hitam, ia seger
"Menikahlah denganku, atau perusahaanmu akan bangkrut detik ini juga." Degg Degg Sera terpaku ditempat, berharap ia salah dengar. Otaknya seakan tak berfungsi, hening menyelimuti mereka selama beberapa menit. Semua diam dengan posisi masing-masing, Sera dengan wajah polosnya menatap Arsya. Sedangkan Arsya, lelaki itu menatap Sera dengan pandangan yang sulit diartikan. "Jawab peryataanku Sera," ucap Arsya geram. "Ha?" tanya Sera dengan mulut terbuka. Arsya mengulangi ucapannya dengan menggunakan batin. Benar, Sera tak salah dengar lelaki itu mengajaknya menikah. Entah ucapannya benar atau hanya tipuan belaka. "What? Kita musuh dan kau mengajakku menikah?, yang benar saja?!" maki Sera setelah ia sadar apa yang diucapkan Arsya tadi. "Itu pernyataan bukan pertanyaan," tutur Arsya tersenyu
Sera mengerjapkan matanya, ia merubah posisinya yang semua tertidur miring menjadi duduk. Perempuan itu memutar-mutar kepalanya, Sial! Paha Arsya keras sekali sampai-sampai membuat kepalanya terasa pegal. Sera beralih menatap Arysa yang masih asik bergelung dialam mimpi. Tangannya terulur untuk menyentuh rahang tegas milik lelaki itu, pahatan wajahnya sangat sempurna. Bibirnya merah membutikkan kalau Arsya bukan perkok, mungkin. Alis lelaki itu juga tebal dan jika tertidur wajahnya terlihat damai tak ada raut wajah menyeramkan yang biasanya ditampilkan oleh Arsya. "Puas memandangiku?" Lelaki itu tiba-tiba membuka matanya. Sera langsung membuang muka, ia merutuki dirinya mengapa bisa ketauan seperti ini?. Percayalah ia tengah malu sekarang, Arsya memergokinya?!. Siapapun tolong kasih Sera ilmu menghilangkan diri. Arsya mengerakkan kepalanya yang terasa pegal ke kanan dan ke k
Sera berjalan keluar dari arah lift, pagi ini ia menyuruh keluarganya untuk berkumpul di ruang keluarga. Ya.. Hari ini akan Sera sampaikan kepada mereka tentang Arsya yang mengajaknya menikah. Tentunya Sera tak akan bilang jika ia menerima tawaran Arsya hanya karena ingin mengetahui masalalu penyebab 2 keluarga bermusuhan hingga 5 generasi. Bisa Sera lihat jika papa, mama dan opanya sudah duduk manis disofa. Perempuan itu duduk diantara mama dan papanya. Pagi ini ia tak ikut sarapan bersama mereka, karena dirinya mempersiapkan nyali untuk berbicara dihadapan mereka. "Sudah makan?" tanya Citra, Sera mengangguk tadi ia sempat sarapan di kamar setelah maid mengantarkan makanan untuk dirinya. "Era ... mau bicara serius sama kalian," tutur Sera, ia mencoba menormalkan detak jantungnya yang berdetak tak karuan. "Ngomong aja sayang, ngapain minta izin?!" balas Rama, pria berusia setengah
Setelah membicarakan tentang menikah kekeluarga masing-masing kini Arsya dan Sera berada diapartment milik, Sera. Tentu saja keluarga masing-masing tak ada yang tau jika mereka bertemu. Arsya sudah mematikan pelacak yang ada dijam tangannya supaya ayah dan kakeknya tak mengetahui keberadaannya. Begitu juga dengan Sera, keluarganya hanya tau jika ia berada dikantor guna melihat keadaan disana."Bagaimana yang kemarin?" Tabya Arsya, mereka duduk disofa dengan tv menyala. Tenang saja, mereka tak sendirian diapartment. Disana juga ada 1 orang asisten Arsya dan Sera yang berada diruangan berbeda. Masing-masing asisten mereka sudah mengetahui tentang rencana kedua tuannya. Tentunya Arsya dan Sera menyuruh mereka tutup mulut, untung saja mereka bisa diajak kerja sama."Ya, aku menerima ajakanmu untuk menikah. Tapi yang mendukung hanya mama saja." Balas Sera."Aku juga." Jawab Arsya, masing-masing hanya mendapa
Kini Arsya sudah sampai dikantornya lelaki itu langsung turun dan masuk menuju ruangannya. Dan benar saja, kakeknya sudah berada disana duduk disofa dengan kaki diangat satu tengah menatapnya tajam. Arsya mencoba bersikap biasa saja, lantas ia duduk disebelah Wisnu."Kakek ngapain kesini?" Tanya Arsya basa-basi, sebenarnya ia sudah mengetahui tujuan Wisnu datang kesini."Tak boleh?" Tanya Wisnu balik.Arsya menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Maafin sifat Arsya tadi kek, Arsya bener-bener ngak nyadar udah bentak kakek." Ucapnya, sengaja ia bilang seperti itu supaya Wisnu tak menanyakan kemana dirinya pergi tadi.Wisnu menatap Arsya dari atas sampai bawah tak ada raut kecurigaan diwajahnya karena Arsya memakai setelan jas lengkap, "Cucu kakek tak pernah bersikap seperti itu." Sarkasnya."Maaf kakek, Arsya mencintai Sera. Apa kakek tak mau punya menan
Cahaya matahari masuk melalui celah-celah korden, seorang lelaki terbangun karena merasakan tidurnya terusik oleh kilauan cahaya matahari. Ia melihat kearah jam yang tertempel didinding sudah menujukkan pukul 8 pagi."Kenapa bisa telat bangun sih." Gumam lelaki itu yang tak lain adalah Arsya.Dengan cepat ia bangkit dari tempat tidurnya dan bergegas kekamar mandi. 20 menit kemudian Arsya sudah rapi dengan kemeja berwarna tosca, bukan tanpa alasan ia memakai baju berwarna tosca. Warna itu kesukaan Sera, karena hari ini ia dan keluarganya akan pergi kekediaman Louwen membicarakan tentang pernikahannya."Sudah siap?" Tanya Arsya saat dirinya sudah sampai diruang tamu.Semua orang yang ada diruang tamu mengangguk, mereka sudah rapi dengan pakaian formal walapun wajah 2 orang terlihat datar yang tersenyum hanya bundanya saja. Tapi Arsya tak memperdulikan itu semua, yang terpenting pernik