‘’Jika kamu tidak salah, lalu dari mana kamu mendapatkan handphone itu, Nona?’’ Amar rupanya tidak menelan mentah-mentah omongan dari Ratri, untung saja ia masih bisa berusaha adil, dan menjadi penengah mereka. Hebatnya lagi, dalam situasi seperti ini, ia masih bisa mempertahankan kewibawaannya dengan tidak mudah terpancing dengan hasutan orang.
Zea masih terdiam membeku, sorot matanya kali ini menggambarkan rasa kagum pada hatinya. Sifat Amar yang tegas, cara bicaranya yang tertata, semakin memperlihatkan bahwa ia adalah orang yang berpendidikan.
‘’Saya mendapatkan Hp ini dari seorang pria, Pak! Dia adalah salah satu customer tetap toko ini. Kemarin handphone dia ketinggalan di sofa depan, dan aku tidak sengaja menemukannya. Selang beberapa jam,
‘’Saya yakin, pencuri yang sebenarnya adalah orang yang baru saja bekerja di sini.’’ Semua orang menatap ke arah Ratri, dan Sara. Karena dibandingkan dengan yang lain, mereka berdua adalah keluarga baru di bakery ini. ‘’Apa dia tidak mempercayai penjelasanku?’’ batin Sara dalam hatinya. Yang ia takutkan saat ini adalah kehilangan pekerjaan, sekaligus tempat tinggalnya, karena dituduh mencuri. Jika hanya dituduh oleh Ratri, ia tidak terlalu kepikiran. Yang jadi masalah adalah ketika Amar, sang pemilik toko meragukan kejujurannya.Imajinasinya bekerja dengan bebas, ia membayangkan bagaimana sesuatu yang tidak-tidak bisa menimpa dirinya. Namun ia tetap bersikap tenang, dan yakin kalau Tuhan akan berpihak kepada orang yang benar. Bahkan ia juga bersiap-siap jika nantinya harus menghadi
‘’Tidak perduli apa alasanmu, karena tidak ada pembenaran untuk suatu kejahatan,’’ Amar sangat geram dengan sikap Zea yang seolah-olah membenarkan perbuatannya itu.Dipandanginya wanita berkulit sawo matang itu, ada perasaan iba di hati Sara. Meskipun perbuatannya salah, bagaimana pun juga dia adalah orang yang pertama kali menerima kedatangan Sara. Namun dirinya tidak bisa apa-apa, membela pun percuma, karena memang Zea sudah terbukti salah. Seandainya Sara tahu kalau sebenarnya Zea juga tidak menyukainya, dan mempunyai niat buruk kepadanya, belum tentu perasaan ibanya masih ada. Bisa jadi alasan tersebut bisa mengubah perasaan Sara menjadi rasa benci. &n
‘’Bukankah Tuan memiliki karyawati bernama, Sara?’’ tanya Anton, dengan menempelkan siku kanannya pada tangan kirinya. ‘’Apa yang menarik dari gadis, itu?’’ ‘’Menurut saya, dia adalah gadis yang jujur. Sara juga bukan orang pendendam, lagipula dia lumayan pintar daripada karyawan yang lainnya,’’ jawab Anton. ‘’Kau berbicara seperti itu bukan karena kau menyukainya, kan?’’ ‘’Usia saya sudah tak lagi muda, meskipun saya seorang duda, tapi saya masih tau umur. Lagipula, bukankah saya lebih cocok menjadi seorang paman baginy
‘’Tidak masalah. Asisten saya yang akan mengajarimu langsung,’’ ucap Amar sembari melempar tugas kepada Anton.Anton melirik ke arah Amar dengan lirikan tidak biasa. Ada keheranan dalam hatinya, tidak biasanya ia memasrahkan tugas, untuk mengajari karyawannya. Karena selama ini, Amar selalu terjun langsung jika berkaitan dengan pekerjaan. Ada yang lain darinya.Sara sudah kehabisan akal, dia tidak bisa mengelak dari keinginan bosnya itu. Tidak ada stok kata lagi untuknya.‘Ya Tuhan … lindungilah saya dari monster egois ini,’ besit Sara dalam hati. Terbesit perasaan ragu dalam dirinya, apalagi jika harus menghadapi temperamen buruk bosnya itu. ‘’Ini adalah ruangan kamu. Tugas kamu selain membuat laporan penjualan, juga harus saling membantu anggotamu apabila sedang mengalami kesulitan. Yang perlu
Amar sangat tahu jelas, bahwa itu adalah menu andalan toko mereka. Andra bukanlah orang pertama yang memuji rasa kue itu. Meskipun ia seorang laki-laki, Andra memiliki selera rasa yang cukup tinggi. ‘Apa dia orangnya?’ batin Amar dalam hati. Ia sedang kepikiran soal seseorang yang telah memberi Sara sebuah handphone. Sungguh konyol baginya jika harus bertanya tentang urusan pribadi orang lain. Bisa-bisa ia akan diledek kepo oleh asistennya sendiri, yang sedari tadi mendengar pembicaraan mereka. Lagipula, masalahnya pun sudah selesai. ‘’Wah. Amazing! Saya sungguh merasa tersanjung, karena anda tidak hanya partner kerja saya, melainkan juga pelanggan setia di toko roti saya,’’ timpal Amar sembari mengungkapkan rasa senangnya itu. Mereka berdua benar-benar terlihat sangat cocok. &nb
‘’Tidak baik masih berlama-lama di tempat ini ketika makanannya sudah habis,’’ bisik Anton mendekat ke telinga Amar. Ia hanya berniat mengingatkan bosnya itu kalau malam semakin gelap. Restaurant yang mereka tempati juga mau segera tutup.Amar melihat denting arlojinya, memang benar, waktu sudah menunjukkan pukul 21.55 WIB. Itu artinya, lima menit lagi restaurant ini akan segera tutup. ‘’Sempatkan waktu untuk bisa mengobrol lagi di lain hari, Tuan Amar,’’ tutur Andra dengan tersenyum berharap. Saking asyiknya mereka mengobrol, membuat waktu berjalan terasa lebih cepat. ‘’Tentu, Tuan Muda!’’ Amar menjabat
Andra membalas tatapan Sara dengan melantunkan senyum di sela bibirnya. ‘’Aku memang baik ke semua orang. Ayo! Masuklah ke mobilku,’’ jawab Andra sembari mengajak Sara untuk segera masuk ke dalam mobilnya.Sara benar-benar merasa bersyukur karena masih ada oran baik seperti Andra. Meskipun ia baru mengenal laki-laki itu, Sara sangat yakin kalau dia memang laki-laki baik. Dari sikapnya yang begitu sopan kepada perempuan, serta perkataannya yang tidak melebihi batasan, membuat Sara merasa sangat senang karena bisa berteman dengannya. Andra menancap pedalnya dengan kecepatan normal, tidak lupa juga menghidupkan lampu dalam mobil karena kondisinya yang gelap. ‘’Aku mengenal pemilik toko roti di tempatmu beker
Senyum manis di sela bibir mewakili perasaan bangganya kali ini. Meskipun ia tidak benar-benar ingin menjual resepnya itu, namun Amar justru menangkap hal lain dari perkataannya. ‘’Nona, tidakkah kau sedang meremehkanku kali ini? Sebut saja berapa pun nominalnya, saya akan segera membayarnya dengan kontan!’’ Amar menggerutu hebat dalam hati. Bagaimana mungkin ia diremehkan oleh karyawannya sendiri. Harga dirinya benar-benar tinggi, dan juga sensitif. Dipandanginya gadis di hadapannya itu. Sungguh tidak masuk akal. Lagi-lagi ia terbawa suasana dengan kecantikannya. Ingin sesekali melontarkan perkataan kasar, namun hasilnya tetap sama.