Share

He's Bad Boy

Jangan takut kehilangan, karena semua yang ada di dunia hanyalah titipan.

•••

Jika bukan karena paksaan Juan, Nabilla tidak mungkin duduk manis di ranjang UKS saat ini. Tangannya yang tadi penuh goresan luka kini sudah dibalut perban. Meski masih terasa sakit, dia memilih diam sambil sesekali menggerakan jarinya yang terasa nyeri.

Chatrine yang sedang sibuk membereskan kotak P3K kini beralih menatapnya.

"Kalau tangan lo masih sakit, baring aja lagi, entar gue yang bilang sama Raqa supaya lo izin ikut MOS hari ini."

Nabilla menggeleng. "Eh enggak usah kak. Aku masih kuat kok."

Juan terkekeh pelan. "Ikut aja napa Nab, gue yakin tangan lo masih sakit, nyeri ya? Sini gue tiupin." Juan beringsut meraih tangan Nabilla, namun tertahan karena Chatrine menarik telinganya.

"Nggak usah modus deh lo playboy. Mending minggat sana! Dasar playboy cap terasi, nggak tahu orang lagi sakit masih aja dimodusin," gerutu Chatrine seraya menjewer telinga Juan. "Nih, biar lo tau rasanya gimana di PHP in."

Juan malah meringis dan justru meminta ampun, sambil memegangi telinganya yang memerah. Juan memang tipikal playboy yang tidak terhitung lagi berapa banyak mantannya.

"I-iya deh. Gue khilaf, ini lepasin telinga gue ah, sakit bego. Atau nggak gue cium lo sekarang!"

Chatrine melotot, buru-buru dia melepaskan jewerannya. Seolah mengerti sesuatu, ia lalu berpindah duduk di sebelah Nabilla. Nabilla yang melihat kejadian itu hanya mengulum senyum. Mendapati Chatrine duduk sambil mengelus dada.

"Kenapa kak?" tanya Nabilla.

"Enggak papa. Gue kaget aja Juan ngomong gitu, eh gue mau tanya sesuatu nih. Kok bisa-bisanya ya Raqa ngehukum lo? Lo ada buat kesalahan apa?" cerca Chatrine mengalihkan pembicaraan.

Nabilla terdiam beberapa saat sebelum akhirnya memilih menatap sepatunya. "Euum ... sebenarnya sih aku dari pagi tadi udah bikin masalah sama kak Raqa. Tapi suwer kak, aku nggak ada niat. Dan jadinya malah kayak gini. Apalagi saat di aula tadi, aku sama temen-temen ketahuan menggosip. Ya gini jadinya, aku dihukum nyabutin rumput di taman belakang sekolah. Pake tangan lagi, kan susah."

Cathrine mendengar nada kecewa dari mulut Nabilla, dia sendiri sudah mengenal Raqa sejak dua tahun lalu. Jadi, sifat keras kepala dan semaunya Raqa memang sama seperti dulu. Sulit dihilangkan.

"Kalau gitu, gue saranin lo hati-hati aja mulai sekarang," ujar Chatrine. Punggung Nabilla segera menegap.

"Emang hati-hati kenapa kak? Kak Raqa orangnya jahat ya? Atau dia sering bentak-bentak kayak cerita cowok di novel-novel gitu. Duh, kakak jelasin dong."

Chatrine menghela napas gusar lalu menatap nanar ke arah Nabilla. Sorot ketakutan milik Chatrine memacu jantung Nabilla berdetak lebih cepat. Cewek itu mengusap punggung Nabilla.

"Gini Nab, gue kasih tau lo, dan lo harus inget ini baik-baik." Nabilla mengatur posisi duduk senyaman mungkin.

"Raqa itu tipe cowok yang nggak kenal ampun, sekali aja lo buat masalah sama dia. Lo bakal jadi bulan-bulanannya," jelas Chatrine, tatapannya berubah serius. "Padahal, lo termasuk orang yang beruntung sih karena sekarang Raqa udah jadi ketua OSIS. Tapi tetap aja gue nggak bisa jamin Raqa nggak kayak dulu lagi."

Rasanya otak Nabilla perlu berputar keras mencerna ucapan Chatrine, dari awal bertemu Raqa cowok itu memang terkesan galak dan tegas. Namun, jika dilihat secara mata Raqa itu orang yang disiplin.

"Kayak dulu gimana maksud kakak? Kak Raqa dulu sama sekarang beda gitu?"

Chatrine berdecak. "Ya... secara gue mikir beda, aduh gimana gue cerita ke elo? Pokoknya gini, Raqa itu mantan bad boy. Kalau lo sudah buat perkara sama dia. Mending jauh-jauh deh."

Nabilla hanya menggangguk paham, tapi perlahan rasa penasarannya mulai muncul.

"Tapi kak Raqa itu ganteng kak. Mukanya itu persis banget kayak visual cowok-cowok yang aku baca di novel-novel gitu. Kalau kak Raqa mantan bad boy, kenapa bisa jadi ketua OSIS? Rada aneh deh."

Chatrine mendengus. "Yee soal itu gue nggak tahu, tapi dia ganteng kan?"

Nabilla mengangguk.

"Perlu lo tau aja Raqa itu blasteran Jerman-Indo," ujar Chatrine membuat mata Nabilla membulat. Sekarang dia benar-benar merasa seperti cerita tokoh utama di dalam novel remaja.

Akan tetapi, jantung Nabilla mendadak hendak copot mengingat masalahnya dengan Raqa. Oh no! Bagaimana dengan Nasib proposalnya?

***

Hembusan asap rokok mengudara. Bagi seorang cowok beralamamater maroon hal itu sangatlah biasa. Merokok secara diam-diam di pojok kantin ketika jam pelajaran berlangsung atau menghacurkan barang-barang milik sekolah yang menurutnya tak bernilai itu.

Baginya, emosinya sekarang harus diluapkan, tidak peduli berapa banyak barang yang ia hancurkan atau seberapa besar kemarahan kepala sekolah nantinya.

Terbukti, dari kursi panjang di pojok kantin yang kini rusak parah karena ulahnya. Kepala Raqa pusing, baru saja sehari ia mengatur jalannya acara MOS tapi rasanya sangat sulit.

Raqa menghembuskan napas kasar, rokok tadi sudah ia injak sebelum ada orang yang memergokinya. Jujur saja, Raqa ingin sekali keluar dari penekanan Arga. Pria itu sudah menciutkan nyalinya hanya dengan menyebutkan nama Kalina-mamanya. Jangan tanya dengan penjual di kantin, mereka bahkan bisa menutup mulut sampai sekolah ini hancur. Uang, anggap saja itu sebagai imbalan mereka.

Raqa berusaha duduk tenang, namun matanya tanpa sengaja menangkap sosok cewek sedang berjalan mengendap seolah takut ketahuan.

Raqa tidak perlu berpikir lama mengenali cewek berambut sebahu itu. Dia Nabilla Shiletta, cewek yang berani-berani membuat masalah dengan Raqa. Ah, kalau ditanya masalah Raqa jadi teringat proposalnya.

Raqa berjalan mendekat, sesaat kemudian tatapannya bertemu dengan milik cewek itu. Raqa tersenyum miring. Sementara Nabilla reflek berjalan mundur bersamaan dengan langkah Raqa mendekatinya.

"Kak-kakak mau ngapain?" Tangan Nabilla bergetar yang berhasil di tangkap oleh Raqa. Bersamaan punggungnya menghimpit tembok.

"Menurut lo? Gue mau ngapain?"

"Eng... Nggak tau, pokoknya kakak jangan macem-macem."

"Gue nggak macem-macem, gue cuma mau ngingetin kalau gara-gara lo gue makin pusing. Sekarang, dimana proposal gue?" Raqa merapatkan tangannya ke tembok, lantas tubuh Nabilla yang pendek itu terkunci.

Nabilla menaikkan alisnya. "Proposal?"

"Iya proposal. Lo nggak mungkin lupa soal proposal gue yang lo hancurin itu."

Nabilla menunduk ke bawah, dia takut, pasti. "A-aku nggak tau kak."

"GIMANA BISA NGGAK TAHU?! BUKANNYA GUE MINTA LO BIKIN ULANG!" Suara itu keluar bersamaan Raqa memukul tembok di samping kepalanya. Cowok itu menatap Nabilla berang.

Nabilla sudah menitikkan air mata, namun itu tidak berpengaruh bagi Raqa.

"JAWAB NABILLA! JANGAN BISA NANGIS DOANG. PERLU LO TAU, HIDUP DAN MATI GUE ADA DI PROOSAL ITU. LO NGERTI NGGAK?!"

Nabilla menggigit bibir bawahnya. Beruntung dia cewek, jika tidak Raqa tak akan segan mencekiknya.

"I-iya kak. Ngerti."

"Bisa nggak lu jangan nangis saat gue tanya?" cibir Raqa. "Dasar cengeng. Manja banget sih lu?"

"A-aku emang sering nangis kak." Nabilla menyeka sudut matanya.

Raqa memperluas jarak mereka, ia bersedekap. "Malu sama badan."

"Aku nangis karena kakak bentak-bentak aku."

"Gue cuman bentak kan? Bukan nyakitin fisik lo?"

"Tapi kakak nyakitin hati aku. Kata Bunda, sakit dihati lebih menyakitkan daripada di badan. Kakak bisa bawa aku ke rumah sakit saat kakak udah puas mukulin aku—"

"Gue nggak mukul lo!"

Nabilla berdecak sebal, lalu meninju lengan Raqa. "Ish. Kakak dengerin dulu, aku belum selesai ngomong."

Raqa memutar bola mata. "Gue males denger lanjutannya."

"Ish." Seakan ketakutannya lenyap, Nabilla kembali meninju lengan Raqa.

"Berhenti nabok lengan gue."

"Lagian kakak ngeselin."

"Lo yang bikin gue kesel duluan."

Tak mau kalah, Nabilla hendak memukulnya lagi, namun Raqa cepat menangkap tangannya. Bahkan mencengkramnya dengan kuat. "Sekali lagi, gue pastiin lo bakal nangis darah," ancamnya. "Dan sekali aja lo bikin masalah sama gue, hidup lo nggak akan pernah tenang sebelum lo berlutut di hadapan gue."

Nabilla menangis. Ia sangat ingin pingsan saat ini juga sebab Raqa mencengkram tangannya yang luka.

"Sakit kak."

"Mau gue bikin sakit lagi?"

Lantas Nabilla menggeleng. "Bundaaa."

"Dasar cengeng." Raqa menghempaskan tangan Nabilla ke udara. Hendak meninggalkan cewek itu, namun suara ambruk di belakang menghentikkan langkahnya.

Raqa meneguk saliva kasar mendapati Nabilla sudah pingsan tak berdaya. Tak mau membuang waktu Raqa memilih membopong cewek itu.

***

"Masuk."

Suara itu cukup membuat Raqa emosi, dia masuk setelah membanting keras pintu kayu itu. Raqa bahkan tanpa segan menopang kakinya di atas meja. Membuat Pak Gusti-Kepala sekolah, geram.

"Raqa!"

"Kenapa? Bapak mau ngomong kan? Cepetan! Saya masih banyak yang diurus."

"Justru urusan kamu yang membuat saya repot seperti ini." Pak Gusti menyingkirkan kaki Raqa dari meja.

Raqa menegap dari duduknya. Ia bersedekap, mengernyit lalu tertawa meremehkan. "Memangnya urusan saya ada kaitannya sama Bapak?"

"RAQA!"

"It's oke. Paling bapak mau negur kursi kantin yang udah saya hancurin. Tenang, saya ganti. Hari ini juga."

Pak Gusti mendesah cepat, tipikal siswa seperti Raqa memang senang sekali mencari perhatian kepala sekolah.

"Bapak tidak mempermasalahkan itu Raqa." Pak Gusti memilin jarinya. "Ulah-"

"Oh bagus. Pantesan sekolahnya tajir."

"Raqa! Jangan menyela omongan saya."

Raqa memutar bola matanya malas. Sedangkan Pak Gusti mulai berbicara sebelum Raqa menyela.

"Bapak tau apa yang kamu lakukan di kantin tadi. Apa kamu tidak berpikir? Tindakan itu akan mencoreng nama ketua OSIS-mu jika murid lain sampai mengetahuinya."

"Yasudah."

Pak Gusti mencoba bersabar. "Kamu tau apa artinya?"

"Bapak pikir aja sendiri."

"Raqa. Pihak sekolah tidak sebodoh yang kamu kira, kamu lupa dengan CCTV yang ada di kantin. Disitu terekam jelas kalau kamu sedang menyakiti seorang siswi sampai dia pingsan."

Raqa hanya bergumam oh sesaat. "Terus, bapak mau minta saya maaf sama dia? Ogah. Bapak lakuin aja sendiri."

Raqa malas berdebat lebih lama, ia tahu jika persoalan ini akan melebar kemana-mana, tentu ke arah gelar ketua OSIS-nya. Arga pasti tidak melewatkan kesempatan ini.

Raqa beranjak dari duduknya, namun kalimat pak Gusti menahannya.

"Bapak punya dua opsi, kamu jaga siswi itu sampai sembuh atau rekaman ini sampai ke tangan Arga?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status