Malam hari, El yang dari siang sampai di kota dimana ia akan memantau usaha barunya itu. Pikirannya yang tengah suntuk membuat dirinya kini berada di jalanan dengan membawa mobil mewahnya itu sendirian, berniat mencari udara segar, El pun memilih untuk berjalan-jalan sebentar mengitari jalanan. Saat lampu merah, El pun menghentikan laju mobilnya itu. Saat menunggu lampu merah ia pun memutar lagu kesukaannya, lalu dengan menggoyang kepala nya menikmati irama, El tidak sengaja melihat seorang gadis yang tengah duduk di belakang kemudi tukang ojek online yang ia gunakan tepat di sebelah samping mobil nya yang sesuai menunggu lampu lalu lintas. Untuk memastikan jika gadis yang ia lihat adalah Kiara, El pun membuka setengah kaca mobil nya agar bisa melihat dengan jelas wajah gadis itu.
Nadia, jam kerja aku sudah habis, dan ini pesanan meja no 3, tuan El dengan sekertaris nya itu. Nanti kamu yang antar ke sana ya." Pinta Kiara memberi tahu kan rekan kerjanya itu. Setelah di angguki dan di ok kan oleh Nadia, Kiara pun pergi meninggalkan Kiara dan masuk ke dalam ruangan karyawan untuk bersiap pulang. "Akhirnya aku bisa istirahat juga hari ini, untung saja tidak ada jam kuliah, aku akan langsung pulang saja." Gumam Kiara penuh semangat hari ini ia akan pulang sore hari. Nadia dengan rekan nya yang masih bekerja pun mengantarkan pesanan El itu ke mejanya. "Silahkan tuan ini pesanan anda, selamat menikmati." Ucap Nadia dengan ramah dan sopan dengan menampilkan senyuman manisnya itu. El yang tersadar jika bu
El dan Kiara duduk satu meja yang sama dengan saling berhadapan. El terus memperhatikan Kiara dan mencuri-curi pandang pada Kiara, tanpa Kiara ketahui. Sesekali El mengusap wajahnya pelan, berdekatan dan berhadapan dengan Kiara seperti ini membuat jantung El berdebar tidak karuan, baru kali ini El merasakan perasaan seperti ini, tak bosan rasanya menatap wajah cantik gadis di hadapannya itu. Ada keinginan dan dorongan yang kuat saat ini yaitu ingin selalu berdekatan, memeluk dan ingin memiliki dia seutuhnya. Seorang pelayan datang dan tersenyum ramah kepada El, namun tidak pada Kiara yang terlihat seperti orang biasa, apalagi Kiara yang masih memakai seragam kerja nya. Kiara menyadari ji
"Saya sudah selesai." Ucap El seraya mengelap mulutnya dengan tisu. "Tuan makanan ini masih banyak, mubajir jika tidak di habiskan." Kiara pun sangat menyayangkan. "Kalau merasa sayang, ya sudah kamu saja habiskan makanan ini semua." Titah El dengan santai. "Mana mungkin saya bisa menghabiskan makanan ini, perut saya sudah merasa kenyang sekali saya sudah tidak kuat. Apa anda ingin saya muntah di sini." Ujar Kiara tak mampu. "Menjijikkan sekali, pokoknya saya tidak mau ada makanan tersisa di sini, terserah kamu mau apakan makanan ini!" Titah El tak mau terbantahkan. "Tuan." Lirih Kiara. 'ya ampun aku harus bagaimana menghabiskan semua makanan ini, aku s
Setelah sampai di depan yang Kiara maksud, Kiara pun memesan ojol di sana dengan tujuan yang sudah di berikan alamat oleh El sebelum nya saat kemarin dia di antar pulang olehnya. Sesampainya di depan gedung apartemen, Kiara pun menghampiri dua security yang tengah berjaga di sana. "Permisi pak, saya mau tanya apa tuan Rafael Dirgantara tinggal di apartemen ini?" Tanya Kiara ingin memastikan jika alamat yang ia datangi tidak salah. "Tuan Rafael Dirgantara? Iya beliau tinggal di sini. Apa kamu sudah memiliki janji dengan nya? Apa hubungan kamu dengan tuan Rafael?" Dua security itu pun menatap Kiara dan memberikan rentetan pertanyaan pada nya. "Emh saya pelayan nya tuan El." Jawab Kiara dengan sangat yakin.
Di dalam perjalanan menuju kampus, Kiara yang tengah kesal dengan El mencoba menelpon teman kuliah nya, ia akan mengabarkan jika dirinya akan datang terlambat, namun alasan Kiara tidak memberi tahu karena gara-gara tuan El menyebalkan itu. 10 menit waktu Kiara terlambat datang ke kampus dan melihat jika teman-teman nya sudah berkumpul di sana dan itu membuat Kiara tidak enak hati. "Maaf teman-teman aku telat." Ucap Kiara dengan nafas ngos-ngosan karena tadi ia berlari-lari saat menuju ke kampus. "Gak apa-apa Kiara, kita juga baru kumpul, tenang saja." Teman nya pun tidak masalah dengan keterlambatan Kiara. "Ya sudah, karena kita sudah kumpul semua ayok kita kerjakan tugas kita supaya cepat selesai." Ajak teman nya itu.
Di dalam mobil Kiara pun duduk di sebelah El yang memegang kemudi, setelah memasang sabuk pengaman pada Kiara El pun menyalakan mesin mobil nya. Hanya keheningan di antara mereka berdua, apalagi dengan Kiara yang setengah bingung kenapa tuan El itu menjemput nya di kampus tidak berani bertanya apapun karena ia begitu sangat canggung. Ekhemm El pun berdehem untuk mencairkan suasana di dalam mobil. "Kenapa kamu tidak membalas pesan dari saya?" Tanya El pada Kiara. Kiara pun menoleh pada El yang bertanya. " Memang itu pesan dari anda tuan, jadi tadi itu nomor anda, anda dapat nomor saya dari mana?" Rentetan pertanyaan di berikan pada El. "Jangan balik bertanya yang tanya kan saya kenapa malah kamu yang jadi bertanya." Balas El kesal dengan rentetan pertanyaan Kiara "Eh maaf tuan." Ucapnya lirih. El menarik napas nya pelan merasa tak enak melihat gadis yang ada di hadapannya seperti sedih karena ucapannya yang sedikit jutek padanya. "Iya tadi nomo
Di saat sedang merasakan makanan yang tersedia di atas meja, Kiara melirik sekilas pada El yang duduk berada di depan nya dengan santai ia menikmati makanannya. Tersadar Kiara dari tadi meliriknya terus walau sekilas El pun tersenyum, "Kenapa kamu melirik saya terus jika mau lihat, lihat saja, saya tidak akan keberatan kok, saya sadar jika wajah saya begitu tampan." Ucapnya bangga tanpa berhenti menyantap makanan nya. Uhuk Kiara terbatuk-batuk mendengar ucapan El itu dengan pedenya ia mengatakan seperti itu dan Kiara pun malu ternyata ia ketahuan melirik pada El. El pun dengan sigap memberikan air minum yang ia punya pada gadis itu, "Kalau makan pelan-pelan santai saja jangan buru-buru, tenang saya masih memiliki banyak waktu." Ucapnya tersenyum tipis seperti menggoda. Kiara hanya diam saja tidak menanggapi nya setelah ia minum air pemberian tuan El itu, memalingkan pandangannya ke arah luar cafe yang cukup bisa menghibur, namun bukan hiburan yang ia