"Ros, kamu ngapain?" tanya Mamah sambil mengetuk pintu kamarku, saat aku tengah bersantai sambil menyeruput kopi cappucino di depan layar laptop.
Aku beranjak dari duduk, berjalan menuju pintu kamar. Kubuka perlahan pintu, "Ros lagi santai, kenapa Mah?" tanyaku sambil mendongakkan wajah."Temani Mamah ngeMall yuk! Lama kan kita nggak shopping bareng!" ujar Mamah sambil tersenyum."Oke! Ros ganti pakaian dulu!" jawabku."Jangan lama sayang! Mamah tunggu di ruang tamu!" ucapnya sambil berjalan menuju anak tangga.Aku mengangguk, lalu menutup pintu. Kumatikan Laptop, dan bergegas memilih pakaian terbaikku.Tak lupa, kupoleskan wajah ini dengan make up natural. Sudah sangat lama rasanya, aku tidak berdandan seperti ini.Aku dan Mamah pun meluncur menuju pusat perbelanjaan terbesar.Sesampainya di parkiran. "Kita mau kemana dulu? Mah." Aku bertanya dengan bingung, sebab sudah lama sekali, aku tidak pernah shopping."Kita ke salon dulu, Nak. Mamah mau perawatan." "Oke deh!" sahutku.Kami berdua pun menuju salon kecantikan.Saat kami sedang asik menunggu antrian, tak lama kemudian, masuklah seorang wanita dan laki-laki yang begitu sangat aku kenali."Mas Jalu!" lirihku. Ia datang bersama Ratih. Mereka berdua mendadak membeku, melihatku bersama Mamah duduk."Eh, Sayang! Akhirnya ketemu juga." Mas Jalu berucap dengan wajah yang nampak pucat."Ngapain kamu kesini? Bersama Ratih pula.""Jangan salah pah--am dulu." Ratih menjawab gugup, "kami kesini memang sengaja nyari kamu!" lanjutnya."Ah, masa! Ngapain nyari aku sampe berdua? Apa kalian lagi ketangkap basah nih?" sindirku."Eh, ee---enggalah!" tangan Ratih berkibar menahan gugup. "Si Jalu bilang kamu nggak pulang, jadi nyoba nyari kesini, eh ternyata beneran ada!" ujarnya lagi dengan wajah kaku dan nggak masuk akal jawabannya."Oh begitu," ucapku dengan acuh."Dek, mas boleh minta ATM mas kembali?" tanya Mas Jalu. Aku pun meraih dompet dalam tas, lalu memberikan ATM mas Jalu kepadanya."Mas, mending kamu segera ke kantor, jangan kelayapan kek ulat bulu. Papah sekarang lagi menuju kantor bersama tim audit." "Hah? Tim audit? Kamu serius?" Mas Jalu bertanya dengan wajah menegang."Iya, kenapa? Ada masalah?" tanyaku berpura-pura bingung. Padahal aku sudah bisa membaca raut wajahnya, ia pasti menyembunyikan sesuatu yang aku masih tidak tahu. Tetapi, sebentar lagi, semua akan terkuak."Ratih, ayo kita balik ke kantor!" titah Mas Jalu langsung meninggalkan aku dan Mamah begitu saja."Dasar menantu nggak ada akhlak. Menyapa mertua pun tidak, main pergi begitu saja! Buruk sekali perangai suami kamu itu, Ros. Mamah berharap kamu secepatnya bercerai dari laki-laki macam si Jalu."Mamah menggerutu sedari tadi, ia begitu nampak kesal dengan sikap Mas Jalu."Doakan, ya Mah. Semoga Ros bisa secepatnya bercerai dari laki-laki itu!" jawabku pelan. Ada rasa sakit yang sulit kuungkapkan, ada rasa terbebani dari semua yang aku pikirkan. 'Ratih, tunggu saja karmamu, sahabat pengkhianat.' batinku berkata pilu.Selesai perawatan di salon, aku dan Mamah berbelanja baju-baju mahal, serta tas keluaran terbaru."Ros, ini cantik sekali," ucap Mamah dengan mata berbinar melihat tas mungil dari brand ternama itu."Beli Mah, nggak usah di pandangin lama-lama." Aku berujar."Mbak, tolong ambilkan tas ini, saya mau satu!" titah seoarang wanita yang berdiri di belakang Mamah. Aku pun tercengang ketika melihat wajah wanita itu, Ibu Mas Jalu, ia berdiri tepat di depan Ibu kini."Lho, saya yang duluan, kok kamu datang-datang main bungkus saja!" protes Mamah."Saya datang ke sini beli pake uang, bukan pake omongan!" jawab Ibu Mas Jalu dengan pongahnya."Oh, baiklah," sahut Mamah acuh, ia pun kembali melihat brand lainnya. "Maaf, Bu! Kartu kreditnya nggak bisa di gunakan!" ucap pramuniaga toko.Mata Ibu Mas Jalu seketika melotot. "Masa nggak bisa, kamu jadi pegawai toko jangan bodoh! Saya ini orangnya banyak uang! Mana mungkin kartu saya tidak bisa di gunakan!" bentak Ibu pada pegawai toko."Maaf, Bu. Tapi ini beneran, kartu Ibu di bekukan." Ibu Mas Jalu semakin kesal, ia mengeluarkan tiga ATM miliknya, namun sama, semua tidak bisa ia gunakan.Akhirnya Ibu berjalan ke arahku yang sedari tadi duduk sambil memainkan gawai milikku."Ros! Bayarin tas Ibu dulu, ya! Nanti ibu ganti uang kamu!" ucapnya pelan."Hey! Katanya beli pake uang, kok mau minta anak saya?" tanya Mamah dengan wajah yang terlihat tidak suka."Eh, Ros ini menantu saya! Wajib bagi dia berbakti sama saya!" sahut Ibu Mas Jalu.Mamah tertawa sumbang. "Ros, Ros, mimpi apa kamu punya mertua pendek akal begini." "Ros, cepet bayarin, Ibu mau pergi dari sini, gerah sama Mamah kamu!" ucapnya. Ibu mertua dan Mamah memang dari awal sudah saling tidak menyukai. Bagi Mamah, Ibu mertua hanyalah wanita miskin yang begitu angkuh dan sombong.Bagi Ibu mertua, Mamah adalah wanita yang ia benci, sebab pernah menghina Mas Jalu lelaki miskin.Sebab itulah, Ibu mulai menunjukkan ketidaksukaannya padaku dan juga Mamahku."Ros nggak punya uang sebanyak itu!" sahutku tanpa menatap wajahnya."Kamu jangan bohong, Ros. Jangan pelit sama Ibu Mertua, kualat nanti," ujarnya dengan kesal."Bu, jangan maksa ya! Saya nggak suka, anak saya bukan tambang emas kalian. Dasar miskin belagu!" bentak Mamahku, seketika wajah Ibu menjadi pias, ia pun meninggalkan toko dengan perasaan malu dan juga kesal."Mah, jadi beli tas itu nggak?" tanyaku."Jadi sayang! Ayo kita bayar." Aku pun mengangguk, akhirnya Mamah yang beli tas cantik itu."Kalau memang tas ini pengennya aku yang jadi Tuannya, meski Ibu mertua kamu pengen juga nggak bakal bisa." Mamah berkata sambil tertawa."Mah, coba lihat tuh!" tunjukku ke arah Ibu mertua yang nampak ribut-ribut dengan seseorang.Ayo kita kesitu, Mamah penasaran!" ujar Mamah berjalan cepat.💞 Terimakasih 💞Jangan lupa subscribe, like dan komentarnya dong! Biar aku-nya makin semangat 😘"Mah, coba lihat tuh!" tunjukku ke arah Ibu mertua yang nampak ribut-ribut dengan seseorang.Ayo kita kesitu, Mamah penasaran!" ujar Mamah berjalan cepat.Aku dan Mamah pun duduk tak jauh dari Ibu mertua dan seseorang wanita paru baya yang kalau di lihat dari penampilannya. Ia bukanlah orang biasa, gayanya seperti istri-istri pejabat gitu."Ibu mertua kamu, ribut ko di cafe rame begini," bisik Mamah kepadaku. "Emang nggak tahu malu gitu ya? Karakternya.""Entahlah, kita fokus dengerin aja, Mah!" ucapku, dengan menajamkan pendengaran."Saya nggak mau tahu, ya. Kamu harus secepatnya balikin uang saya! Atau kamu akan saya laporkan ke Polisi," ancam wanita yang bersama Ibu Mertua."Heh, Jeng Tiara, surat-surat tanah saya itu semua asli. Dan ini, bukan pertama kalinya saya jual beli tanah. Selama ini, tidak ada pelanggan saya yang mengatakan surat tanah saya palsu."Wanita yang Ibu mertua pangg
Dering telepon masuk menghentikan obrolan kami bertiga sesaat. Aku meraih gawai milikku, yang berada di dalam tas. Terpampang jelas nama Mas Jalu, sedang memanggil.Aku pun meminta Mamah dan Gunawan untuk diam sesaat, dan meloudspeaker panggilan dari Mas Jalu.[Hallo, Mas! Ada apa?] tanyaku so' polos.[Ros, kamu bantuin, Mas! Mas kena masalah di kantor Papah, ada yang fitnah Mas, menggelapkan uang perusahaan!] rengeknya.[Lho, ko bisa? Emang mereka nuduh apa sudah ada buktinya?] tanyaku pura-pura kaget.[Ada sih, Ros. Mas juga nggak tahu, tiba-tiba ada bukti transferan uang masuk dalam jumlah besar, dan tiga kali dalam sebulan!][Wow, luar biasa! Uangnya masih ada di rekening kamu? Mas.][Belum cek, keburu di sita audit, semua kartu ATM, di bekukan Papah!][Terus, bagaimana dong? Mas.][Tadi ibu juga nanya, ternyata kartu kredit Ibu dan lainnya, juga di bekukan
Sesampainya aku dan Mamah di rumah, aku kembali masuk ke dalam kamar, untuk melihat CCTV yang sudah terpasang sedari kemarin di rumahku sana.Aku sengaja memantau dari rumah Mamah, agar Mas Jalu merasa leluasa untuk melakukan apapun di rumah.Dugaanku seratus persen benar, semua tidak pernah meleset sama sekali, Ibu Mertua benar-benar lancang. Berani masuk kamarku, serta membobol brankas milikku. Aku yakin, ia tahu kode brankas itu pun dari Mas Jalu, Ibu dan anak sama saja, suka nyari untung.Ibu terlihat rakus sekali, ia bahkan mengambil beberapa perhiasan yang sudah kuganti dengan yang palsu. Ha ha ha ..., ah, seru rasanya ngerjain manusia serakah.Aku kembali memutar rekaman CCTV yang menunjukkan pukul enam malam hingga pagi.Yah, terlihat Mas Jalu pulang seorang diri, kupikir Ratih akan ikut bersamanya.Saat aku hendak menghentikan aktivitas menonton rekaman CCTV hari kemarin, aku tersentak. Ratih datang tepat di jam dua bela
'Ayo Rosa, bangkit dan hadapi pada bedebah itu dengan cantik. Buat mereka menyesal seumur hidup, telah menyia-nyiakan ketulusan kamu.' batinku mencoba memberi semangat, meskipun konsekuensinya, aku akan hancur dan terluka. Biar bagaimanapun juga, perasaan ini masih tertaut pada Mas Jalu. Namun luka dan logika, memaksaku untuk sadar, bahwa Mas Jalu dan keluarganya, bukanlah orang yang tepat untuk aku kasihi.Sore hari, aku tengah asik bersantai di taman depan rumah. Terlihat sebuah mobil mewah BMW i8 memasuki halaman rumah, aku mengerutkan kening menatap si empu mobil."Gunawan!" lirihku, ia memarkirkan mobilnya tepat di dekat taman, dan keluar dari mobil sembari menebar senyum sumringah. Ntah kenapa, Gunawan semakin terlihat tampan rupawan, bahkan kini ia terlihat lebih rapi dari sebelumnya.Yah, mungkin efek dari pekerjaannya, yang menuntut ia harus tampil rapi."Hai, ngapain di sini?" tanyanya sambil mengambil posisi duduk di sebelahku.
"Ratih, terimakasih ya! Sudah mau menolong Ibu Mertua." Aku mengucap sambil tersenyum kepada Ratih."Nggak masalah, kita sesama manusia memang harus tolong menolong!" jawab Ratih merendah."Iya, benar sekali. Yang penting masih dalam jalan kebaikan, nggak tolong menolong dalam maksiat," sindirku seraya tersenyum.Membuat Ratih terlihat menjadi kaku dan salah tingkah.Mas Jalu pun sama, mereka berdua seakan membeku menghadapiku."Ros, kamu kok sering nginap ke rumah orang tua kamu sih? Ntar laki kamu mencari kehangatan lain loh!" ujar Ratih sambil terkekeh.Aku pun sama, ikut terkekeh mendengar penuturannya. "Nggak apa-apa, jika wanitanya mau memberi kehangatan. Hitung-hitung mainan buat mas Jalu, di saat aku tidak ada.""Mainan?" Ratih membelalakan matanya mendengar sahutanku.Aku tertawa sumbang. "Apa coba kalau bukan mainan? Mana ada cinta yang utuh untuk dua insan, tetap cinta cuma satu. Satun
"Rosa ..., Menantu nggak ada akhlak emang!" teriak Ibu mertua membahana keseluruh ruangan. Bahkan suaranya terngiang-ngiang mengikuti langkahku menaiki anak tangga menuju kamar.Jika saja mulut Ibu tidak setajam silet, mungkin aku tidak akan setega ini kepadanya.Bertahun-tahun aku selalu ia perlakukan kasar, namun aku tidak pernah membenci maupun marah kepadanya. Namun kali ini sudah berbeda, Ibu mas Jalu tetap saja selalu angkuh dan se'enaknya. Seakan ia lupa keadaannya seperti apa, gila harta pula."Ros ...." Suara mas Jalu memanggil namaku, ketika ia membuka pintu kamar, lalu masuk ke dalam. Aku hanya menatapnya sesaat, sambil menyandarkan tubuh di dipan yang berukir kayu jati.Mas Jalu, ia duduk di bibir ranjang, sambil menatapku datar.Aku mengernyitkan dahi. "Ada apa?" tanyaku bingung."Ros, maaf, Ibu akan tinggal bersama kita!" ucapnya pelan dengan wajah menunduk."Nggak, aku nggak setuju!" jawabku
"Ros ...." Suara ketukan pintu dari luar kamar, menghentikan aktivitasku yang tengah asik berdandan secantik mungkin, sebab, hari ini aku akan kembali ke kantor Papah.Sekalian untuk menyaksikan penurun jabatan Mas Jalu. Ah, rasanya tidak sabar lagi, mau membuat Mas Jalu dan Ratih hancur lebur.Pastinya, hari ini akan menjadi sejarah memalukan dalam hidup mereka berdua.Aku berjalan menuju pintu kamar. "Ada apa? Mah." Aku bertanya dengan wajah mendongak di balik pintu."Sayang, buruan! Papah sudah menunggu untuk sarapan!" titah Mamah sambil mengulas senyum menatapku."Iya, Mah. Bentar lagi Ros turun, Mamah duluan saja!" ujarku. Mamah pun mengangguk, ia lalu menuruni anak tangga.Aku pun bergegas menyusulnya, untuk sarapan bersama keluarga. Moment ini, rasanya sedikit mengiris hati.'Semoga nanti aku pun memiliki keluarga seharmonis Mamah dan Papah.' batinku, rasanya pilu membayangkan kandasnya rumah tangga, yang mati-m
"Ros, maaf!" lirih Gunawan, dengan wajah menunduk.Aku mengulas senyum. "Iya, aku juga minta maaf, tadi membentak kamu!" sahutku."Yasudah, kita fokus kembali saja, kamu sambil cek beberapa berkas pekerjaan yang Jalu tinggalkan, mana tahu ada bukti baru lagi, mengenai kecurangannya selama menjabat sebagai CEO.""Ah, kamu benar juga, aku mau cek semua berkas dulu, semoga saja ada titik terang. Lagi pula aku urung mau melaporkannya, kasihan Ibunya sebatang kara. Lagi pula, uang ratusan juta itu, sudah berada di rekeningku.""Luar biasa, aku suka kebaikan hati kamu.""Ah, elu Gun, aku mah dari dulu memang baik, dari lahir malah." Aku menjawab seraya tertawa geli."Percaya diri betul," sahutnya sambil nyengir-nyengir tidak jelas.Aku hanya menanggapinya dengan senyuman, sambil mulai melihat-lihat berkas-berkas yang bertumpuk di atas meja.Semua data sih aman saja sejauh ini. Berarti meman