Ternyata Narsih jatuh sakit akibat kelelahan. Dan ia dirawat selama tiga hari berturut-turut. Selama Narsih dirawat, Athalia memilih cuti dulu dari pekerjaannya dan menemani Narsih.
Sebab tak mungkin Athalia meninggalkan ibunya sendirian di rumah sakit sedangkan Yasna bersekolah.“Untunglah Bu Nora begitu baik memberikanmu waktu untuk cuti, Athalia. Maaf, Ibu malah membuatmu repot,” ucap Narsih pada Athalia ketika Athalia sedang menyuapinya.Athalia tersenyum, menggelengkan kepala. “Apanya yang repot, Bu? Aku tidak merasa direpotkan sama sekali. Aku senang karena sore ini Ibu sudah boleh pulang,” balas Athalia, seraya menyentuh tangan Narsih.“Tapi Athalia, bagaimana cara membayar biaya rumah sakit ini. Ini bukan rumah sakit yang murah. Biayanya pasti akan membengkak setelah Ibu dirawat selama berhari-hari.” Narsih memasang raut khawatir.“Coba kau pergi ke rumah dan pecahkan saja celengan Ibu. Mungkin itu bisa sedikMendengar nama Athalia, Mahesa mengernyitkan alisnya. Merasa tak percaya jika Athalia datang ke kantornya.“Untuk apa Athalia ingin bertemu denganku?” tanya Mahesa dalam hati.Tapi kemudian,Mahesa menyunggingkan sebelah ujung bibirnya, tersenyum culas.“Baiklah, suruh dia masuk ke ruang kerjaku!”“Baik, Tuan Mahesa.”Mahesa pun menutup sambungan telponnya dan kembali menaruh gagang telpon itu ke tempatnya.Setelahnya, Mahesa menautkan kedua tangannya di bawah dagu seraya mengulas senyum lebar.“Athalia, apa yang membuatmu ingin masuk ke kandang macan? Apa kau sudah merasa bosan hidup susah dan ingin melempar tubuhmu padaku?” gumam Mahesa dengan senyum puasnya.Tak berselang lama, pintu ruang kerjanya diketuk dari luar. Dan Mahesa sudah bisa menebak siapa yang datang.“Masuk!”Daun pintu itu pun terbuka perlahan, Mahesa menegakan duduknya, menanti seseorang yang ingin m
Berkali Yasna mencoba bertanya pada Athalia apa yang telah Mahesa lakukan hingga membuatnya menangis, tapi Athalia enggan menjawabnya.Athalia hanya menghapus air matanya dan meminta Yasna keluar dari kamarnya untuk membiarkannya istirahat.“Kakak lelah, tolong kau pergi ke kamarmu!” pinta Athalia, sembari mendorong pelan Yasna menuju pintu keluar.Yasna menggeleng tegas. “Tidak mau. Kakak harus mengatakannya dulu padaku! Kakak tidak akan mungkin menangis jika Tuan Mahesa tidak menyakiti hati Kakak.”Meskipun Yasna terus mendesaknya untuk menjawab, Athalia tetap menggelengkan kepala.“Tidak ada, Yasna. Dia tak mengatakan apa pun. Sudahlah, tidak usah khawatirkan Kakak. Cepatlah tidur! Besok kau harus berangkat sekolah!” setelah mengatakan itu, Athalia lantas menutup rapat pintu kamarnya di depan Yasna dan membuat Yasna menghembuskan napas pelan.Menatap pada pintu kamar kakaknya yang menutup, Yasna berdecak kesa
“Bayiku?” ulang Mahesa, makin mengerutkan keningnya.Yasna mengangguk tanpa ragu. “Ya, sayangnya kenyataannya begitu. Aku tidak suka kau membuat kakakku menangis. Dengar, Tuan Mahesa. Mungkin kau memiliki segalanya. Tapi kau tidak memiliki hati. Kak Athalia telah memberikan banyak cinta untukmu. Aku selalu menyayangkan kenapa dia masih saja memikirkanmu sementara kau sudah tak peduli padanya. Kau sama sekali tidak pantas untuk kakakku. Kak Athalia terlalu tulus untuk lelaki berengsek sepertimu!” Yasna berteriak, sementara Mahesa tiba-tiba memejamkan mata dengan tubuhnya yang mendadak sedikit limbung.Hampir saja Mahesa jatuh ke lantai andai dia tak segera bertumpu pada meja kerjanya.“Tuan Mahesa, mulai sekarang aku peringatkan padamu! Jangan pernah ganggu kakakku lagi! Biarkan dia hidup bahagia tanpamu! Jangan pernah membuat Kak Athalia menangis lagi!” Yasna seakan tak merasa takut pada Mahesa yang jelas umurnya saja beda ja
Bukan hal mudah untuk tetap bertahan mencintai seseorang yang kata-katanya kerap menyakiti hati.Athalia merenungi perasaannya. Bertanya pada dirinya sendiri. Lelahkah ia mengharapkan sosok Mahesa yang selalu melukai perasaannya?Duduk di kursi depan rumahnya, Athalia melamun sendirian, bertemankan oleh senyap yang setia mendekapnya.“Mahesa, apakah tidak tersisa sedikit pun kenangan tentang kita di dalam memorimu? Aku selalu menanti setiap detiknya, saat dimana kau ingat semuanya dan kembali padaku. Tapi sepertinya itu tak mungkin. Semakin aku bertahan, aku akan semakin merasa sakit. Apakah ini saatnya aku harus melupakanmu?” lirih Athalia yang tanpa sadar menitikan air mata.“Athalia.” mendengar suara maskulin seorang lelaki yang tak asing di telinga, segera Athalia mengusap pipinya yang basah dan mengangkat wajah untuk menoleh pada lelaki itu yang kini berdiri di sampingnya.“Dean?” pekik Athalia berdiri, entah ka
“Dirly, habiskan makananmu! Nanti Papamu bisa marah kalau kau tidak makan dengan benar,: perintah Damar pada Dirly yang duduk di meja makan bersamanya dan Rita.“Aku sudah kenyang, Kek.” Dirly mendorong piringnya dengan tangan. Lalu kembali menundukan wajahnya dengan murung.Sikap yang ditunjukkan oleh Dirly membuat Rita dan Damar menghela napas.Bahkan tadi Dirly hanya menyentuh sedikit makanannya.“Tidak, kau belum makan dengan benar. Kakek ingin melihatmu menghabiskan makanan ini. Dirly, kau tahu ‘kan kalau menyia-nyiakan makanan itu tidak baik. Jadi sekarang habiskanlah makananmu.” Rita kembali meletakan piring itu di depan Dirly, meminta Dirly untuk menghabiskannya.Namun, Dirly menggelengkan kepala. “Aku sudah kenyang, Nek. Aku tidak mau makan lagi.”Dirly turun dari kursinya dan hendak meninggalkan ruang makan itu. Akan tetapi langkahnya terhenti saat ia melihat siapa yang baru saja datang.
“Kau ingin bertemu dengan kakakku?” ulang Yasna, lalu ia tersenyum kecut. Kepalanya menggeleng tegas. Raut wajah Yasna menatap Mahesa dengan tatapan tak suka.“Kak Athalia tidak ada! Sebaiknya kau pulang saja dan berlindung di balik ketiak ayahmu. Kalian keluarga Anderson memang tak memiliki hati. Biarkan Kak Athalia hidup tenang dengan menjalani kehidupan barunya. Kau nikmati saja hidupmu sendiri dengan kekasihmu yang bernama Kiran itu. Jangan pernah mengganggu kakakku lagi!” Yasna mendorong dada Mahesa dengan kuat.Namun karena tubuh Mahesa yang tinggi kekar, tentu saja dorongan tangan mungil Yasna tak membuatnya mundur sedikit pun.Mahesa hanya merasa bersalah dan meresapi ucapan Yasna.“Aku minta maaf, Yasna. Sungguh, aku sangat menyesali apa yang telah kulakukan. Aku baru mengingat semuanya sekarang. Aku ingin siapa Athalia bagiku, aku ingat kau juga ingat Bu Narsih. Mohon berikan aku kesempatan untuk bertemu dengan kakakm
“Mungkin kau mudah datang dan kembali dengan kata maaf. Tapi tidak mudah bagiku melupakan setiap kata-katamu, Mahesa,” ucap Athalia.Mahesa yang matanya sudah memerah, kini hendak berjongkok dan meraih kedua tangan Athalia. Ia berlutut di depan Athalia.Athalia terkejut melihat Mahesa yang berlutut memohon maafnya. Tapi Dean hanya mendengkus masam sambil mengalihkan pandangan ke arah lain.“Aku janji akan memperbaiki semua kesalahnku, Athalia. Tolong jangan hukum aku seberat ini. Aku sangat berharap kau mau kembali padaku. Jika kau mau, pukul aku Athalia! Lakukan apa pun sesukamu padaku! Tapi tolong, berikan aku kesempatan kedua. Aku tidak mau pisah denganmu juga bayi kita.” Mahesa tak bisa menahan tangisnya, ia menenggelamkan wajah di punggung tangan Athalia.Sesaat Athalia memejamkan mata, menahan sesak yang berkumpul di dalam dada, tapi kemudian Athalia membuang napasnya kasar dan menarik tangannya dari genggaman Mahesa.“Tid
Untuk pertama kalinya Athalia datang ke makam Alma seorang diri.Bukan apa, Athalia ingin mengunjungi makam dari mendiang istri Dean yang katanya sangat mirip dengannya.Sembari melangkah pelan menyusuri makam, mata Athalia berpendar menatap pada sekelilingnya, lalu pusat perhatiannya tertuju pada sebuah makan di depan sana.Sebelum ini, Athalia pernah datang bersama dengan Dean ke makam Alma. Namun kali ini Athalia benar-benar datang sendirian.Ada begitu banyak yang ingin dia utarakan di depan makam Alma. Terutama isi hatinya.“Hai, Alma. Aku datang lagi, kali ini aku tak bersama suamimu.” Athalia berkata sembari berjongkok di samping makam Alma dan menaruh buket bunga di atas makam.“Entah mengapa aku ingin pergi berziarah ke makammu. Alma, Dean telah melamarku dan sebentar lagi kami akan menikah. Sebenarnya … ada banyak sekali sesuatu yang kupendam dalam hati dan tak bisa kuutarakan di depan Dean,” ucap At