Qiana masih tinggal selama beberapa saat di klub. Dia hanya duduk dengan cemberut di sebelah Ned sambil sesekali menanggapi kata-kata yang dilontarkan lelaki itu. Waktu beberapa orang mulai bermain kartu, Ned menawarinya bermain untuk lelaki itu.
“Kalau kau kalah, aku yang akan membayar. Kalau menang, kau boleh ambil uangnya.”“Aku tidak bisa bermain kartu. Aku mau mencari teman-temanku saja. Mereka harus membayar padaku....” Qiana tidak tertarik dengan tawaran Ned. Matanya terus mencari di antara hilir-mudik pengunjung. Sebelum pulang, dia harus mendapatkan uang yang mereka janjikan.Ned menarik punggungnya ke sandaran. Dari tadi gadis di sebelahnya ini selalu mengabaikannya. Berulangkali Ned mencoba membuat Qiana memperhatikannya, tapi cuma sekilas gadis itu menatapnya lalu fokusnya kembali pada hal lain.“Kau mengabaikan hal yang lebih besar untuk mendapatkan hal yang kecil?” Ned berujar sinis.“Eh?” Qiana menoleh pada Ned. Nada suara lelaki itu tidak enak di dengar. “Apa maksudmu?”“Berapa uang yang temanmu janjikan untukmu?” tanya Ned, kali ini dengan nada meremehkan.“”Bukan urusanmu....” Untuk apa dia menyebutkan nominalnya pada lelaki yang baru dikenalnya ini? Pasti dia akan meremehkan karena dari penampilannya saja Qiana bisa membaca deretan angka tak terhingga di kartunya.“Sebutkan saja dan aku akan menggantinya seratus kali lipat.” Ned meraih gelas berisi cairan memabukkan di meja, membuat Qiana kuatir jika lelaki itu akan mabuk karena minuman itu.“Lagipula mungkin temanmu sedang bercanda dan tidak benar-benar akan memberimu uangnya,” sambung Ned tanpa perasaan.Qiana sudah melalui sebuah lelucon paling memalukan malam ini dan biang keladi dari masalah ini justru kabur sebelum membayar, dia tentu tidak akan membiarkannya.Sementara lelaki aneh di sebelahnya sungguh tak berguna. Dia malah memanasi Qiana dengan kata-kata yang kejam.“Mereka akan membayarnya, aku jamin. Aku akan menagihnya. Kalau tidak malam ini, besok, lusa atau kapan saja, aku pasti akan menemukan mereka.” Qiana mengepalkan tangan halusnya dengan sorot mata berapi-api.“Jangan hiraukan mereka. Aku akan memberi berapa pun yang kau inginkan.” Ned mengembalikan gelas yang kosong ke meja. “Gadisku takkan merendahkan diri untuk uang yang tak seberapa.”Qiana menjadi bungkam oleh ucapan Ned yang sombong, yang menyatakan kepemilikannya pada Qiana.Mungkin memang sebaiknya Qiana menutup mulutnya. Sekarang ini dia harus mencari cara agar bisa cepat pergi dan terlepas segera dari Ned.“Aku harus ke kamar mandi,” ujar Qiana tiba-tiba sambil bangkit berdiri.Ned memejamkan matanya sejenak mendengar kata-kata gadis itu. Dia tidak yakin Qiana akan kembali meski benar-benar ke kamar mandi. Mungkin dari sana gadis ini akan langsung keluar klub dan pergi.Saat lelaki itu membuka mata beberapa detik kemudian dia berkata, “Pergilah.”Qiana hampir bersorak saat mendengar Ned mengatakan itu dengan berat. Laki-laki itu curiga tapi tak bisa menahannya pergi.Susah-payah Qiana berusaha melangkah dengan santai. Dia menyelinap di antara keramaian menuju ke kamar mandi. Ini bukan alasan semata, Qiana memang benar-benar ingin ke kamar mandi, tapi tentu saja dia takkan kembali.Begitu menyelesaikan urusannya, Qiana malah bertemu seorang teman yang datang bersamanya, Beatrice. Saat melihat gadis itu, Qiana menariknya ke sudut gelap klub.“Mana yang llain Dimana Shein” Qiana mendorong Beatrice ke tembok yang dingin.Beatrice tampak pucat begitu melihat Qiana. Apalagi waktu gadis itu mendorongnya dengan keras, dia menjadi ketakutan.Sebenarnya mereka baru berteman. Qiana mengenal Beatrice karena mereka sama-sama orang asing di kota ini. Mereka mahasiswi baru di universitas yang sama.“Aku tidak tahu. Begitu orang-orang bubar, kami memisahkan diri. Aku juga tidak begitu mengenal mereka.” Suara Beatrice terdengar mencicit.“Aku tidak percaya.” Qiana menggeleng, antara sedih dan marah.“Qiana, kau bisa mempercayaiku. Kita sama-sama asing dengan kota ini. Aku juga tidak kenal dengan orang yang dipanggil tuan Zavier itu. Aku tidak tahu kalau dia memiliki pengaruh yang besar di sini. Terlebih, aku juga tidak menyangka kalau dia adalah pemilik tempat ini....”“A... apa?!” Mata Qiana nyaris melompat keluar. “Di... dia yang memiliki tempat ini?”Qiana melepaskan tangannya yang tadi masih mencengkeram bahu Beatrice.Ini benar-benar kacau!Ned adalah pemilik tempat ini. Qiana pernah mendengar selentingan tentang seorang yang sangat ditakuti di ibukota. Tak ada nama yang jelas yang didengarnya, tapi dia mengingat satu hal, laki-laki itu adalah pemilik klub malam terbesar di sini.Qiana tidak tahu apakah dia bisa melepaskan diri dari jeratan Ned. Atau ini memang hanya drama satu malam yang akan segera berakhir begitu masing-masing dari mereka pergi meninggalkan tempat ini.“Lalu, mana uangnya? Uangku?” ujar Qiana teringat tiba-tiba.“Shein yang berjanji akan membayarmu. Aku tidak tahu apa-apa. Kau dengar sendiri dia bicara.” Beatrice menjelaskan.“Aku pikir saat kau bicara tentang pekerjaan, kau benar-benar tahu apa yang kau katakan. Untuk inilah aku datang ke sini. Kupikir aku bisa mendapatkan tambahan uang untuk ibuku.” Qiana kini menyesal menerima ajakan Beatrice ke klub.“Shein yang mengatakan kalau dia tahu sesuatu yang bisa dilakukan di sini untuk mendapatkan uang....”“Shein lagi, Shein lagi. Kau tidak bertanya apa pekerjaannya? Kenapa kau mendadak jadi idiot?” tukas Qiana marah. Sekarang dia menjadi korban kebodohan temannya sendiri.“Aku... aku lupa. Kupikir....”Dan Qiana membalikkan badan dengan kesal. Dia meninggalkan gadis temannya dan menuju pintu keluar. Dia sangat ingin pulang dan menenangkan pikiran di apartemen sempitnya. Lagipula ibunya akan bertanya-tanya alasan dia pulang selarut ini.Di luar, saat Qiana sampai di pinggir jalan raya menunggu taksi yang lewat, sebuah Maybach berhenti tepat di depannya.Seorang pria berpakaian rapi keluar dari pintu bagian pengemudi. Dia membuka pintu belakang sembari mengatakan sesuatu. “Nona Neilson, silakan masuk ke mobil. Saya akan mengantar Nona pulang.”Qiana tidak segera beranjak dari tempatnya berdiri, tapi sudut matanya melihat seseorang juga duduk di kursi penumpang belakang.“Tuan Zavier akan menemani Nona pulang....” Sang sopir seperti bisa membaca keraguan gadis di depannya. Dengan mengatakan keberadaan tuannya dia berharap gadis ini tidak akan menolak untuk diantar pulang.Namun sopir itu keliru. Qiana justru melangkah mundur dan bermaksud pergi dari sana begitu mendengar nama Ned disebutkan. Namun sebuah tangan yang kuat terulur dari dalam mobil menahan kepergian gadis itu. Wajah menawan tuan Zavier muncul dari sana. “Mau kemana? Bukankah sudah kubilang akan mengantarmu pulang? Masuk!” Nada memerintah itu begitu kuat dan sulit dilawan.Tadi Qiana berniat kabur setelah dari kamar mandi. Nyatanya lelaki ini seperti bisa membaca isi kep
Ned menghentikan langkahnya dan tiba-tiba berbalik. Dia sempat mendapati cibiran Qiana dan mengerutkan kening. Qiana yang tertangkap basah buru-buru mengalihkan pandangannya pada langit-langit ruangan.Ned melangkah mendekati Qiana, mendesak gadis itu hingga kakinya menyentuh pinggiran meja. Mata Ned menatap tepat pada sepasang manik indah di depannya. Kemudian tatapan itu jatuh pada bibir mungil di bawahnya.Sesaat Qiana sempat berpikir lelaki itu akan menciumnya. Dia menelan ludah dengan gugup dan bersiap mendorong bahu lebar itu.“Aku akan pergi ke luar negeri besok. Mungkin baru akan kembali seminggu kemudian. Jangan coba-coba melirik laki-laki lain apalagi selingkuh. Juga jangan coba-coba kabur dariku.” Ned memperingatkan di telinga gadis itu.Sejenak Qiana menjadi linglung. Selain suara yang menawan itu terdengar sangat dekat, itu juga di luar ekspektasinya. Dia merasa konyol sendiri.Ketika Ned melepaskannya dari posisi tak nyaman itu, Qiana sudah bisa menguasai dirinya.Ingin
Paginya Qiana terbangun dengan pikiran kosong. Dia kemudian merasa ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman lalu mencari-cari. Ternyata itu adalah tentang kejadian tadi malam dan seseorang yang bernama Ned. Gadis itu memejamkan mata berusaha mengusir rasa pusing dan mual yang datang tiba-tiba. Lalu teringat olehnya jika lelaki itu mengatakan akan pergi hari ini dan tidak akan kembali selama seminggu. Qiana kemudian sedikit merasa lega. Dia bangkit dari ranjang kecilnya dan pergi ke kamar mandi. Ibunya ternyata sudah bangun dan sedang menyiapkan sarapan sederhana."Qiana, ibu akan pergi menemui nenekmu hari ini untuk mengurus sesuatu," ujar wanita lembut itu saat Qiana sarapan.Qiana mengangkat wajah kecilnya. Ada perasaan cemas melintas di sana. "Ibu, kau tidak boleh bepergian terlalu jauh. Bagaimana kalau terjadi sesuatu, aku tidak akan bisa menanggungnya.""Ibu akan hati-hati. Lagipula kalau tidak sekarang kapan lagi. Ibu takut kalau suatu hari kesehatan ibu akan memburuk. Saat itu
Qiana yang sedang berbicara dengan Beatrice berpaling ke asal suara. Keduanya melihat tiga gadis itu berdiri dengan angkuhnya sambil memandang sinis pada Qiana. Meski tahu dia telah disindir dan tampaknya ketiga gadis itu sedang mencoba mencari masalah dengannya, Qiana tidak bermaksud melayaninya. Tanpa mengatakan apa pun dia menepi dan hendak melanjutkan langkahnya pada bagian jalan yang tidak terhalang. Beatrice mengikuti di belakang. Siapa pun di kampus mengenal ketiga gadis itu, para nona dari keluarga terpandang di kota Yardwel. Yang di tengah adalah Audie Cadmael. Ayahnya presdir Grup Star Seventh yang terkenal, Louis Cadmael. Sedangkan yang dua orang lagi adalah Diana Ackerley dan Callie Brett. Keduanya juga terlahir dari keluarga dengan status tinggi. Mereka bertiga selalu pergi bersama bahkan kuliah di jurusan yang sama. Sayangnya juga suka membuat keributan bersama-sama. Entah bagaimana tiba-tiba mereka tergerak untuk mengusik makhluk tak kasat mata di kampus seperti Qia
Setelah menyelesaikan jam kerjanya di Black Cafe, Qiana pulang sebentar ke rumah untuk berganti pakaian. Dia bisa berjalan kaki dari kafe ke apartemen dengan melintasi beberapa jalan kecil antar blok. Sesampai di apartemen, dia menemukan ibunya yang muram. Qiana merasa telah terjadi sesuatu yang buruk."Ibu, kau sudah pulang? Bagaimana? Apa nenek menyakitimu lagi?" Qiana meletakkan tasnya dan berjalan mendekati ibunya yang tengah melamun di sofa. Dia memeriksa. Terakhir ibunya ke sana, wanita itu kembali dengan memar di lengan. Entah apa yang sudah nenek itu lakukan pada ibunya.Seharusnya Qiana tidak membiarkan ibunya pergi. Setidaknya dia harus menemani."Ibu tidak apa-apa." Ibunya menyahut sambil memaksa tersenyum. "Tapi nenek memang tidak berniat mengembalikan warisan yang ditinggalkan kakek pada ibu. Harusnya ibu memang tidak boleh berharap banyak." Qiana duduk di samping ibunya sambil memeluk. "Sudahlah, Bu. Kita akan baik-baik saja tanpa warisan dari kakek. Kita akan memiliki u
Qiana mengerjapkan matanya dengan bingung. Selama beberapa detik dia masih tidak mengerti dengan maksud perkataan si lelaki. Kemudian dia teringat sesuatu. "O, apa saya begitu terkenal? Maksud Tuan, orang yang akan mengamuk itu adalah tuan Zavier?" Itu terdengar sangat lucu di telinga Qiana. Kini dia tertawa, membuat wajah kecilnya menjadi makin menawan. Sepertinya yang dikatakan orang itu mungkin benar, tuan Zavier akan mengamuk saat Qiana menolak mengakuinya sebagai kekasih. Entah kenapa, Qiana merasa lucu.Lelaki di depannya terpana sesaat. Bukan saja karena gadis itu menertawakan perkataannya tentang tuan Zavier tanpa merasa takut, tapi juga karena terpesona dengan raut indah di depannya yang menjadi makin menarik."Bukankah Nona adalah kekasih tuan Zavier yang baru. Kudengar tadi malam kalian membuat kehebohan di klub."Untunglah pengunjung minimarket sedang sepi hingga Qiana tidak perlu mendesak lelaki itu untuk segera berlalu dari hadapannya."Lalu, kenapa Tuan masih berniat m
Di sebuah ruangan besar dengan meja persegi di tengahnya, Ned Zavier duduk di ujung meja. Dua orang lelaki bertubuh tinggi besar berdiri dengan berjarak di belakangnya. Sementara di ujung meja yang berlawanan seorang lelaki yang usianya terpaut lima tahun lebih tua, John Maxi terlihat mulai terintimidasi oleh Ned."Kau membuat masalah dengan pengiriman sebelumnya, John. Bagaimana aku bisa mempercayaimu kali ini. Kepolisian negara bagian mulai mencurigai kami karena ulahmu. Tidakkah kamu bisa jelaskan padaku? Apa maksudmu dengan menyembunyikan para wanita di antara barang-barang yang kami kirim?" Ned datang sendiri kali ini ke negara ini. Bukan karena tak percaya pada orang-orangnya di sini tapi karena dia ingin berhadapan langsung dengan salah satu pelanggan yang pernah mencuranginya. Dia tak pernah mentolerir penipu kecil seperti John."Tuan Zavier, itu sebuah kesalahan. Beberapa orang anak buahku menjadi serakah dan menyusupkan mereka ke perbatasan." John beralasan. Dia mulai terli
Sesaat keheningan memenuhi ruangan besar itu. Tiga orang yang yang telah menjadi mayat tergeletak di lantai dalam genangan darah. "Kalian urus mereka. Aku akan pulang hari ini." Ned bangkit dari duduknya dan berjalan keluar ruangan. Saat melewati mayat John, dia hanya melirik sekilas dengan tatapan dingin kemudian melanjutkan langkah.Sementara beberapa penembak jitu yang berada di lantai atas masih berdiri di tempatnya. Mereka baru saja membereskan ketiga pelanggan yang membuat masalah. Tuan Zavier tidak pernah mengampuni orang-orang yang mencoba bermain-main dengannya. "Bagaimana kabar gadisku?" tanya Ned waktu sudah dalam perjalanan menuju bandara."Ibu Nona Neilson sekarang berada di rumah sakit Rosemary. Bukan rumah sakit yang bagus. Sepertinya nona Neilson kekurangan uang akhir-akhir ini." Nick yang duduk di sebelah sopir menjelaskan singkat. Dia memiliki semua informasinya secara terperinci tapi tak mengatakannya langsung. Ada dokumen yan