Floryn mengusap permukaan topeng yang lembut dan berbulu, topeng itu terlihat cantik dan indah, sama dengan gaun yang kini tengah dia kenakan.Sekali lagi Floryn melihat penampilannya di cermin, dia terlihat berbeda dengan polesan make up.Cukup lama dia terdiam, memandangi dirinya sendiri dengan lekat. Ragu-ragu Floryn mengusap wajahnya, mata indahnya berkacap-kaca, gemetar perih terdesak oleh kesedihan yang membuatnya bisa menangis kapanpun.“Cantik,” suara Floryn menggantung di udara, “sama persis seperti wajah ibu,” lirihnya terdengar menyakitkan.Floryn menarik napasnya dengan sesak, terbayang wajah ibunya dalam ingatan. Tidak ada satupun potret yang dia miliki tentang ibunya, setiap kali merindukannya, dia hanya bisa bergumul dengan tangisan dan kenangan yang samar-samar masih teringat.Dengan berat hati Floryn mengambil topeng cantik itu dan segera mengenakannya.Sepasang bola matanya yang berwarna safier terlihat mencolok bersama dengan lipstick merah yang membingkai bentuk bi
“Jika aku bermain-main, aku tidak mungkin datang ke tempat sialan ini untuk yang kedua kalinya!”Alfred mengusap wajahnya dengan kasar, ada kelegaan yang mengalir didalam hatinya saat dia menyerah dan berhenti menyangkal dengan perasaannya sendiri. Alfred membuang napasnya dengan kasar dan kembali melihat Floryn memucat kaget. Diraihnya tangan mungil Floryn dan menempatkannya di dada.“Bisakah kau merasakannya?” bisik Alfred dengan serius. “Tidak pernah sekalipun dalam hatiku, aku dihinggapi perasaan asing seperti, kau harus bertanggung jawab.” Napas Floryn tertahan didada, merasakan degup jantung Alfred yang memacu cepat tidak beraturan.Floryn masih tidak mengerti dengan situasi yang dialaminya saat ini, semuanya terlalu mendadak dan diluar logikanya. Begitu kesadarannya telah kembali, Floryn memberanikan diri mendorong dada Alfred agar pria itu mundur beberapa langkah, tanpa memberikan jawaban apapun gadis itu segera berlari pergi meninggalkan Alfred seorang diri. ‘Aku pasti
“Apa yang Ibu lakukan? Kenapa tiba-tiba menamparku?” teriak Rachel marah, dia tidak terima dengan sikap kasar ibunya seakan Rachel telah membuat sebuah kesalahan yang sangat besar. “Dulu, aku menjadi pelacur karena aku miskin dan ingin bertahan hidup! Aku menyekolahkanmu setinggi mungkin, kau tidak pernah hidup dalam kekurangan dan kau bekerja di perusahaan mentereng, namun apa yang kau lakukan sekarang? Kau mau menjadi pelacur juga?” desis Issabel berusaha keras untuk tetap berdiri tegak dan mengontrol amarahnya.“Aku bukan pelacur!” bela Rachel marah.Rahang Issabel mengetat, wanita itu mendekat dan menunjuk wajah Rachel tepat didepan matanya. “Hanya pelacur yang menjual kewanitaannya untuk mendapatkan uang. Kau juga melakukan hal itu kan?” Wajah Rachel memerah menahan amarah, dia tersinggung dengan kata-kata ibunya disatu sisi dia tidak dapat membela diri karena ucapan Issabel benar. “Sekarang aku sudah dewasa dan aku berhak memilih jalanku, sebaiknya ibu jangan ikut campur.”“Ji
Bak petir disiang bolong, Issabel terhuyung mundur kehilangan tenaga di kakinya. Betapa sakitnya mendengar ucapan menjijikan yang begitu tenang terucap dari mulut Rachel.Issabel tahu dia bukan seorang ibu yang baik, namun apapun selalu dia lakukan untuk bisa memberikan yang terbaik untuk Rachel agar dia bisa mendapatkan kehidupan yang layak dan tidak kekurangan kasih sayang.Tidak pernah terpikir oleh Issabel jika ternyata Rachel jauh lebih buruk dari dirinya, Issabel telah salah menilai putrinya.Rachel telah berubah terlalu banyak.Issabel menarik napasnya dalam-dalam, wanita itu berusaha menegakan tubuhnya dan tidak terpengaruh oleh ancaman Rachel. Issabel harus bertindak tegas agar putrinya tidak semakin tidak tahu diri.“Silahkan saja jika kau berani, jika perlu kita kita sama-sama hancur,” jawab Issabel dengan suara yang sedikit bergetar, “dalam waktu satu jam kau tidak ada di rumah dengan semua barang-barangmu dan menyerahkan SHMSRS apartementmu, aku akan menganggap kau bukan
“Penampilanmu cukup menarik, aku senang kau memiliki kepercayaan diri yang bagus,” komentar Samantha menyambut kedatangan Floryn yang kembali ke belakang panggung, membiarkan penari lain mengisi panggung.Floryn tersenyum sambil mengusap-ngusap telapak tangannya yang berkeringat dingin pada gaun.Pertunjukan pertamanya tidaklah begitu sulit meski Floryn masih membutuhkan banyak pelatihan lagi. Floryn menikmati pekerjaannya hanya kurang dari dua menit, segala kesenangannya berubah menjadi tekanan ketika dia menyadari jika Alfred Morgan ada di salah satu penonton yang tengah melhat pertunjukannya.Pria itu berdiri hingga akhir pertunjukannya.Sebisa mungkin Floryn tidak melihat kearahnya, berpura-pura tidak tahu, meski dia bisa merasakan eksistensinya yang begitu kuat seperti setangkai gardenia.“Untuk malam ini, pertunjukanmu hanya itu saja. Aku perlu tahu respon pelangganku terlebih dahulu,” suara serak Samantha menarik Floryn dari lamunan kecilnya.“Apa itu artinya saya sudah boleh p
“Aku pulang.” Suara Rachel yang lesu dan tidak bersemangat terdengar.Dengan tergesa Emier pergi ke lantai satu, menyambut kedatangan Rachel dan membantunya membawa masuk salah satu koper, menunjukan sebuah perhatian, kasih sayang tidak pernah henti Emier curahkan kepada Rachel, putri kebanggaannya yang memiliki karier mentereng dan berhati baik.Tidak sia-sia Emier menyekolahkan Rachel di sekolah bergengsi hingga perguruan tinggi, ternyata Rachel menjadi penyelamatnya tepat ketika dia sedang berada dalam masa-masa yang sulit karena keborosan Issabel yang memiliki gaya hidup hedon demi dipandang terhormat oleh orang lain.Meskipun begitu, Emier harus memastikannya sekali lagi, dia tidak ingin merusak harta milik putrinya yang selama ini susah payah Rachel perjuangkan, meski pada awalnya Emier jugalah yang membayar jaminan uang dimuka apartement itu. “Kenapa kau tidak memberi kabar apapun kepada ayah?” tanya Emier dengan senyuman sedih bercampur haru.Rachel yang tidak mengetahui situ
Setelah beberapa kali sempat tersesat karena lupa jalan, akhirnya kini Floryn bisa sampai ke tempat tinggalnya yang lama.Seperti apa yang Floryn harapkan, rumah dinas Emier yang lama tampaknya tidak ditinggali oleh siapapun.Rumah yang pernah menjadi saksi bisu atas kematian Abra dan kehancuran hidup Floryn, kini keadaannya terbengkalai tidak terawat.Rumah itu rimbun ditumbuhi oleh ilalang dan rumput liar lainnya yang mulai merambat sampai teras. Pepohonan yang tumbuh tinggi meninggalkan daun-daunnya diatas tanah, hanya ada beberapa lampu yang masih menyala menerangi rumah.Dibawah kegelapan malam yang sunyi sepi, Floryn berdiri didepan pagar berkarat.Floryn menelan salivanya dengan kesulitan, suara napasnya yang kasar tidak beraturan terdengar, sepasang matanya yang cerah sedikit berkilauan digenangi oleh air mata yang bisa terjatuh kapan saja.Floryn pikir, dia akan kuat dan memiliki cukup banyak keberanian memasuki rumah itu tanpa tenggelam dalam kesedihan dan trauma yang begitu
Kata-kata kejam yang menohok hati menghancurkan segenggam harapan yang Floryn bangun. Floryn pikir, Emier enggan menemuinya dalam beberapa hari ini karena dia sedang berduka atas kepergian Abra, namun ternyata Emier berpikiran hal yang sama dengan orang lain, menganggap Floryn seorang pembunuh.Floryn menggeleng tidak membenarkan tuduhan ayahnya, dengan lemah tubuhnya terjatuh di lantai tepat dihadapan kaki Emier. Floryn terisak putus asa, sulit untuk menjelaskan seberapa menakutkannya situasi yang telah dia lalui beberapa hari terakhir ini.Dunianya berubah begitu gelap menghadapi kenyataan bahwa Emier yang dia harapkan akan menjadi perlindungan terakhirnya, justru Emier berpikiran hal yang seperti orang lain. Lantas kepada siapa kini Floryn harus mengadu?“Itu tidak benar, aku tidak membunuh. Aku mohon percayalah padaku sedikit saja, aku tidak mungkin melakukan tindakan sekeji itu,” mohon Floryn dengan napas tersenggal.Dagu Emier terangkat angkuh tidak sudi melihat Floryn yang me