Share

Ratih Mulai Depresi

Panas terik dan pemandangan yang mengejutkan membuat Ratih merasakan kepalanya seperti ingin meledak begitu saja. Dia begitu kaget melihat semuanya.

Bagaimana tidak suaminya sendiri sedang menggandeng perempuan lain dengan mesra. Suami Agus bahkan terlihat sangat akrab dengan perempuan tersebut sampai membawakan tasnya.

Ratih yang termakan emosi langsung menghampiri Agus dan perempuan tersebut tanpa melihat tampilannya yang kucel dan begitu tidak menarik. Dia bahkan mengabaikan apapun.

Ratih memasuki Cafe tempat Agus dan perempuan tadi. Dia tanpa basa basi langsung menghampiri mereka berdua yang sedang seru-serunya mengobrol dengan nyaman.

"Tega ya Mas Agus begini di belakang aku! "

"Tega Masss.. "

Ratih melotot di belakang punggung Agus. Semua sorot mata tertuju kepadanya.

"Apa-apan kamu Ratih! " Agus begitu marah dan beranjak dari duduknya.

Perempuan di hadapan Agus terlihat tenang dan sibuk memakan nasi gorengnya.

Agus yang ikut tersulut emosi langsung melayangkan tangannya dan berhasil mendarat di pipi Ratih.

Tangis membuat Ratih tersedak lukanya sendiri. Dia bisa melihat kemenangan dari perempuan yang duduk tenang. Tepat ketika Ratih tidak ingin menyerah dan akan menyerang perempuan tersebut. Agus langsung mendorong tubuhnya dengan kuat.

Hal ini langsung mengagetkan Ratih yang ternyata hanya halusinasi dia semata. Saat melihat seorang pria memasuki Cafe di depannya bersama. perempuan muda yang sangat cantik dan seksi.

"Astaghfirullah YaAllah... " Dia menepuk kepalanya sendiri untuk menyadarkan gelisahnya.

"Sadarlah Ratih. "

Tidak menutup kemungkinan ada rasa cemas yang membuat Ratih seperti ini. Kebahagiaan yang dia alami sekarang seolah pondasinya mulai kendur dan bergoyang.

Setelah kembali ke dunia realitas, dia langsung kembali ke rumah untuk menyiapkan makanan. Ratih terlebih dahulu mandi sebentar. Bahkan tidak sempat keramas dan hanya menggosok badannya dengan sabun batangan.

Dia langsung sibuk menyiapkan makan siang dan membersihkan rumah. Dia juga tak lupa menyiapkan jus detoks kesukaan mertuanya. Ratih melakukan semuanya dehgan secepat mungkin yang dia bisa.

Tidak lama mertuanya sudah bangun. Dia langsung memanggil Ratih dengan nada yang sangat tinggi. Tentu saja hal ini biasa Ratih alami tetapi tetap saja menganggu kehidupannya.

"Ratiiiiih.... " Suara melengking Mertua Ratih menggema.

"Iyaaa Maaaa... " Ratih cepat berlari ke sumber suara.

Ternyata Ratih lupa menyiapkan air hangat untuk Mertuanya tersebut mandi, padahal tinggal menyalakan kran dan menunggu bak terisi. Tetapi hal sekecil itupun harus Ratih yang melakukannya.

Seharian itu hanya karena Ratih lupa ibu Mertuanya selalu saja menyalah-nyalahkan Ratih yang tidak becus dan sangat tidak kompeten. Baginya Ratih hanyalah anak desa yang tidak punya skill apapun selain mengandalkan uang anaknya.

Ratih hanya bisa menelan pil pahit itu dengan air mata dan tangis diam-diamnya yang senyap. Meskipun dia sangat terluka dengan kata-kata Mertuanya Ratih tetap menyiapkan semua kebutuhan Mertuanya dengan tulus.

Mertua Ratih masih saja mengomel saat Ratih meninggalkannya untuk menjemput anak-anaknya yang akan segera pulang. Di perjalanan Ratih mendapatkan pesan dari Tasya untuk ditunggu agak jauh dari Sekolah. Tentu saja Tasya malu penampilan Mamanya di lihat oleh teman-temannya. Fikir Ratih tentang anak sulungnya tersebut saat ini.

Dia tidak punya pilihan lain selain mengiyakan perintah anaknya tersebut. Setelah menjemput Arman anak bungsunya. Ratih langsung menuju sekolahan Tasya dan mengirimkan pesan posisinya berada.

Tidak lama Tasya datang dengan muka di tekuk sempurna. Ratih tidak habis fikir mengapa anak sulungnya tersebut sangat enggan dengan ibunya. Ratih hanya bisa diam-diam meneteskan air mata tanpa terlihat.

"Mau makan dulu ga anak-anak? " Tanya Ratih ingin mencairkan suasana hati Tasya yang terlihat tidak senang.

"Langsung pulang aja Ma.. " Jawab Tasya ketus tidak bersemangat. Raut wajah Tasya begitu sedih dan seperti menyembunyikan sesuatu.

Sepanjang perjalanan Ratih tidak habisnya bercerita banyak hal. Arman mendengarkan semua cerita Ratih dengan antusias. Berbeda dengan Tasya yang tiba-tiba berteriak membentak Ratih.

"Stop Maaaa... "

"Mama tau gak, Mama sadar gak sih, Mama itu ga menarik sama sekali. "

"Udah berenti bodoh Maaaa.. "

Tanpa alasan jelas, Tasya membentak Ratih dengan keras dan penuh emosi.

Ratih yang sedari tadi menahan rasa sabarnya langsung ikut meledak dan menepikan mobilnya.

"Kamu tau ga nak, Mama capek! "

"Mama capek bangettt!!! " Ratih dengan tangisnya membentak putrinya tersebut yang berhasil membuat Tasya diam. Bahkan yang sedari tadi diam kini ikut menangis.

"Kalau kamu malu punya Mama kayak Mama. "

"Udah kamu anggap Mama udah mati aja! " Ratih penuh ketegasan membentak anaknya tersebut. Emosi yang terpendam dari tadi menjadi beban dan membuatnya tidak terkontrol.

Ratih lalu melajukan mobilnya dengan lebih cepat. Hampir saja dia menabrak penyebrang jalan hari itu. Tetapi dia tetap saja mengabaikan apapun.

Sesampainya dirumah Tasya langsung turun dari mobil tanpa mengucapakan sepatah kata pun. Dia keluar dengan membanting pintu dan berlari langsung ke kamarnya. Dia juga mengabaikan panggilan neneknya.

Ratih menggendong Arman masuk ke Rumah. Menatap lurus dan kosong kearah Mertuanya yang kali ini berdecak pinggang lagi dengan mata tajam tidak menyenangkannya.

"Kamu apain cucu aku? "

"Haaaaa... " Bentak mertuanya sekali lagi.

"Dia anak aku Maaa, mau aku bentak, mau aku pukul, mau aku apain. Semuanya terserah aku.!

" Mama ga perlu ikut campur urusan anak-anakku ! " Ratih menyelesaikan ucapannya dengan bergerak pergi ke kamar Arman mengabaikan kritikan dan ocehan tidak berkesudahan dari Mertuanya tersebut.

Ratih membereskan barang-barang anak bungsunya, mengganti pakaiannya dan juga membantunya untuk tidur siang. Kemudian Ratih kembali ke kamarnya. Lagi-lagi sorot mata mertuanya menyala mengikuti langkah kaki Ratih.

Mertuanya tersebut bahkan tidak segan-segan menghubungi Agus untuk memberitahu kejadian hari ini yang dilakukan oleh Ratih. Ratih yang tidak mau ambil pusing hanya mengabaikan semuanya. Lalu masuk ke kamarnya.

Ratih lelah dengan semuanya. Dia kemudian menghubungi sahabat baiknya yaitu Naila. Naila adalah satu-satunya sahabat yang dia miliki saat ini. Karena satu orang sahabatnya lagi melanjutkan studinya di Negeri Tirai Bambu.

Ratih menelepon Naila yang kebetulan saat itu sedang istirahat kerja.

"Ada apa Ratih, tumben nelepon tiba-tiba tanpa ngechat? " Ucap Naila di sebrang sana.

"Kamu ada waktu ga Nai? "

"Kenapa sih Ratih Widya Ningrum. To the point kali ah. "

"Aku lagi sedih Nai. " Ucap Ratih sesegukan bersedih.

"Kamu jangan bikin khawatir! "

"Aku lagi di luar kota. "

"Sore aku balik langsung jemput kamu! " Ucap Naila memenangkan Ratih.

Naila adalah seorang pengawas lapangan karena dia merupakan seorang Arsitek jadi pekerjaannya mewajibkan dia untuk menghabiskan waktunya dari satu proyek ke proyek lainnya.

Meskipun begitu setiap kali Ratih kesusahan dirumah atau ingin menghabiskan waktu dengan quality time Naila akan datang sigap menolong kesepian Ratih. Dia satu-satunya orang terdekat Ratih saat ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status