Cahaya matahari mulai menyentuh kelopak mata Chava yang masih tertutup, membuat Chava merasa terusik akan hal itu. Perlahan Chava membuka kelopak matanya secara perlahan, mata indahnya itu kini menatap satu persatu benda yang ada di ruangan. Dahi Chava mengeryit, saat merasakan kepalanya seperti di tusuk – tusuk oleh jarum dan Chava juga merasa bumi benar – benar sedang berputar. Gara – gara dia yang minum minuman yang beralkohol terlalu banyak, efeknya dia rasakan sekarang. “Aduh, pusing!” Keluhnya kini. Chava membalikan badannya, berniat mencari posisi yang nyaman untuk sedikit menghilangkan rasa pusingnya. Ketika berbalik, mata Chava terbuka lebar, saat melihat Alvian yang kini sedang terlelap di sampingnya. Chava juga baru menyadari jika tangan Alvian sedari tadi memeluk perutnya. Rasanya Chava sangat sulit untuk tidak memandangi wajah Alvian yang tampan ketika sedang tertidur. Rutinitas baru Chava setelah menikah, ketika dia bangun, dia akan memandangi Alvian tidak peduli si
Chava tersenyum diam – diam melihat Alvian yang kini masih tidak menyadari kehadiran Chava di ruangan kerjanya. Chava sengaja datang ke kantor milik Alvian, tanpa memberitahunya. Tujuan dia melakukan itu untuk mengejutkan Alvian.Selain itu, dia ingin melihat Alvian yang sedang bekerja di kantor, karena jujur saja Chava sudah bosan jika melihat Alvian sibuk terus – menerus mengerjakan kerjaan di rumah. Setidaknya ada suasana baru menyaksikan Alvian yang bekerja.“Sibuk banget keliatannya?” Chava membuka mulutnya untuk menyadarkan Alvian.Alvian yang pandangannya hampir berjam – jam tertuju pada layar Komputer yang tertera pada meja kerja, kini mengalihkan pandangannya.Dahi yang sedari tadi mengeryit, sudut bibir yang menurun ke bawah, kini di gantikan dengan mata yang membulat serta senyum yang mulai mengembang pada bibirnya.“Loh? Chava, Hai.” Sapa Alvian yang sama sekali tidak melunturkan senyumnya, seakan melihat Chava seperti melihat berlian yang mahal. Bahkan kini Alvian berdiri
“Abang, kok gitu sih? Udah sekalian aja Mario makan sama kita. Jangan pelit gitu ah!” Ujar Chava meminta penjelasan pada Alvian.“Ca, aku udah bilang, Mario akan makan di luar, enggak bisa bareng kita.” Jawab Alvian yang masih tidak mau Mario makan bersama dengannya.Sedangkan Mario hanya menunduk, apalagi Alvian sedari tadi memandanginya dengan tatapan yang sinis, seperti sedang melihat musuh.“Abang … ““Aku bilang enggak, ya enggak, Ca.” Tolak Alvian lagi dan lagi.Dahi Chava mengeryit, merasa aneh dengan jawaban Alvian yang terus menerus menolak makan bersama Mario. Padahal Mario adalah adiknya.“Aduh, Ca, Aku lupa. Aku udah ada janji mau makan siang bareng teman aku.” Sela Mario di tengah perdebatan Alvian dan Chava.“Ah masa sih?” Tanya Chava yang tidak percaya karena Mario tiba – tiba berubah pikiran.“Iya, haha. Lupa aku. Sorry ya, Aku mau makan di luar sama teman ku.” Ucap Mario dengan tawanya.“Pergi sana.” Usir Alvian yang tidak sabar melihat Mario untuk pergi dari hadapann
Di perjalanan pulang, Alvian mampir ke Toko Kue yang biasanya Chava suka kunjungi. Dia ingin membeli Kue Red velvet yang sangat Chava sukai. Anggap saja ini adalah hadiah untuk Chava yang sudah membawakan Alvian makan siang tadi.Senyum Alvian mengembang saat melihat Kue Red velvet itu, otaknya jadi membayangkan bagaimana reaksi Chava nanti? Istrinya itu pasti akan melompat – lompat kegirangan dengan teriakan yang menandakan kegembiraan.“Ada yang bisa saya bantu, Pak?”Alvian mendongakan kepalanya, dia melihat seorang pelayan yang kini sedang tersenyum padanya.“Iya, Mbak. Saya mau pesan Cake Red velvet satu, di take away ya.” Ucap Alvian kepada pelayan perempuan itu.“Baik,Pak. Atas nama siapa?” Jawab pelayan itu dengan ramah.“Alvian.”“Baik, Pak. Biar saya ulangi pesanannya ya, satu Cake Red velvet di take away atas nama Alvian. Totalnya menjadi dua ratus lima puluh ribu.” Jelas sang pelayan.Alvian mengambil dompetnya dan mengeluarkan uang sejumlah yang di sebutkan pelayan itu. K
Alvian baru saja memasuki rumah, namun matanya kini membulat, tatkala melihat pemandangan di depannya. Alvian meneguk salivanya, badannya bahkan mulai memanas, disana ada Chava yang sedang bersender di tembok.Hal yang membuat kewarasan Alvian menghilang itu karena Chava memakai cardigan tipis yang memperlihatkan lekukan tubuh miliknya. Tak hanya itu, Chava bahkan memakai riasan yang tidak terlalu tebal.Bibirnya yang indah kini Chava poleskan perona bibir yang berwarna merah, hal itu memicu Alvian yang sangat ingin menggigit bibir itu.“Selamat datang, Suami ku.” Sambut Chava dengan nada bicara yang terdengar bersemangat.Sedangkan Alvian yang disambut, masih terdiam seperti patung. Dia benar – benar sudah terhipnotis oleh Chava.Chava menyeringai, dia kini berjalan dengan langkah yang menggoda Alvian. Bahkan rambutnya yang tergerai indah, dia kibaskan.“Hai, Suami? Kenapa malah bengong?” Tanya Chava yang kini berada di hadapan Alvian.Alvian merasa otaknya sangat kosong, hingga sang
Suasana hati Alvian tidak sama seperti pagi tadi saat dia sudah berada di kantornya. Apalagi melihat Mario yang wajahnya tidak memperlihatkan kecerahan sedikit pun. Biasanya adiknya itu selalu ceria dan riang di setiap harinya, diberi tugas yang banyak pun Mario masih ceria.Namun berbeda untuk hari ini. Dapat Alvian simpulkan, muka Mario cemberut seperti itu karena kehadiran Aluna di kantornya.“Coba kamu jelasin, kenapa ada perempuan itu disini?” Tanya Mario dengan tatapan yang sinis.“Singkatnya, dia korban kdrt. Dia kabur dari USA dan butuh pekerjaan.” Jelas Alvian dengan singkat.Mario yang mendengar penjelasan kakaknya itu, hanya memutar bola matanya. Bukan itu yang mau Mario dengar, penjelasan yang singkat.“Kamu percaya dia korban kdrt?” Mario bertanya lagi. Sungguh Mario tidak punya lagi kepercayaan pada mantan pacar kakaknya itu.“Sedikit percaya. Meski begitu, dia butuh kerjaan, demi kebutuhan anak – anaknya.” Jawab Alvian.Mario tersenyum remeh. Kakaknya itu terlihat dingi
Chava memandangi Alvian yang kini sedang mengendong anak kecil, di payungi oleh perempuan yang sangat Chava tidak sukai, yaitu Aluna. Meski raut wajah Alvian terlihat datar, tapi mereka tetap saja terlihat seperti satu keluarga.Hati Chava yang sedari kemarin terasa perih kini berubah menjadi sangat terluka, apalagi melihat pemandangan yang ada di depannya itu. Istri mana yang tidak sakit saat melihat suaminya bersama mantan kekasihnya?Demi menahan rasa sakitnya, jari jemari Chava kini terkepal sangat kuat. Kini mereka benar – benar ada di hadapan Chava. Bahkan mata suaminya itu terlihat terbuka lebar.“Ca … “ lirih Alvian di tengah keterkejutannya.Chava tidak merespon Alvian, dia hanya diam memandangi mereka, tentu dengan mata yang memerah dan tatapan sangat tajam.“Hai, Chava. Udah lama kita enggak bertemu. Apa kabar?” Tanya Aluna, yang reaksinya sangat berbeda dengan Alvian.Sungguh Chava semakin tidak suka mendengar suara ini lagi. Aluna menyapa dirinya seperti Aluna tidak punya
Alvian meremas rambutnya, dia merasa bingung dengan dirinya sendiri. Kenapa dia bisa berpikiran seperti itu? Padahal Alvian mengenal Chava, bukan hanya satu atau dua tahun.“Maafin aku, Ca. Aku salah. Kamu enggak jahat, Ca. Kamu baik, aku minta maaf … “ Lirih Alvian.“Kamu tahu? kamu yang seperti ini tuh bikin aku sakit, Bang. Kamu bohongi aku. Itu artinya kamu enggak percaya sama aku.” Rintih Chava.“In this relantionship, hanya aku yang cinta sama kamu. Hanya aku yang terbuka sama kamu dan hanya aku yang percaya sama kamu. Untuk apa menikah, kalau kamu enggak bisa lakuin apa yang aku lakuin?” Lanjut Chava, yang benar – benar kecewa pada Alvian.Alvian tidak bisa menahan lagi air matanya, dia biarkan air itu turun ke pipinya. Mendengar Chava yang berbicara seperti itu, menarik kesadaran Alvian bahwa yang selama ini berusaha dalam pernikahan ini, hanya Chava.“Do you love me, Alvian?” Pertanyaan itu kini keluar dari mulut Chava. Pertanyaan yang selama ini dia tahan – tahan untuk tidak