Share

Identitas Tersembunyi

Pria jangkung berparas tampan yang terlihat rapi mengenakan jas warna hitam serta celana kain dengan warna senada itu kini berada tepat di antara Rion dan Kenzie.

Mata sipit Rion melebar ketika pandangannya terfokus pada pria dengan gaya kasual dan terlihat begitu elegan.

"Tu-tuan Muda?" Pemuda itu berdiri dari bangku dan menjawab dengan terbata saat menyadari ternyata Owen yang menghampirinya.

Owen yang sedang berdiri tegak itu mengernyitkan dahi. Dia begitu bingung dengan ucapan adik tirinya tersebut.

'Sejak kapan Rion memanggilku dengan sebutan Tuan muda?' Owen berucap di dalam hatinya.

"Ada apa Tuan Muda kemari?" sambung Rion sambil mengedipkan matanya dengan cepat. Pria culun itu memang ingin merahasiakan jati dirinya di depan Kenzie, untung saja Owen mengerti.

"Ayahmu sakit dan sedang dirawat, dia memintaku untuk menjemput kamu," ujar Owen yang berusaha mengimbangi sandiwara Rion. Namun, tampaknya akting mereka sedikit gagal.

Kenzie akhirnya ikut berdiri, lalu dia menyenggol lengan Rion. Perlahan, gadis itu bergeser lebih dekat lagi pada Rion. "Sejak kapan ayahmu hidup lagi? Bukankah kamu pernah bilang kalau Ayah dan ibumu itu sudah meninggal?" bisik Kenzie yang membuat Rion mengusap tengkuknya.

Owen yang sepertinya mengerti keadaan tersebut, akhirnya cepat-cepat mengalihkan pembicaraan.

"Boleh saya bicara berdua dengan Rion di mobil?" ucap Owen yang dijawab anggukkan oleh Kenzie.

Rion mengikuti Owen masuk ke Mercy dan duduk berdampingan.

"Kenapa Kakak malah bilang Papa sakit, sih?" keluh Rion ketika mereka sudah duduk di bangku belakang mobil.

"Mana aku tau kalau kamu sudah cerita tentang Papa dan mamamu."

"Ahhh ... sudahlah! Sekarang ceritakan apa yang mau Kakak sampaikan? Sebentar lagi aku ada kelas. Mengenai si Enzie biar aku pikirkan nanti kalau dia bertanya," ucap Rion sambil menggaruk kepala yang sesungguhnya tidak gatal.

Owen akhirnya menceritakan maksud kedatangannya ke kampus Rion karena ingin mengabarkan kalau Opa Frederic-lah yang dirawat di rumah sakit.

"Apa? Opa sakit? Sakit apa?" Mata sipit Rion membelalak saat mendengar cerita Owen.

"Opa dibawa ke rumah sakit satu jam lalu dan aku pun mendapatkan kabar dari Ibu saat masih di kantor."

"Tapi, Kak, aku tidak bisa ke rumah sakit sekarang karena masih ada kelas."

"Iya, tidak apa-apa. Sebisanya kamu saja karena Opa saat ini juga sedang beristirahat," jawab Owen, bermaksud menenangkan Rion yang memang dianggap dekat dengan Opa Frederic.

"Kenapa Kakak malah repot datang ke sini? Bukankah Kak Owen bisa telpon aku?" Rion memicingkan mata seolah-olah sedang mencari hal yang mungkin saja disembunyikan oleh kakak tirinya itu.

"Ponselmu tidak aktif," jawab Owen.

Rion akhirnya turun dari Mercy tersebut dan tidak lama setelah pintu ditutup, mobil itu melesat dengan kecepatan tinggi meninggalkan kampus.

Di dekat bangku kayu terlihat Kenzie sedang menatap Rion yang sepertinya meminta penjelasan.

"Ayo, masuk!" Lelaki berkacamata itu akhirnya menarik tangan Kenzie, tetapi perempuan itu tidak mau beranjak dari duduknya.

"Gak mau, jelasin dulu sama gue. Apa maksud dari pria tadi? Apa saat ini lu lagi bohongin gue?" cecar Kenzie dengan sorot mata tajam.

Rion membulatkan mata. Akhirnya hal yang dia takutkan terjadi juga, Kenzie menuntut penjelasan darinya.

"Nanti aku jelasin. Sebentar lagi ada kelas Pak Anton. Ingat, telat sedikit saja dia akan menghukum kita. Apa kamu mau?"

"Enggaklah!"

"Ya, sudah, ayo masuk! Tinggal lima menit lagi kelas akan dimulai."

Kenzie tidak dapat berbuat apa-apa. Terlebih, dia ada janji dengan teman kos-nya siang nanti. Dia tidak mau terkena sanksi yang akan menyebabkan pulang terlambat karena ada hal sangat penting siang nanti.

***

Mentari kini tepat di atas kepala. Kelas pun telah usai. Rion menyadari kalau sahabatnya itu masih meminta penjelasan tentang Owen dan siapa orang yang dimaksud oleh lelaki itu.

"Aku balik duluan, ya?" Rion berdiri dari kursinya setelah menyampirkan tas di pundaknya.

"Tunggu!" Kenzie menarik kemeja yang dimasukkan ke dalam celana.

"Apa?" tanya Rion yang masih berdiri, tetapi wajahnya melihat pada tangan Kenzie yang masih menarik kemeja hitam yang dia kenakan.

"Jelasin dulu sama gue!"

"Perihal?" Rion menyipitkan mata sipitnya.

"Jangan pura-pura lupa, deh."

"Reward, kan? Kamu mau apa?" Rion mengalihkan pembicaraan.

Sepasang mata kehijauan itu pun melirik kesal pada Rion, lalu diputarkan bola mata itu yang terlihat semakin kesal.

"Ck! Ayolah, Rion. Lu jangan pura-pura lupa untuk nyeritain siapa pria misterius itu dan apa maksud dia bilang Ayah lu sakit, sedangkan Ayah lu udah meninggal hampir satu tahun lalu," ujar Kenzie dengan mimik wajah yang begitu kesal.

Rion mengusap tengkuknya, dia bingung untuk mencari alasan karena Kenzie bukanlah perempuan polos yang mudah dibohongi.

"Riooonnn!" panggil Kenzie semakin kesal.

"Em ... itu, aku, dia, itu––" Kata-kata Rion akhirnya terhenti karena ponsel yang ada di tas Kenzie berbunyi. "Angkatlah dulu," pinta Rion dengan napas yang sedikit lega.

"Tidak penting!" jawab Kenzie tegas.

"Bukankah tadi kamu bilang sedang ada janji? Siapa tau itu telpon dari dia." Rion masih berusaha mencari ide sambil otaknya terus berputar mencari alasan untuk jawaban yang sulit karena telah terpojok.

Kenzie menepuk keningnya. "Astaga! Gue sampe lupa kalau ada janji sama Mbak Angel." Kenzie terlihat terburu-buru membuka resleting tas ranselnya, lalu meraih benda pipih warna hitam yang dari tadi berdering kencang. "Halo?" Kenzie menjawab panggilan ponselnya.

Rion memperhatikan Kenzie yang sepertinya sibuk dengan ponselnya. Pria Culun itu akhirnya berjalan mengendap-endap agar Kenzie tidak menyadari kepergiannya.

Rion berjalan cepat ketika sudah keluar dari kelas. Keberuntungan sedang berpihak padanya saat ini karena dia dapat lolos dari Kenzie.

"Huft ... selamat," ucap Rion ketika ada di dekat gerbang kampus.

"RIOOONNN!!! JANGAN KABUR, LU!!!" Bak petir di siang bolong, suara Kenzie begitu menggelegar terdengar oleh Rion.

"Mati!" ucap Rion sembari berhenti melangkah dan menepuk keningnya.

Otak Rion berputar mencari alasan untuk jawaban yang akan dia utarakan pada Kenzie. Perempuan itu memang cukup cerdas, sehingga Rion cukup kesulitan untuk sekadar membohonginya. Sesungguhnya, Rion tidak bermaksud seperti itu, tetapi semuanya memang menjadi rahasia besar di dalam keluarga Tuan Frederic. Di mana anak dari istri kedua itu identitasnya harus disembunyikan. Apalagi, Yola bukanlah dari golongan bangsawan. Tentu saja keberadaannya disembunyikan, walaupun mereka menikah sah secara agama dan negara.

"Mau ke mana, lu?" ucap Kenzie yang telah memegang lengan Rion.

"Ke rumah sakit-lah."

"Ceritakan dulu, siapa pria itu dan kenapa dia bilang kalau Ayah lu masih hidup? Atau, diam-diam, lu yang udah bohongin gue, Rion?"

Pertanyaan Kenzie benar-benar membuat kepala Rion hampir pecah, terasa sakit dan juga pusing. Bagaimana Rion menjelaskannya? Sejauh ini, Rion selalu menutupi jati dirinya sebagai anggota keluarga yang kaya raya di kota itu.

"Oh ... jadi memang benar kalau lu itu udah bohongin gue? Lu sebenernya orang kaya, bukan?" Kenzie mencecar Rion dengan pertanyaan yang menyudutkannya.

'Bagaimana aku bisa memberitahu Kenzie, sedangkan dia begitu tidak suka pada orang kaya? Apa setelah mengetahui statusku nanti, dia akan menjauhiku?'

Batin Rion bergejolak. Dia begitu takut kehilangan sosok sahabat yang dari dulu bersamanya. Hanya Kenzie yang menerima Rion apa adanya. Wajar saja pemuda berkacamata itu ketakutan kalau harus berpisah dengan sahabat baiknya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Vivi Nisfiatul Khoiroh
komentar Kai
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status