🏵️🏵️🏵️
Kenzo dan Tasya akhirnya tiba di tempat tujuan. Mereka segera memasuki ruangan dan menunggu giliran bertemu dokter. Kenzo masih bingung dan tidak mengerti kenapa istrinya sangat marah saat mendengar kalimat cinta yang dia ucapkan tadi.
Menurut Kenzo, sangat wajar seorang suami mencintai istrinya walaupun status istri kedua. Bagi Kenzo, hanya Tasya yang benar-benar mampu menjadi istri yang seutuhnya karena telah menyerahkan diri kepadanya.
“Masih marah, ya, Sayang?” Kenzo meraih tangan istrinya.
“Iya!” jawab Tasya ketus.
“Apa salahku? Kenapa kamu bersikap seolah-olah kita nggak ada hubungan?”
“Karena kenyataannya harus seperti itu.”
“Tapi, Sayang ….”
“Nggak perlu bahas itu sekarang. Aku nggak mau dengar alasan kamu.”
Akhirnya, tiba giliran Tasya memasuki ruangan dokter lalu diikuti suaminya. Tasya segera diperiksa, sedangkan Kenzo menunggu dengan perasaan tidak menentu. Dia berharap agar apa yang diinginkan selama ini dapat terwujud.
“Selamat, ya, Pak Kenzo dan Bu Tasya.” Dokter kembali duduk sambil tersenyum kepada pasangan suami istri tersebut. Setelah diperiksa, Tasya duduk di samping Kenzo.
“Apakah istri saya hamil, Dok?” tanya Kenzo kepada dokter yang memeriksa istrinya.
“Iya, Pak. Ini anak pertama, ya? Oh, ya, Bu Tasya sudah berapa lama nggak datang bulan?” Dokter ingin memastikan usia kehamilan Tasya.
“Kamu hamil, Sayang.” Kenzo spontan memeluk Tasya. Dia tidak menyadari dokter yang tersenyum melihat tingkahnya.
“Apa-apaan, sih, Mas. Malu tahu sama dokternya.” Tasya menyadarkan Kenzo. Laki-laki itu pun melepaskan pelukannya.
“Maaf, Dok, saya terlalu bahagia. Sampai lupa tadi Dokter tanya apa.”
“Ngerti, Pak. Namanya juga anak pertama. Pertanyaan saya tadi, sudah berapa lama Bu Tasya nggak datang bulan?” Dokter kembali mengulangi pertanyaannya.
“Kapan, Sayang?” tanya Kenzo kepada Tasya. “Seingat aku, semenjak kita nikah, kamu belum pernah datang bulan.” Ternyata ingatan Kenzo dapat diacungin jempol.
“Iya, Dok. Sepertinya sudah tiga bulan.” Tasya memberikan jawaban.
“Oh, ternyata pengantin baru. Ini benar-benar anugerah banget. Baru nikah langsung dikasih kepercayaan.”
“Iya, Dok,” ucap Kenzo sambil melirik istrinya.
Dokter akhirnya menuju ruangan lain. Tidak menunggu lama, dia kembali menghampiri kedua pasangan itu dan menjelaskan bahwa usia kehamilan Tasya memasuki sepuluh minggu. Tasya sangat bahagia karena akhirnya dapat mewujudkan harapan sahabatnya. Dia tidak sabar agar segera melahirkan lalu meninggalkan kehidupan Kenzo.
Tasya tidak ingin jika suaminya makin mengharap akan balasan cinta darinya karena tujuannya menikah dengan Kenzo hanya demi orang-orang tersayang. Tasya tidak pernah berpikir untuk mencintai Kenzo.
Tasya selalu meyakinkan hatinya untuk tidak membuka diri dan membalas cinta Kenzo. Baginya, laki-laki itu milik Siska. Tasya tidak ingin melukai sahabatnya sendiri. Dia sangat menyayangi Siska. Dia juga tidak ingin ada yang terluka.
“Kita ke rumah orang tuaku, ya, Sayang.” Kenzo membuka pembicaraan setelah mereka berada di mobil.
“Hari ini kamu bukannya ngantor?” Tasya tahu kalau hari ini Kenzo biasanya melakukan kegiatan rutinitasnya di kantor.
“Aku ingin libur hari ini. Menikmati berdua bersama kamu.” Tasya tidak suka dengan apa yang Kenzo ucapkan.
“Aku mohon, Mas ... mengerti, dong, posisi kita. Kita itu menikah hanya untuk satu tujuan, bukan karena cinta. Aku tidak akan mungkin mengkhianati sahabatku sendiri. Seharusnya kamu bangga memiliki istri seperti Siska. Dia rela berbagi suami dengan wanita lain demi cintanya ke kamu.” Tasya kembali memberikan penjelasan kepada Kenzo.
“Apa aku salah jika ingin memberitahukan kabar bahagia ini pada orang tuaku?”
“Biarkan Siska yang menghubungi orang tuamu. Aku mau pulang sekarang.”
“Begitu kerasnya hatimu, Sayang. Kamu tidak memberiku kesempatan untuk berdua denganmu.”
“Karena bagiku itu nggak perlu. Kamu harusnya bisa ngerti posisiku.”
Kenzo tiba-tiba memegang perut Tasya. “Omelan Mama jangan didengerin, ya, Nak.” Wanita itu terkejut melihat sikap suaminya.
Tasya selalu menolak agar tidak mengharapkan apa pun dari laki-laki yang merupakan suami sahabat yang dia sayangi. Tasya ingin tetap menganggap Kenzo sebagai orang asing yang hanya sementara waktu saja hadir dalam hidupnya.
🏵️🏵️🏵️
“Kamu beneran hamil, Sya?” Siska terlihat bahagia mengetahui kehamilan sahabatnya.
Siska merasa kalau kesempatan untuk kembali merebut hati suaminya tinggal menunggu waktu. Siska sudah yakin dan memastikan bahwa setelah Tasya melahirkan nanti, dirinya akan segera meminta istri kedua sang suami keluar dari kehidupan rumah tangganya.
Tasya meraih tangan sahabatnya lalu menempelkan ke perutnya. “Iya Sis. Ini anak kamu dan Mas Kenzo. Buah hati yang sudah lama kalian impikan.”
“Terima kasih, Sya. Kamu akhirnya memenuhi harapan kami.” Siska menggenggam jemari sahabatnya.
Kenzo sangat terharu menyaksikan keakraban kedua istrinya. Dia merasa kalau Tasya benar-benar ikhlas mengatakan bahwa anak yang dia kandung adalah buah hati dirinya dan Siska. Kenzo makin terpesona melihat sikap yang Tasya tunjukkan.
“Kamu istirahat, ya, Sayang. Jangan banyak gerak dulu. Kandungan kamu masih muda. Mari aku antar ke kamar.” Kenzo memegang lengan Tasya.
“Iya, Mas. Aku bisa sendiri ke kamar.” Tasya menepiskan tangan suaminya. “Lagi pun, kamu harus ngantor sekarang.” Tasya tidak ingin menerima perhatian Kenzo di depan Siska.
“Aku udah kirim pesan ke Papi. Hari ini aku nggak ngantor. Aku ingin dekat-dekat dengan anakku.” Kenzo kembali memegang perut Tasya.
“Maaf, Mas. Aku lagi ingin sendiri.” Tasya segera beranjak ke kamar dan langsung mengunci pintu dari dalam.
Tasya ingin tetap menjaga perasaan Siska. Dia tidak ingin terjadi salah paham di antara mereka. Tasya tidak rela dianggap sebagai perusak rumah tangga orang lain, apalagi sahabatnya sendiri. Dia justru berharap agar segera bebas dari ikatan pernikahan yang dijalani saat ini.
Tasya merebahkan tubuh ke tempat tidur. Dia mengelus perutnya sambil berbicara kepada anak dalam kandungannya. “Setelah kamu lahir, kamu akan memberikan kebahagiaan untuk keluarga ini. Tapi kita akan berpisah karena kamu anak Mama Siska dan Papa Kenzo. Mama nggak punya hak untuk memiliki kamu, walaupun saat ini kamu ada di rahim Mama.” Tasya tidak mengerti, tiba-tiba bening kristal dari pelupuk matanya, jatuh membasahi pipi.
Tasya kembali mengingat apa yang Siska katakan saat awal pernikahannya dengan Kenzo. Dua wanita itu telah sepakat bahwa hubungan yang Tasya jalani bersama Kenzo saat ini hanya sementara. Siska mengingatkan bahwa Tasya hanya meminjamkan rahim untuk melahirkan anaknya dan Kenzo.
“Setelah kamu melahirkan nanti, segera tinggalkan kota ini. Cukup sekali kamu menyentuh bayi yang akan kamu lahirkan. Kamu harus bersikap seolah-olah tidak membutuhkan bayimu karena tujuanmu hanya untuk mewujudkan harapanku dan Mas Kenzo.”
Tasya akhirnya setuju dengan keputusan Siska. Dia berjanji pada diri sendiri akan segera meninggalkan Kenzo setelah melahirkan anaknya. Tasya tidak ingin membuat Siska sedih, sebab apa yang wanita itu lakukan saat ini, semata-mata hanya untuk kebahagiaan sahabatnya.
Tasya selalu berusaha bersikap tegas kepada Kenzo. Dia berharap agar suaminya itu menganggap dirinya sebagai istri yang tidak pantas dipertahankan. Namun, kenyataan tidak seindah harapan. Kenzo justru telah jujur mengatakan cinta kepada Tasya.
==================
🏵️🏵️🏵️Siska sangat bahagia dengan kehamilan sahabatnya. Tanpa menunggu lagi, dia segera mencari nama ibu mertuanya di layar ponsel. Dia ingin memberitahukan kabar gembira tersebut kepada wanita yang melahirkan suaminya.Harapan ini sudah lama dinantikan orang tua Kenzo, mendapatkan keturunan sebagai penerus keluarga. Tasya akhirnya mampu mewujudkan harapan itu. Namun, walaupun Tasya kini mengandung anak yang diinginkan keluarga, Siska tetap pada niat awal bahwa setelah sahabatnya itu melahirkan, harus segera pergi dari kehidupan Kenzo.“Assalamualaikum, Siska.” Bu Marisa mengucapkan salam di telepon kepada menantunya.“Waalaikumsalam, Mih. Mami apa kabar?”“Mami sehat. Kamu gimana?”“Sehat dan bahagia, Mih, karena harapan kita akan segera terwujud.” “Harapan apa?” Bu Marisa penasaran.“Tasya hamil, Mih.” Siska terlihat bersemangat menyampaikan kabar bahagia itu kepada ibu mertuanya.“Alhamdulillah. Tasya mana? Mami mau ngomong langsung.” Siska merasa sedih karena sang ibu mertua
🏵️🏵️🏵️ Kenzo dan Tasya akhirnya kembali pulang ke rumah. Siska menyambut kedatangan mereka dengan pikiran bertanya-tanya. Wanita itu takut jika Tasya salah penyampaian tentang kesepakatan yang telah mereka setujui sebelum pernikahan terjadi. Tasya memilih memasuki kamar karena ingin beristirahat. Namun, sebelum wanita itu beranjak, Siska menghentikan langkahnya. Tasya pun menghampiri sahabatnya tersebut. Dia berusaha menuruti kemauannya. “Duduk dulu, Sya. Tadi ngapain aja di sana? Papi dan Mami ngomong apa?” tanya Siska kepada. Tasya akhirnya duduk di sofa depan Siska. Sementara Kenzo memilih menjauh dari kedua istrinya. Dia memasuki kamar Tasya. “Papi dan Mami nanya tentang kehamilanku aja, Sis.” Tasya mengatakan apa yang dia bicarakan bersama mertuanya tadi. “Kamu nggak salah ngomong, kan, Sya?” “Nggak, Sis. Kamu tenang aja.” Tasya meyakinkan sahabatnya itu. “Mas Kenzo masuk kamar kamu, tuh. Tolong kamu minta dia tidur di kamarku malam ini. Kamu jangan manfaatin keadaan,
🏵️🏵️🏵️ Hari ini, usia kehamilan Tasya memasuki empat bulan. Perhatian yang Kenzo tunjukkan makin membuat wanita itu merasa bersalah. Tasya tidak sanggup membayangkan apa yang akan Kenzo pikirkan kalau dirinya akan pergi setelah melahirkan anak mereka. Tasya saat ini merasakan sesuatu yang berbeda terhadap Kenzo. Namun, dia berusaha menolak rasa itu karena dirinya sadar kalau laki-laki tersebut suami Siska. Tasya kembali mengingat tujuannya menikah dengan Kenzo, melahirkan anak pria itu. Tasya tidak ingin larut dalam perasaan yang tidak menentu. Dia berusaha tetap bersikap kasar di depan calon ayah dari anaknya tersebut. Semua itu dia lakukan agar Kenzo tidak menaruh harapan banyak kepadanya. “Rasanya sudah tidak sabar menantikan kehadiran anak kita, Sayang,” ucap Kenzo sambil mengusap-usap perut Tasya. Tasya hanya bisa terdiam dan merasakan hatinya seperti disayat sembilu yang sangat tajam. Terluka, tetapi tidak terlihat. Tasya berpikir, seandainya pernikahan dan kehamilannya b
🏵️🏵️🏵️ “Maksud kamu apa, Sayang? Tasya itu istriku dan sudah sewajarnya dia mendapatkan perhatian suaminya. Satu hal yang harus kamu ingat, dia sedang mengandung anakku. Jadi, kamu nggak pantas ngomong seperti itu tentang dia.” Kenzo beranjak dari tempat tidur dan memilih duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut. Siska juga memilih bangun dari rebahan lalu duduk. “Kenapa kamu harus marah, Mas? Bukannya tujuan kita hanya untuk mendapatkan anak dari Tasya? Aku bersedia menjadikannya maduku karena ingin mewujudkan harapan kamu, Papi, dan Mami.” “Tapi kamu tidak pantas bicara seperti tadi tentangnya. Dia juga wanita dan sama sepertimu. Aku tidak pernah menyangka kalau kamu tega berbicara seperti itu tentang sahabatmu sendiri. Kamu seolah-olah hanya ingin memanfaatkan dirinya. Terus terang, aku nggak suka melihat kamu yang seperti ini.” Kenzo menggeleng melihat Siska. “Jadi, maksud kamu, aku harus ikhlas melihat kamu selalu perhatian padanya? Ingat, Mas, aku itu istrimu.” “Tasya j
🏵️🏵️🏵️ Kenzo mencoba mengetuk pintu kamar Tasya. Dia berharap agar istri keduanya tersebut bersedia menerima keberadaannya. Kenzo ingin memeluk Tasya karena membayangkan seperti apa perasaan wanita itu kalau mengetahui apa yang Siska katakan tentang dirinya. “Sayang, buka pintunya, dong.” Kenzo mulai mengetuk pintu kamar Tasya. “Aku nggak bisa tidur, nih, karena kepikiran kamu yang tadi masih nangis saat aku keluar kamar.” “Aku ingin sendiri!” Kenzo bahagia mendengar jawaban Tasya. “Kamu tega melihat suamimu di depan pintu seperti sekarang ini? Aku mohon, buka pintu, Sayang.” Kenzo berharap agar Tasya luluh. Laki-laki itu mendengar suara langkah, dia sangat yakin kalau Tasya pasti akan membukakan pintu untuknya. Ternyata harapannya menjadi kenyataan, benda persegi panjang itu pun terbuka. Berdiri wanita yang kini selalu bersemayam dalam pikirannya. “Terima kasih, Sayang,” ucap Kenzo, tetapi tidak Tasya hiraukan. Wanita itu melangkah menuju tempat tidur. Kenzo pun masuk lalu m
🏵️🏵️🏵️ “Dia istriku dan dia pantas menerima cinta dariku. Kamu tahu, nggak, apa yang selalu dia ucapkan padaku? Dia selalu memohon agar aku tidak membagi cinta untuk yang lain. Dia selalu mengingatkan kalau aku hanya pantas mencintaimu. Dia selalu kasar berbicara di depanku dan tidak berharap dengan cintaku.” “Bagus, dong. Dia tahu diri karena dia sadar hanya sebagai istri kedua.” “Istri kedua yang telah menyerahkan apa yang tidak pernah bisa kamu berikan untukku.” “Aku nggak pernah meminta tidak bisa memiliki keturunan, Mas.” “Bukan itu yang aku maksud. Kamu mampu, nggak, menjaga diri hanya untuk suamimu? Nggak sama sekali. Kamu tidak pernah jujur padaku. Kamu membohongiku.” Kenzo beranjak ke kamar Tasya untuk mengambil tas kerja lalu berangkat ke kantor. Siska sangat menyesal karena dulu tidak berusaha jujur kalau dia tidak mampu memberikan sesuatu yang berharga dalam dirinya untuk diberikan kepada suaminya. Pergaulan bebas yang Siska jalankan di masa lalu telah membuatnya k
🏵️🏵️🏵️ Waktu terus berlalu, hari ini kehamilan Tasya memasuki usia enam bulan. Perasaan yang ada pada dirinya makin mendalam untuk Kenzo, tetapi dia tetap menyembunyikannya dengan rapat. Tasya tidak ingin suaminya mengetahui cinta yang sudah tumbuh sekarang. Sementara sikap yang Siska tunjukkan makin aneh terhadap Tasya. Dia sangat membenci sahabatnya tersebut. Tidak ada lagi canda tawa yang mereka tunjukkan seperti dulu. Kedua wanita itu sibuk dengan pikiran masing-masing. Kenzo masih tetap dengan usahanya mendekatkan diri kepada Tasya, walaupun wanita itu sudah mengingatkan agar menjaga jarak dengannya. Tasya tidak ingin selalu salah di mata Siska. Hatinya sakit setiap mendengar tuduhan perempuan tersebut. Tiga hari yang lalu, Siska melontarkan kalimat yang sangat menyakitkan kepada Tasya. Tujuan wanita tersebut agar sahabatnya merasa tidak betah tinggal di rumahnya. Namun, Tasya tetap berusaha kuat dan bersabar. “Sepertinya kamu benar-benar ketagihan, ya, Sya tidur dengan su
🏵️🏵️🏵️ Hati Tasya sangat perih, seakan-akan disayat sembilu yang sangat tajam. “Tega banget kamu, Sis, nuduh aku seperti itu.” “Tapi itu kenyataan.” “Terserah kamu menuduhku seperti apa. Aku udah nggak peduli.” Tasya pun berdiri lalu meninggalkan Siska. Dia memasuki kamar. Tasya menghempaskan tubuh ke tempat tidur. Dia pun duduk sambil menyandarkan punggung ke sandaran ranjang. Hatinya tidak terima selalu dituduh melakukan sesuatu yang tidak dia perbuat. Tasya jadi berpikir ingin membenarkan ucapan Siska. Kenzo yang melihat wajah Tasya, merasa heran. Dia menggeser posisi duduk lalu mendekatkan diri. “Kamu kenapa, Sayang? Aku sedih saat kamu mengajukan permintaan yang tidak masuk akal seperti tadi.” Kenzo meraih wajah Tasya agar memandang ke arahnya. “Kenapa kamu nggak terima, Mas?” tanya Tasya ingin tahu. “Aku suamimu dan memiliki hak memintamu melakukan kewajiban sebagai istri. Sudah dua bulan kamu memberikan penolakan. Aku tetap sabar karena memikirkan kehamilanmu yang mas