"Aku juga tahu alasanmu kenapa tiba-tiba menikahi Kalila." Ucapan terakhir Mas Dewa membuat mataku sontak menyipit ke arahnya. Dia tahu? Benarkah?
Sementara Mas Dareen terlihat diam, menatap pria itu. Lebih tepatnya terlihat tenang. Entah, apa yang ada dalam pikirannya sekarang?
"Oya?" Mas Dareen manggut-manggut kemudian.
"Huft." Pria itu meniup pelan udara dari mulutnya. Lalu berbalik tubuh menatapku.
Sadar ia akan bicara padaku, aku pun menghadap Mas Dareen hingga kami saling tatap.
"Katakan padaku, kamu ingin bicara padanya?" tanya Mas Dareen, menatapku dalam.
Aku menggeleng. Meski aslinya sangat ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Apa yang Mas Dewa lakukan sampai Qinara bisa hamil? Kenapa dia bisa tiba-tiba menjalin hubungan dengan Qinara, dan sejak kapan?
"Aku ulangi lagi." Mas Dareen masih menautkan tatapannya padaku. Tak berali
"Dareen?" Mas Dewa mengucap tak suka pada kehadiran suamiku.Mungkin apa yang ingin disampaikan adalah mengenai Mas Dareen juga. Atau ada sesuatu yang ingin dia sampaikan padaku saja, tanpa mau didengar oleh orang lain.Suamiku justru tersenyum ia seolah tak peduli pada reaksi Mas Dewa yang tak bersahabat itu."Maaf jika kamu tak suka, mana bisa sebagai suami kubiarkan istriku bicara berduaan dengan pria lain?""Ck. Sial," decak Mas Dewa. Ya Tuhan, nyaris saja tak pernah kudengar mengumpat selama aku mengenalnya."Kalau aku membawanya ke atas masuk kamar baru kamu boleh ikut. Kami hanya bicara, di tempat ramai pula. Kenapa kamu harus turut serta?" protesnya lagi."Apa?" Mas Dareen menatap pria itu.Senyumnya memudar."Ehm. Ya. Benar. Biarkan Mas Dareen bergabung. Dia suamiku," ucapku kemudian.Tak a
"Dareen?" Mas Dewa mengucap tak suka pada kehadiran suamiku.Mungkin apa yang ingin disampaikan adalah mengenai Mas Dareen juga. Atau ada sesuatu yang ingin dia sampaikan padaku saja, tanpa mau didengar oleh orang lain.Suamiku justru tersenyum ia seolah tak peduli pada reaksi Mas Dewa yang tak bersahabat itu."Maaf jika kamu tak suka, mana bisa sebagai suami kubiarkan istriku bicara berduaan dengan pria lain?""Ck. Sial," decak Mas Dewa. Ya Tuhan, nyaris saja tak pernah kudengar mengumpat selama aku mengenalnya."Kalau aku membawanya ke atas masuk kamar baru kamu boleh ikut. Kami hanya bicara, di tempat ramai pula. Kenapa kamu harus turut serta?" protesnya lagi."Apa?" Mas Dareen menatap pria itu.Senyumnya memudar."Ehm. Ya. Benar. Biarkan Mas Dareen bergabung. Dia suamiku,"
"Ap-apa yang ...?" Ucapanku bahkan tertahan sambil memegangi bibir bekas Mas Dareen menciumnya.Ingin marah, tapi ada Mas Dewa di sini. Sangat aneh kalau aku marah dicium oleh pria yang dari kemarin sengaja kubuat tameng untuk memanas-manasi mantanku.Aku juga tak mau pernikahanku dianggap pura-pura olehnya.Tapi ....Kalau nggak marah, Mas Dareen akan merasa besar kepala karena aku membiarkannya menciumku begitu saja. Dan besok-besok pasti diulangi. Oh tidak!Ish, kenapa juga harus menciumku? Sikapnya membuatku bingung!"Pandai sekali kamu mencuri start, Dareen. Cuih!" Mas Dewa mengucap sinis. Aku tahu kini dia benar-benar terbakar!Pria itu pasti tak menyangka kalau aku akan berciuman di depannya. Sesuatu yang mematahkan pikiran Mas Dewa, bahwa aku tak mungkin bermesraan dengan suamiku karena pernikahan kami hanya pura-pura."Ah, sudahlah. Terserah kalian mau ngapain apa pedulik
"Dareen ....""Ya, Nek?""Kamu tahu kan aku tak pernah minta apa pun pada keluargamu?" Wanita yang matanya tengah dipenuhi kaca-kaca itu, tiba-tiba mengungkit masalah pengorbanan.Sesuatu masalah yang besar sedang menimpa keluarga ini. Puteri sulung mereka harusnya menikah. Namun, adiknya tiba-tiba datang mengatakan hamil anak mempelai pria. Tentu saja orang tua mereka bukan hanya malu, tapi juga syok berat.Setelah tadi Nenek terjatuh di depan semua orang, aku segera membopongnya ke mari. Ke kamarnya.Benar yang Nenek katakan, banyak hal yang Papi tawarkan. Namun, Nenek selalu saja menolaknya."Nenek tahu kamu pria baik, karena selama ini kita dekat," katanya lagi.Aku tak menjawab. Entah, apa kemauan Nenek kali ini?"Setahu Nenek kamu tak pernah menjalin hubungan dengan gadis, Dareen." Wanita mengingatkanku pada kebiasaan.Bagaimana aku bisa menjalin hubungan dengan para gadis?Aku terlalu sibuk mengurus perusah
Papi mengerlingkan mata. Seolah tengah mengingatkanku sesuatu, sebuah perjanjian dengannya ... bahwa aku harus memberinya seorang anak tahun ini. Kalau tidak ... bukan hanya dipekerjakan jadi Office Boy perusahaan atau dibuang di kali Ciliwung.Ah, itu mah bukan hukuman, masih terlalu mudah untuk kulalui. Yang terburuk adalah ketika Papi akan menikahkanku dengan gadis pilihannya dan memintaku menyerah pada Kalila.Sebenarnya orang tua itu tidak tahu, siapa gadis yang selama ini aku incar. Namun, dia tahu bahwa aku menunggu seseorang. Ah, andai Papi tahu ... Kalila adalah cinta pertamaku.Seseorang yang seringkali mengusik hati ini kala kali pertama menjejakkan kaki di Indonesia. Dan ... perasaanku justru terjaga karena kesibukan.Rasa yang tetap terjaga, karena aku intens melihatnya setiap kali mengunjungi Nenek. Bisa kurasakan debar cinta, meski hanya menatap Kalila dari kejauhan.Lalu keputusanku kemarin, yang mengatakan akan menikahi Kalila dan
"Lagi pula, kamu bilang aku ini buaya bukan? Jadi untuk apa aku menahan diri dan berpura-pura baik di depanmu?" ucapku tenang."Apa?" Mata wanita melebar sempurna."Aku memutuskan untuk mengikuti semua ucapanmu Kalila."Gadis itu benar-benar tampak ketakutan. Melihatnya demikian, justru membuatku semakin tertantang untuk menyentuhnya."Padahal sebelum ini, aku ingin jadi pria baik-baik untukmu. Tapi ... kamu malah memintaku jadi buaya. Sayang sekali." Kuusap pelan kerudung perempuan cantik yang tampak tak berkutik di sisi ranjang."Mas aku ...." Raut protes terlihat jelas di wajah wanita yang kini wajahnya begitu dekat.Ya Tuhan, Kalila benar-benar cantik dari jarak sedekat ini. Sesuatu yang awalnya kuniatkan menggodanya dan tak serius, kini berubah menjadi keinginan menggebu yang datangnya nyaris tanpa kusadari. Aku menginginkannya."Sttt ... bukankah kits sudah menikah, Kalila? Aku dan kamu sudah cukup dewasa untuk melakukan ini," u
"Sudah nggak ada hubungan lagi sama Mas Dewa, kan? Jadi barang-barang mahal yang dibelikan suamiku, boleh dikembalikan dong." Suara Qinara di depan pintu tadi terngiang di telinga Kalila.Belum lagi ekspresi gadis itu yang sangat menyebalkan."Ish." Kalila memukul ranjang tempatnya duduk. "Kalau dia menyukai barang-barang mahal. Dan itu yang jadi alasan menggoda calon suamiku, kenapa bukan Mas Dareen saja yang digodanya?" ucapnya kesal."Sebentar, apa Qinara tidak tahu bahwa Mas Dareen itu anak orang kaya?" Kalila berpikir keras.Harusnya Qinara tahu, bukankah otaknya sama dengan sang Mama? Jadi harusnya mereka bisa mencium hal yang sama dari Dareen."Apa kalau nanti Qinara tahu juga akan merebut Mas Dareen dariku?""Ah, bodo! Ambil saja sekalian kalau mau! Pria mesum, gak peka! Suka nyosor sembarangan!" Dipegangi bibir yang sudah dua kali mendapat ciuman dari Dareen.Kemarahannya jadi merembet ke mana-mana. Dia langsung ingat kejadia
"Apa? Ini baju dibelikan Dewa?!" Mata Dareen melebar, seiring langkahnya yang pasrah terseret oleh Kalila."Tak bisa dibiarkan. Ayo kubelikan yang lebih bagus dan buang pakaian ini!" Dareen kemudian mengucap penuh semangat."Ya.""Pantes kamu kelihatan aneh pakeknya, mirip em ... mirip ...." Suara Dareen terdengar dipanjangkan karena berpikir."Mirip gembel!" gerutu Dareen sembari menyeimbangi langkah sang istri.Kalila manyun. Emosinya karena Qinara dan Dewa sekaligus lantaran barang-barang tadi membuatnya bersemangat ingin segera keluar rumah dan memborong semuanya."Lagi pula apa kamu tak punya baju lain selain yang mantanmu belikan?""Nggak ada. Semuanya sudah kuhibahkan orang. Mana aku tahu kalau kami bakal pisah gini?" sahut Kalila masih dengan nada kesal."Hiss." Dareen juga kesal mendengar jawaban Kalila. Perempuan itu bicara seolah dia sangat mencintai Dewa dan mengharap terus bisa bersamanya.***"Duh, b