Rencana untuk menyembunyikan sembako pun gagal. Kini aku harus pasrah, ketika Mas Joko sudah mengetahui semua dan menguasainya. Setelah mengobrol agak lama, Kak Dahlia dan Mqs Guntur akhirnya pamit undur diri. Dan entah kenapa, Mas Joko juga tak langsung kembali ke bengkel malah diam di rumah. "Dek Lastri, kami gak bisa lama-lama. Masih ada keperluan lain soalnya." Pamit Kak Dahlia. "Oh, iya, Kak. Gak apa-apa. Duh, maaf, ya, ke sini malah di anggurin, mana gak di suguhin makanan sama sekali pula. Jadi gak enak." Aku mendelik ke arah Mas Joko yang tak mau membelikan camilan untuk menyuguhi tamu. Tapi dia sama sekali tak merasa bersalah. Dasar memang suami pelit. "Gak apa-apa, Dek. Gak usah repot-repot. Kita cuma sebentar aja. Oh, iya, ini ada rejeki sedikit buat Dek Lastri, di terima, ya?" Mas Guntur menyalamiku sambil menyelipkan uang di tanganku. Mas Joko langsung melotot melihatku mendapatkan uang. Sepertinya nasib sial sedang menimpaku hari ini. Aku tak bisa menyembunyikan semua
Bab 16PoV JokoLastri itu kenapa selalu membuatku kesal. Kemarin setelah kedatangan ibu mertua, lalu kedatangan ibuku, sekarang Lastri juga mendatangkan tamu tak di undang ke rumahnya. Untung aku kembali lagi ke sana, kalau tidak, dia pasti berpura-pura tak pernah ada tamu yang datang. Lagipula siapa sih, lelaki itu? Sok perhatian sekali dengan istriku. Bawa-bawa anak istri tapi godain istri orang, pakai memberi Lastri uang segala. Kalau tak ketahuan, Lastri pasti takkan mengatakan apapun padaku soal uang itu dan menghabiskan semuanya untuk dirinya sendiri. Dasar serakah. Dengan langkah lebar, aku masuk ke dalam bengkel setelah tadi harus kembali ke rumah karena kunci ruanganku tertinggal. Toni dan Deni sudah bekerja sedari tadi. Sedangkan aku akan mengecek pendapatan kemarin meski dengan sedikit kesal karena ulah Lasti. Detik demi detik berlalu hingga tak sadar waktu sudah menunjukkan jam makan siang. Niat hati ingin makan di warteg, biar saja Lastri makan sendiri di rumah, toh l
PoV LastriAku segera berlari kembali ke kontrakan. Kupikir, Mas Joko akan menyusulku dan menjelaskan bahwa semua yang kulihat adalah kesalahpahaman. Tapi, setengah jam aku menunggunya, tak ada tanda-tanda Mas Joko datang menyusul ke rumah. Sesak memang, tapi aku sama sekali tak ingin menangis, hanya merasa kesal dan kecewa saja dengan semuanya. "Baiklah, Mas. Kalau kamu pelit, aku mungkin masih bisa tahan denganmu, karena aku juga pintar menyimpan uang. Tapi, kalau sudah urusan pengkhianatan, aku sudah takkan mentoleransinya lagi. Benar kata orang, untuk apa memiliki suami pelit, apalagi tukang selingkuh. Lebih baik aku menjanda. Toh, aku masih muda. Lagipula aku belum punya anak dengannya."Kuputuskan untuk pergi saja. Semua baju-baju mulai kumasukkan tanpa tersisa ke dalam tas ranselku. Beruntungnya, aku hanya membawa beberapa helai baju saja saat pindah ke sini dan meninggalkan lebih banyak baju di rumah orangtuaku. Kupikir, Mas Joko akan memanjakanku dan membelikanku baju-baju b
PoV 3Joko sore itu juga langsung menuju rumah ibu mertuanya. Dia mengira bahwa Lastri pergi ke rumah orang tuanya. Dengan kecepatan tinggi, dia mengendarakan sepeda motornya. Jarak yang harusnya di tempuh selama satu jam, kini hanya setengah jam saja, dia sudah sampai di rumah sang mertua. "Assalamu'alaikum ...," ucap Joko memberi salam. Sekali, dua kali, tak ada jawaban apapun dari dalam rumah. Hingga ke tiga kalinya, suara seseorang menyahut ucapan salam Joko. "Loh, Joko. Ayo masuk," sambut Hanah sang mertua. Perempuan bertubuh tambun dengan banyak perhiasan yang menempel di tubuhnya itu mempersilakan Joko untuk masuk. Dia merasa heran kenapa sang menantu tiba-tiba berkunjung tanpa memberitahu sebelumnya. "Iya, Bu." Joko pun masuk lalu duduk di ruang tamu yang luas dan mewah itu. "Mana Lastri, kok, gak ikut?" tanya Hanah. Deg! 'Jadi, Lastri gak datang ke sini? Lalu dia ke mana?' batin Joko. "Eh, emm ... enggak. Katanya lagi gak enak badan." Joko terpaksa berdusta pada Hana
Bab 19Joko terbangun dengan kepala berdenyut nyeri. Bukan hanya kepala, seluruh badannya pun terasa sakit dan pegal. Ia terduduk lalu memijat keningnya perlahan. Tapi, saat kesadarannya sudah kembali sepenuhnya, dia kemudian dikagetkan dengan pergerakan di sampingnya. Saat menoleh, dia sangat syok mendapati Surti yang tertidur di sampingnya tanpa mengenakan sehelai benangpun. Dia juga refleks melihat ke arah tubuhnya sendiri yang ternyata kondisinya tak jauh berbeda dari Surti. "Su-Surti! Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Joko. Surti yang mendengar suara Joko, langsung terbangun dan berpura-pura bersedih. "Mas, apa kamu gak ingat? Kamu udah menyetuhku dengan paksa. Kamu udah melecehkan aku. Huhuhu ...." Surti mengeluarkan air mata buayanya. "Apa maksudmu? Melecehkan?" tanya Joko tak percaya. "Mas Joko gak ingat? Tadi kita sudah ...." Surti menunduk sambil mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya. Tangisnya semakin di buat-buat. "Gak! Gak mungkin!" Joko menggeleng, menolak
Para warga berdesakan mengintip apa yang terjadi di dalam sana. Suara teriakan Pak RW sudah jelas membuat warga yang berkumpul di luar menjadi penasaran akan apa yang terjadi di dalam sana. "Permisi, ada apa ini?" tanya Hanah pada salah satu warga. Ia baru saja datang untuk mengunjungi Lastri. Mertua Joko itu ingin memastikan bahwa anaknya benar-benar membeli kulkas seperti yang Joko katakan kemarin. Tapi, saat sampai di halaman rumah kontrakan anak semata wayangnya itu, ternyata banyak warga yang sedang berkumpul. Hanah jadi penasaran, apa yang sedang terjadi di dalam sana. Kenapa banyak sekali orang-orang berkerumun di halaman. "Ini, Bu. Katanya ada yang ketahuan lagi zina," jawab salah seorang warga. Hanah langsung syok. Siapa yang sudah berzina? Apakah anaknya, atau menantunya, pikir Hanah. Bergegas Hanah menerobos kerumunan tersebut dan memaksa masuk. Wajahnya yang gempal agak kesulitan untuk mengurai kerumunan yang berdesakan mengintip ke dalam rumah. "Permisi, permisi, say
"Yu Darmi, itu menantunya kok, ndak pulang sama Joko? Piye?" ucap Tati~tetangga sebelah Darmi yang kepo karena melihat Lastri beberapa hari menginap di sana tapi dia tak melihat Joko sama sekali. Saat ini Darmi dan Lastri sedang bersih-bersih halaman. Mencabuti rumput kemudian menyapunya. "Oh, iyo, Yu Tati, Joko nya lagi sibuk kerja di kota. Jadi, kemarin pulang sendirian," dusta Darmi. "Oalaaahhh ... punya suami itu jangan di tinggal-tinggal lama. Nanti di gondol pelakor, loh!" peringat Tati pada Lastri. 'Orang udah di gondol juga kayaknya,' batin Lastri memelas. "Nih, saya kasih tau, ya. Punya suami itu harus selalu di jagain, di perhatiin. Kalo Dek Lastri di sini terus, nanti siapa yang perhatiin suaminya di sana? Siapa yang jagain suaminya?" Tati terus saja memanas-manasi Lastri. Padahal dia tak saja tahu kalau Lastri memang sedang ada masalah dengan Joko. "Anakku udah gede, toh, Yu Tati. Jadi gak perlu di jagain segala. Emangnya bocah!" ketus Darmi. Dia lumayan gerah juga de
"Buk'e tanya sekali lagi, ngapain kamu bawa dia kemari?" Darmi sangat hapal sekali siapa yang Joko bawa saat ini. Dan tentu saja dia jadi sangat murka melihat wanita itu. Bisa-bisanya anaknya itu malah membawa wanita yang menyebabkan sang menantu kabur ke rumahnya. "Buk'e, jangan gitu," bisik Joko tak enak. "Kenalin, ini namanya Surti, Buk'e." Joko memperkenalkan Surti pada Darmi, tapi Darmi tetap tak mau menyambut uluran tangan Surti sama sekali. Dia malah membuang muka sambil mendengus kesal. Darmi kembali menatap wajah anaknya, "Jawab Buk'e, Joko. Kenapa kamu datang sama dia? Kamu itu udah punya istri. Ngapain bawa perempuan lain. Inget kamu Joko, kamu udah punya Lastri, istrimu. Sekarang kenapa kamu malah bawa dia kemari!!" Darmi mulai kesal. "Perkenalkan, Buk'e, saya Surti. Saya juga istrinya Mas Joko." Surti mengulurkan kembali tangannya. Tapi langsung di tepis oleh Darmi. "Apa?! Jangan ngawur kamu, ha! Berani-beraninya ngaku-ngaku istri anakku. Joko ini udah punya istri! Na