Share

KANAYA MENGAMUK TIDAK INGIN DITINGGAL

Malam telah berlalu, dan hari selanjutnya pun tiba. Hayden terlihat sangat sibuk memakai pakaian bekerjanya dengan benar dan rapi. Setelah selesai, barulah Hayden keluar dan memasuki kamar Kanaya untuk mengajak perempuan itu sarapan bersama.

Kanaya yang memang sedang sibuk memakai beberapa perawatan wajah sedikit terkejut ketika Hayden datang tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. Penampilan pria itu benar-benar rapi, dasi serta jas yang terpakai dengan sempurna membuat kapasitas ketampanan seorang Hayden semakin tinggi.

"Kau akan pergi bekerja?" tanya Kanaya dengan aktivitasnya yang terhenti sebentar. Pria itu mengangguk, dan itu artinya kini ia akan sendiri tanpa ada yang menemani.

Hayden yang menyadari jika raut wajah Kanaya berubah pun bertanya, "ada masalah jika aku bekerja?" Kanaya menggeleng namun dengan raut wajah yang masih kentara jika gadis itu sedang sedih.

"Bisakah kau temani aku saja dan jangan bekerja? Aku bosan jika sendiri," ujar Kanaya membuat Hayden bingung sekarang. Perusahaan benar-benar membutuhkannya sekarang. Namun, melihat Kanaya seperti ini membuatnya tidak tega. Gadis itu juga sedang membutuhkannya.

"Aku akan pulang lebih cepat dari biasanya," ujar Hayden sungguh-sungguh. Kanaya menggeleng, bangkit dari kursinya dan memegang pergelangan tangan Hayden menggunakan telapak tangan mungilnya dengan maksud agar pria itu tidak pergi.

Hayden membawa Kanaya sampai memasuki area dapur dan mengajak gadis itu sarapan bersama. Tentu pikiran Hayden sedang tidak tenang sekarang. Bingung antara mengikuti keinginan Kanaya atau tetap memaksakan diri untuk bekerja.

"Kau harus sarapan dengan benar, aku tidak mau jika pulang bekerja nanti melihatmu kelaparan," ujar Hayden tanpa dibalas apapun oleh Kanaya. Mendengar kata bekerja yang akan dilakukan oleh Hayden benar-benar membuat Kanaya kesal. Tidak bisakah pria itu memilih libur satu hari saja untuk menemaninya? Dasar Hayden menyebalkan!

Setelah selesai, pria itu memandang bingung pada Kanaya yang beranjak pergi kembali memasuki kamar. Gadis itu pasti sedang merajuk sekarang. Hayden sangat hafal dengan sikapnya yang gampang merajuk jika memiliki keinginan namun tidak ia turuti.

"Naya, aku harus bekerja sekarang. Jika aku mengambil libur, otomatis perusahaanku kurang terurus nanti. Kau memangnya mau tidur dengan alas tikar saja? Yakin kuat menahan lapar jika aku tidak mampu membeli makananmu?" tanya Hayden pada Kanaya yang berada di dalam kamar tanpa membukakan sedikit pun celah baginya untuk masuk.

Satu menit berlalu, Kanaya masih belum menunjukan batang hidungnya. Namun menit berikutnya gadis itu keluar dengan wajah bad mood yang sangat kentara.

"Pergi saja, kau bahkan tidak peduli padaku," ucap Kanaya. Spontan Hayden semakin menarik gadis itu agar mendekat padanya. Hayden tersenyum menenangkan guna meyakinkan pada Kanaya jika dirinya akan pulang lebih cepat.

"Aku tidak akan bohong, Kanaya. Aku akan pulang lebih cepat, percayalah. Kau boleh meminta apapun jika aku pulang nanti," ujar Hayden berharap Kanaya bisa menerima bujuk rayunya. Memang sedikit sulit membujuk gadis keras kepala.

"Aku tidak akan meminta sesuatu padamu jika pulang nanti. Aku hanya meminta kau sekarang jangan bekerja dan tetap temani aku. Aku yakin perusahaanmu tidak akan hancur jika pemimpinnya mengambil libur di hari kerja walau hanya satu hari. Aku mohon," Kanaya menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada guna memohon pada Hayden agar menuruti keinginannya.

Pria itu menggeleng, mencium sekilas dahi Kanaya dan tetap melenggang pergi dengan salah satu tangan menjinjing tas kerja. Bibir Kanaya spontan melengkung ke bawah, gadis itu memandang kepergian Hayden dengan hati sedihnya. Tak ayal ia merasa berbunga karena pria itu mengecup dahinya.

Melirik sekilas pada laptop yang sepertinya menganggur, Kanaya kini mulai menemukan ide baik untuk mengisi waktunya agar tidak terlalu terbuang sia-sia. Mungkin dengan menonton film serta ditemani beberapa camilan akan membuat hatinya senang.

Dengan secepat kilat Kanaya menyiapkan tempat yang nyaman dengan beberapa bahan guna dirinya bersandar. Juga camilan serta minuman dengan jumlah cukup banyak agar perutnya tidak akan kelaparan.

Gadis itu memilih film bergenre horor, entah akan sanggup menontonnya sampai akhir atau tidak, Kanaya sangat merindukan film berbau setan sekarang.

20 menit berlalu, film itu belum terlalu menunjukkan sisi horornya. Namun menit selanjutnya Kanaya reflek menutup wajah menggunakan bantal kecil khusus untuk menutup mata jika setan telah bermunculan.

Kanaya sudah tidak sanggup, gadis itu masuk ke dalam kamarnya secepat kilat dan mengunci pintunya rapat-rapat. Bayangan tentang horornya film itu membuat Kanaya tidak mau bergerak sedikit pun, ia hanya bisa bersembunyi seaman mungkin dibawah selimutnya.

Ketukan pintu kamar terdengar, Kanaya semakin berkeringat dingin dibuatnya. Kanaya merapalkan doa-doa dalam hati agar dirinya tetap aman. Ketukan semakin terdengar dengan jelas, hal itu tentu membuat Kanaya ingin menangis saja rasanya.

"Kanaya, kau sedang apa?" Kanaya membulatkan matanya ketika mendengar suara yang sangat familiar di telinga. Dengan cepat ia bangkit, turun dari kasur dan berlari guna membuka pintu.

Terpampanglah sosok Hayden dengan gagahnya, tanpa sadar Kanaya menubruk tubuh itu dan memeluknya erat-erat.

"Akhirnya kau datang, aku kira makhluk halus," celetuk Kanaya membuat Hayden heran dibuatnya. Selama belasan tahun tinggal sendiri belum pernah sekalipun ia ketakutan dengan alasan makhluk halus.

"Menonton film horor?" tanya Hayden, anggukan dari Kanaya membuatnya menarik nafas lelah. "Kau penakut, pilihan yang buruk jika tetap memaksakan diri untuk menonton film horor." Kanaya menatap kesal Hayden, jika bukan karena pria itu dirinya tidak akan mau menonton film horor!

"Sudah kubilang, kau sebaiknya tidak usah bekerja dan temani aku saja. Dengan begitu, aku tidak akan menonton film horor karena ada kau sebagai teman. Setuju?" Hayden menggeleng, gadis itu kembali murung dan menatap kesal ada Hayden.

"Lain kali aku akan menemanimu lebih lama lagi. Untuk sekarang, kau harus bisa mengerti terlebih dahulu. Aku pergi," ujar Hayden setelah memastikan urusannya selesai. Pria itu kembali hanya sebatas mengambil satu map yang tertinggal, dan kembali pergi setelah mendapatkannya.

Sepeninggalan Hayden, Kanaya tidak bisa berhenti mengumpat dan menyumpah serapahi pria menyebalkan itu. Kini dirinya bingung harus berbuat seperti apa dan harus melakukan apa. Ingin kembali menonton film rasanya Kanaya tidak sanggup.

Tak sengaja matanya menemukan sebuah piano lengkap dengan tempat duduknya. Mata Kanaya berbinar ketika mendapatkan ide baru untuk mengisi waktu luang. Semenjak memasuki sekolah dasar, ia memang sudah sangat menyukai bermain piano. Hal itu membuat kedua orang tuanya membelikan benda itu agar ia bisa puas bermain. Dan sampai sekarang Kanaya masih menyukainya. Bahkan bisa dikatakan jika ia cukup ahli dalam bermain piano.

Alunan demi alunan telah Kanaya mainkan. Mulai dari alunan sedih sampai gembira, semuanya telah mengisi waktu luang Kanaya. Sampai pada akhirnya siang hari tiba, asisten datang dan bersiap untuk membuat makan siang. Kini pekerjaan Kanaya beralih menjadi teman asisten itu saja.

Ponsel rumah berbunyi, Kanaya bangkit untuk mengangkatnya yang ternyata Haydenlah yang menelpon. "Apa?" tanya Kanaya ketika sambungan itu mulai terhubung. Mengingat Hayden yang tidak menuruti keinginannya pagi tadi membuat Kanaya kembali kesal.

"Bibi sudah tiba? Jika dia selesai memasak, kau harus cepat makan dan minum obat dengan benar. Aku sedang tidak ada di sana dan tidak bisa mencubitmu jika kau melanggar peraturan," ujar Hayden dari seberang sana membuat Kanaya semakin kesal. Bisa dikatakan jika ia adalah pembenci obat.

"Aku libur minum obat sekarang. Jika kau ingin aku minum obat dengan benar, pulanglah dan bantu aku. Jika tidak—" Tut. Panggilan itu terputus, beberapa kali Kanaya memanggil Hayden namun tidak ada jawaban dari seberang sana.

Gadis itu semakin kesal saja. Demi apapun Hayden sangat-sangat menyebalkan, pria itu belum tahu cubitan mematikan darinya.

Ketika sedang asik menggerutu dan menyumpahi Hayden, pintu apartemen terbuka dan menampilkan seseorang yang sedari tadi membuat Kanaya kesal. Pria itu terlihat sibuk mengambil kotak obat, sepiring nasi serta lauknya dan tak lupa segelas air minum.

"Kau harus makan dan minum obat," Kanaya terperangah mendengarnya. Hayden terburu-buru karena ingin dirinya meminum obat? Oh God ...

"Mm ... sebaiknya kau kembali bekerja saja, obat ini bisa aku minum sendiri. Kau tidak perlu membantunya," ujar Kanaya dengan senyum meyakinkan. Pria itu menggeleng dan tetap kekeuh membantu Kanaya makan serta minum obat.

Setelah selesai, Hayden tak lupa untuk makan siang sebelum kembali bekerja. Dan sayangnya, Kanaya kembali merajuk tidak ingin ditinggal pergi.

"Aku tidak akan lama lagi, kau bisa menunggunya seperti tadi dan makan sepuasnya untuk menungguku pulang. Aku pergi," ujar Hayden sambil mengacak pelan rambut gadis yang sedang merajuk.

***

Aduh, gimana ga gemas kalau yang merajuk Kanaya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status