***
Pagi ini aku aku bangun dengan sejuta perasa'an cemas dan gelisah.
Setelah semalaman aku berfikir, aku bahkan tidak mengerti dengan apa yang sedang aku rasakan sekarang. Aku terus saja memikirkan gadis kampung itu, dan memikirkan ucapan Mami semalam.
"Selamat pagi Cucu kesayangan Oma." Oma menyapaku dengan di iringi senyum di wajah senjanya.
"Selamat pagi juga Oma"
"Tumben Cucu Oma bangun pagi, di hari libur kerja?" tanya Oma heran.
"Aku tuh mau ngajakin Oma lari pagi," ucapku tersenyum.
"Beneran?" tanya Oma serius.
Iyalah Oma. Masa bohongan sih," sahutku.
"Kalau begitu Oma siap-siap dulu ya."
"Iya Oma, ditunggu."
Oma pun masuk ke kamarnya untuk bersiap-siap. Sementara itu aku menunggu di sofa. Mami dan Papi pun datang menghampiriku.
"Anak Mami udah bangun? Pasti lupa ya, kalau hari ini tuh, hari Minggu?" Mami pun sama herannya.
"I-iya, Mi. aku lupa tadi," Aku berbohong pada Mami, padahal aku memang sengaja bangun pagi-pagi.
"Ayo Rik, Oma sudah siap nih," ajak Oma dengan begitu semangatnya.
"Wah pada mau lari pagi ya? Papi mau ikut juga dong" ucap Papi dengan sigap ikut berdiri.
"Bagus tuh, Pi. Mending Papi sering-sering ikut lari pagi biar tambah bugar," sahut Mami yang senang karna Papi mau ikut olahraga.
"Ya udah, ayok jalan sekarang. Makin rame kan makin seru," sambung Oma dengan bersemangat sekali pagi ini.
***
Aku, Oma, dan Papi segera berangkat ke taman yang biasa orang-orang kunjungi jika ingin lari pagi.
Suasana di taman pagi ini sangatlah ramai. Banyak gadis-gadis muda, menjalani rutinitas lari pagi. Ada yang bersama pasangannya, ada juga yang bersama-sama temannya, bahkan ada yang bersama keluarga, seperti kami sekarang.
Aku selalu saja menjadi pusat perhatian sekelompok para gadis, memiliki paras yang tampannya melebihi kadar maksimal ini, membuat aku selalu jadi idaman para-para gadis. Banyak yang mencuri-curi perhatianku, mencoba menggodaku. Namun, aku tak perduli akan hal itu. Bagiku sangat penting menjaga image di depan umum. Aku di kenal sebagai pria dingin di depan banyak orang. Jika ingin bermain-main cukup di ranjang panas milikku saja.
"Ciye ... Cucu Oma, di perhatikan oleh gadis-gadis cantik," goda Oma padaku dengan begitu usilnya, sambil mencolek-colek pinggangku.
"Apa sih, Oma. Kayak gak tau aja, kalau Cucu Oma ini gantengnya gak tertolong. Jadi wajarlah, kalau banyak gadis yang tergila-gila," Aku menjawab Oma dengan begitu bangganya. Sementara Papi hanya tertawa mendengar percakapan aku dan Oma.
Setelah kurang lebih dua jam kami di taman, akhirnya kami pun segera pulang ke rumah. Dan saat sampai di rumah, ternyata sudah ada Si mbok. Terlihat Si mbok duduk bersama Mami. Suasana sedikit menegang. Entah apa yang sudah terjadi.
"Eh, Si mbok sudah kembali," ucap Papi dengan senang, melihat kehadiran Si mbok. Namun, Si mbok hanya diam saja.
"Kenapa pada diam semua Mi?" Aku bertanya pada Mami yang sedari tadi juga terlihat diam saja.
Tiba-tiba, Dara keluar dari kamarnya dengan membawa beberapa tas pakaian miliknya.
"Lho, Dara mau kemana bawa tas segala?" tanya Oma terlihat heran dan segera mendekati Dara.
"A-anu Oma ...." Belum sempat Dara menjawab. Mami langsung membuka suaranya.
"Dara akan pulang ke kampung hari ini," jawab Mami.
"Kok pulang? Kenapa?" Sambung Papi.
"Kan Si Mbok sudah datang, jadi Dara bisa pulang ke kampung," Mami mencoba menjelaskan.
"Tapi bukannya kemarin Si Mbok bilang, kalau Dara akan ikut tinggal di sini. Di kampung kan sudah tidak ada siapa-siapa lagi," ucap Papi terlihat heran.
"Iya, kenapa harus pulang Dara?" Kali ini Oma bertanya dengan memegang tangan Dara.
"A-anu Oma, sebenarnya Dara tetap ingin di sini, tapi ...." ucapan gadis itu terputus.
"Saya yang meminta Dara, untuk kembali ke kampung. Karna cukup Si Mbok saja yang bekerja di rumah ini. Saya tidak ingin menambah beban, dengan adanya Dara di sini," Mami mengungkapkan keputusannya di depan semua keluarga hari ini.
Aku terdiam, tiba-tiba tubuhku terasa gemetar. Akhirnya gadis kampung itu angkat kaki juga dari rumah ini. Tapi kenapa aku tidak merasa senang.
"Mami apa-apa'an sih mi? Kenapa buat keputusan mendadak begini?" ucap Papi dengan nada yang sedikit meninggi.
"Ada yang salah Pi? Kenapa Papi seperti ngebela'in Dara? Ini sudah bulat keputusan Mami," Mami menjawab dengan nada yang bahkan jauh lebih tinggi dari Papi.
"Sudah, sudah. Pagi-pagi begini sudah ribut aja. Coba kamu kasih Ibu satu alasan yang masuk akal, kenapa kamu mengusir Dara dari rumah ini?" tanya Oma dengan serius pada Mami.
"Saya gak mau aja Bu, menanggung beban dari yang seharusnya gak saya tanggung," jawab Mami dengan lemah.
"Beban? Beban apa maksud kamu? Dara di sini juga bekerja, bukan menumpang gratis kan? Lagi pula kalau kamu keberatan, harusnya dari awal kamu gak beri izin Dara di sini. Kenapa baru sekarang kamu permasalahkan?" ucap Oma dengan lantang.
"Saya cuma gak mau, Riko merasa tidak nyaman di rumah jika ada Dara. Karna dari awal Riko tidak menyukai Dara ada di sini. Benar begitukan Riko?" Mami malah menyudutkan aku. Tapi memang bener sih, awalnya aku yang menentang keras Dara ada di sini.
"I-iya, Mi. Tapi aku kan sudah bilang ke Mami, kalau sekarang aku udah gak permasalahkan lagi," jawabku berharap Dara tidak jadi terusir dari sini.
"Oh jadi begitu alasannya. Sekarang sudah jelaskan? Riko juga tidak keberatan lagi kalau Dara di sini. Jadi Ibu harap, kamu juga tidak mempermasalahkan ini lagi Mery." Oma menyebut nama Mami, itu tandanya keputusan Oma gak boleh di lawan.
Akhirnya Dara tidak jadi di pulangkan. Si Mbok terlihat begitu senang dengan keputusan Oma. Dara juga demikian. Tapi tidak dengan mami. Mami terlihat semakin marah dan kesal, hanya saja Mami tidak kuasa melawan Oma. Kalau Papi tipe suami yang nurut sama istri. Beda lah sama aku. Kalau aku, mana mau di atur oleh perempuan, kecuali Omaku.
Hari ini aku duduk di teras sendirian, sambil memainkan ponselku, tiba-tiba Oma datang dengan membawa sesuatu di tangannya.
"Eh, Oma. Bawa apa itu Oma?" tanyaku sambil tersenyum.
"Ini, Oma bawakan hadiah buat kamu," Oma sambil menyodorkan sebuah kotak yang dibalut dengan kertas kado
"Hadiah dalam rangka apa Oma?" tanyaku lagi.
"Hadiah ulang tahun Cucu Oma dong. Kemarin kan Oma gak hadir di pesta ulang tahun kamu," jelas Oma.
"Oma tuh ya, bisa aja. Aku gak usah di kasih hadiah juga gapapa Oma. Yang terpenting itu do'a dari Oma!"
"Oma selalu doa'kan yang terbaik kok buat Cucu kesayangan Oma ini. Sekarang kamu buka deh kado dari Oma," perintah Oma dengan kasih sayang.
"Baik, Oma." Aku pun membuka hadiah dari Oma. Ternyata sepasang kalung berbentuk hati yang terbelah dua.
"Kamu suka?" tanya Oma sambil tersenyum padaku.
"Suka, Oma. Tapi kenapa ada dua kalung?" sahutku sambil bertanya karna masih belum mengerti tujuan Oma.
"Oma sengaja kasih sepasang kalung itu, agar nanti bisa kamu kasih ke calon istri kamu," lagi-lagi Oma membahas istri padaku.
"Terima kasih ya Oma atas hadiahnya. Tapi aku belum menemukan wanita yang bisa buat aku jatuh cinta," jawabku sejujurnya pada Oma.
"Gapapa. Simpan aja dulu, nanti Oma tunjukkan seorang gadis yang akan membuat kamu luluh padanya," Oma berkata penuh keyakinan.
Bersambung
***Aku terus saja memikirkan perkata'an Oma. Siapa gadis yang Oma maksud? Kenapa Oma begitu yakin kalau aku akan luluh padanya.Sampai kapan pun aku takkan pernah takhluk pada seorang wanita ...!Bicara soal wanita, aku jadi rindu ranjang panas milikku itu. Aku mengotak-ngatik ponselku, aku berniat menghubungi Doni. Tapi kali ini aku meminta Doni mengirimkan beberapa foto gadis cantik untuk ku pilih salah satunya."Don ... seperti biasa, kamu carikan saya mainan baru. Tapi saya ingin melihat beberapa pilihan dari kamu hari ini. Tolong dikirimkan foto-fotonya." Aku mengirimkan pesan pada Doni lewat watsapp.Tak lama kemudian Doni pun membalas pesanku. Doni mengirim beberapa foto wanita cantik. Hingga aku memilih salah satunya. Aku pun memberitahui Doni, untuk segera mengantar gadis yang ku pilih itu ke apartemen.Aku langsung bersiap-siap menuju apartemen. Ketika aku hendak melangkahkan kakiku keluar, tiba-tiba Mami menyapaku ...."Ma
***Seperti biasa malam ini semua berkumpul di meja makan. Semua hidangan sudah di sediakan oleh Si Mbok dan Dara."Dara dan Si mbok, ayo gabung makan di sini," ajak Papi dengan begitu ramah."Terima kasih, Tuan. Tapi Si Mbok makan di dapur aja," tolak Si Mbok, sambil bergegas ke dapur."Hmmm ... ya sudah, kamu saja yang ikut makan di sini Dara," Papi kembali mengajak Dara."Saya bareng Ibu saja di dapur Tuan." Dara juga bergegas masuk ke dapur."Yaah ... pada gak mau gabung," keluh Papi."Mungkin mereka sungkan. Makanya kalian tuh biasakan beramah-ramah dengan mereka. Jadi mereka pun tidak akan menolak untuk ikut bergabung," ucap Oma mencoba menasehati kami semua."Ya, ngapain juga toh Bu beramah-ramah dengan pembantu. Nanti yang ada mereka malah besar kepala," sahut Mami dengan nada sinisnya."Tuh rudy, dengar kan ucapan istri kamu? Besok tugasmu merubah perangainya," ucap Oma kembali menyindir Mami."Kala
*** Sepulang dari kantor, aku langsung menuju apartemenku. Niatnya aku ingin bersenang-senang di ranjang panas milikku! Aku pun telah tiba di sebuah apartemen mewahku ini. Aku langsung merebahkan tubuhku. Ku coba mencari kontak Doni diponselku, dan segera menghubunginya.! "Hallo, Don. Seperti biasa. Saya tunggu di apartemen," ucapku. "Beres, Tuan muda." Sahut Doni, dan aku segera memutuskan sambungannya. Tak lama menunggu, Doni datang dengan seorang gadis cantik. Seperti biasa aku mengirim bayarannya, dan Doni segera berlalu. "Hey, Tuan muda! Anda sungguh menggoda," ucap wanita itu. "Tentu saja...." Sahutku. Aku yang sedari kemarin ingin menyalurkan birahiku, kini sudah dapat mangsa di depan mata. Seorang gadis yang terlihat masih sangat muda itu tersenyum manis menggodaku.! Tentu saja aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan kali ini. Aku langsung menerkam gadis itu dengan buas. Terlihat gadis can
***Pagi ini aku kembali bersiap-siap untuk ke kantor!Dara terlihat sedang mondar-mandir membawakan sarapan ke meja makan. Aku menyaksikan langkah gadis kampung itu, dari atas tangga. Aku turun perlahan ke bawah. Hingga tiba-tiba ... Mami menabrak tubuh Dara, dan minuman yang tengah Dara bawa tumpah seketika."Kamu tuh gak punya mata ya?" teriak Mami pada Dara."Ma'af, Nyonya. Tapi tadi, Nyonya yang menabrak saya dari samping," ucap Dara jujur."Oh ... Jadi kamu nyalahin saya? Lancang kamu ya. Mau saya usir kamu dari sini? ancam Mami, sambil melotot."Ini ada apa sih, Mi?" Papi menghampiri Mami, karna mendengar Mami marah sambil berteriak."Lihat ni, Pi. Baju Mami kotor begini," keluh Mami, sambil menunjukkan bajunya."Lho ... Kok bisa?" Papi terlihat heran."Ya gara-gara Si Dara ini." Mami menunjuk ke arah Dara."Ma'af, Nyonya. Biar saya bersihkan." Dara terlihat mencoba mengelap baju Mami."Gak per
***Ketika aku sudah sampai di rumah, aku langsung menghubungi Grecia...!"Hallo, Grecia. Mulai besok, kamu sudah bisa bergabung di perusaha'an saya," ucapku."Baik, pak. Terima kasih banyak!" sahutnya terdengar senang.Setelah selesai bicara dengan Grecia lewat telfon, aku menuju teras lantai dua dekat kamarku. Aku memang suka bersantai di sana. Menikmati secangkir kopi, atau sekedar melamun saja. Sore ini angin bertiup dengan begitu kencang. Seperti akan turun badai. Aku menyaksikan pemandangan dari atas sini. Terlihat kota ramai kendara'an lalu lalang. Sungguh pemandangan yang membosankan bagiku. Lalu terlihat Mami sedang bicara dengan seseorang di seberang jalan...!"Siapa yang di temui Mami di sana?" gumamku pada diri sendiri.Terlihat, Mami menemui seorang laki-laki berbadan tegap. Entah apa yang di bicarakan Mami. Namun, terlihat cukup serius. Seketika laki-laki itu sudah pergi menggunakan mobil berwarna hitam miliknya.Aku yan
***Pagi ini aku kembali bersiap ke kantor. Ku hubungi Grecia agar segera datang ke rumahku terlebih dahulu.!!"Hallo, Grecia. Kamu sudah siap? Saya tidak suka ada keterlambatan, walau hanya satu menit," tanyaku tegas."Sudah, Pak. Saya akan berangkat lebih awal," sahutnya santai."Sebelum ke kantor, kamu mampir ke rumah saya terlebih dahulu. Ada yang mau saya bicarakan," ucapku."Baik, Pak. Saya segera ke sana, kirimkan saja lokasinya," sahutnya lagi.Aku pun mengirimkan alamat rumahku. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Grecia sampai..! Seperti biasa, Dara membukakan pintu."Permisi ... Saya ingin bertemu dengan Pak Riko," ucap Grecia saat Dara membukakan pintu."Oh, silahkan. Tuan muda sedang sarapan," sahut Dara tersenyum.Kemudian Grecia masuk dan menghampiriku."Cia ...." teriak Mami terkejut"Eh, Tante ...." sahut Grecia yang tak kalah terkejutnya."Kalian saling kenal?" t
***Aku masuk ke kamar dan mengambil diary yang diberi Oma. Aku menulis dengan begitu semangatnya, ku luahkan semua kekesalanku hari ini.Aku bahkan tidak tertarik sama sekali pada Grecia. Bagaimana mungkin aku bisa menerima perjodohan konyol ini.Tok-tok-tok ....Terdengar ketukan dari pintu kamarku! Aku pun membukanya dengan langkah yang malas."Tuan, dipanggil Nyonya besar untuk segera makan malam," ucap Dara dengan lembut.Seketika aku punya ide cemerlang untuk menggagalkan rencana perjodohan antara aku dan Grecia...!"Tuan ...." Panggil Dara sambil melambaikan tangannya ke depan wajahku. Aku pun segera sadar dari lamunanku itu."Oh, iya ... Kamu kemarilah!" Aku menarik Dara masuk ke dalam kamarku, dan aku mengunci pintu kamar, agar tidak ada yang mengetahui ini."Jangan macam-macam, Tuan." Ucap Dara yang menepis kasar tanganku."Diamlah! Saya hanya butuh bantuanmu," ujarku de
***Aku melangkah meninggalkan Mami dan Papi. Ku gandeng tangan Dara tepat dihadapan mereka. Mami terlihat begitu syok dan nyaris pingsan! Bukannya sedih, aku malah merasa lucu dengan reaksi Mami itu."Tuan muda! Saya takut, jika nanti Nyonya besar benar-benar mengusir saya dan Ibu," ucap Dara."Tenang saja. Saya jamin, Mami tidak akan melakukan itu," sahutku santai."Tapi, Tuan muda ....""Kamu terlalu banyak tapinya. Saya sudah bilang, jangan khawatir! Ah sudahlah. Saya ada urusan di luar." Aku berlalu meninggalkan Dara.Hari ini aku akan menemui Bram di Apartemennya! Sekalian berbagi kesialan yang kini sedang menimpa hidupku."Pak Tarjo. Antar saya ke apartemen Bram yang berada di jl. Kenanga itu," perintahku pada sopir andalan."Siap, Tuan muda!" jawabnya sigap.Pak Tarjo melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Karna Apartemen Bram tidak terlalu jauh dari rumahku, kini aku sudah tiba di depan apartemen mewah t