Tempat : Venus
Tahun : 2135
Venus yang sejak dahulu dikenal sebagai kembaran Bumi, sekarang benar-benar menjadi planet seperti Bumi. Venus memang dikenal sangat panas dan mustahil untuk dihuni, tetapi setelah penelitian puluhan tahun, alhasil para peneliti dapat menormalkan suhu Venus dengan Hygrometer. Hygrometer adalah sebuah alat yang sudah ditanamkan di dalam Venus untuk menjaga suhu Venus agar stabil dan sama seperti Bumi. Venus juga dilindungi oleh Skiologi yang sama seperti Mars.
Sistem pemerintahan venus juga tak jauh berbeda dengan Mars, perbedaannya hanya gender yang memimpin. Venus dihuni oleh sepuluh koma lima milyar wanita dan akan terus berkurang. Venus sedang mengalami masalah besar karena penduduknya yang terus berkurang dengan sangat cepat karena banyak sekali terjadi bunuh diri masal, penyakit baru yang terus memakan korban dan peperangan untuk memperebutkan daerah.
Wanita memang selalu indentik dengan kelembutan dan tidak terlalu berambisi, tetapi wanita juga manusia yang memiliki keserakahan dan ambisi di dalam dirinya. Wanita bisa lepas dari sifat lembut, sifat tidak berambisi dan sifat selalu mengalah, tetapi wanita tidak akan pernah bisa menyangkal bahwa mereka adalah makhluk perasa. Mereka tidak bisa mengontrol perasaannya, jarang terdapat wanita yang logikanya dan perasaannya berjalan beriringan. Mereka cenderung lebih menggunakan perasaan dan menyebabkan mereka menjadi depresi, terlalu banyak merenungkan banyak hal yang tidak fundamental, lalu berunjung dengan pemikiran bunuh diri.
Presiden Venus sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengurangi kasus bunuh diri, tetapi angkanya terus saja meningkat. Selama rentang tiga puluh lima tahun sudah lebih dari dua milyar penduduk bunuh diri dan sisanya mati karena peperangan dan juga penyakit baru, bahkan psikolog dan psikiater adalah pekerjaan yang paling banyak dicari di Venus.
Sama halnya seperti Mars, anak kecil sudah tidak ada lagi. Sepanjang manik memandang, hanya ada wanita dewasa. Sekolah juga sudah ditutup puluhan tahun lalu sejak semua penduduk menjadi dewasa, Venus hanya memilik perguruan tinggi yang sudah mulai lenggang karena banyak penduduk yang sudah kuliah sampai jenjang Pendidikan akhir dan menyelesaikan pendidikannya.
Tidak ada lagi suara bayi menangis, anak kecil merengek dan sorakan anak-anak yang bermain. Tanpa mereka sadari, niat awal mereka untuk menanggulangi, malah berujung memusnahkan. Terkadang manusia mereka dirinya yang paling benar, bahkan mereka bisa saja merasa menjadi Tuhan.
***
Julia menatap benda persegi panjang yang lebih mirip seperti kertas mika tipis sambil menyeruput kopinya. Akhir-akhir ini, para peneliti diteror dengan penyakit mengerikan yang terus membinasakan penduduk Venus. Para peneliti terus berusaha siang dan malam untuk menyelamatkan penduduk Venus. Alih alih berhasil, sampai sekarang para peneliti justru belum menemukan obatnya.
Julia melayangkan pandangannya keluar kaca kafe kantornya. Ia menghembuskan napas berat sembari mengamati bulir air hujan yang jatuh menghantam tanah. Ia kadang merasa penasaran bagaimana bentuk Bumi. Ia selalu melihat-lihat gambar Bumi, bukan hanya itu, ia juga ingin menginjakkan kakinya di sana, planet aslinya. Planet di mana tempat umat manusia seharusnya. Julia juga ingin tahu bagaimana rasanya jika terdapat dua jenis gender dalam satu planet. Ia tiba-tiba saja ranumnya tersimpul karena lamunannya sendiri.
Sontak sebuah suara mengintrupsi lamunannya. ”Julia,” panggil seseorang.
Julia mengakhiri lamunannya dan menoleh ke sumber suara. “Ada apa Sarah?” tanya Julia dengan alis terangkat.
Sarah menarik lebar kedua sudut ranumnya. ”Kita menemukan obat untuk penyakit baru itu,” jelasnya girang.
Netra Julia lantas mencelik tertegun. Ia tidak bisa menutupi seyuman leganya seraya bangkit dari kursinya. Tungkai jenjangnya menarik langkah dengan kecepatan penuh menuju lift.
Julia berjalan masuk ke dalam laboratorium serba putih sambil menahan sudut ranumnya yang tak usai-usai tersimpul. Ia menghampiri para peneliti yang sedang berkumpul. “Jadi, bagaimana?” tanyanya penasaran.
Para peneliti melayangkan pandang pada Julia dengan sorot mata gusar dan menghela napas kecil. “Kita memang menemukannya, nama tumbuhannya bernama Anuma, tetapi tumbuhan itu sudah tidak banyak lagi di Venus dan hampir punah. Kami hanya bisa mendapatkan sedikit daunnya untuk sempel,” jelas salah satu peneliti.
Dahi Julia berkerut. Ia mengenal tanaman itu, tanaman itu tumbuh banyak di bumi. Julia mengetahuinya karena risetnya tentang planet bumi. Ia memang sudah sejak lama melakukan riset tentang Bumi, tetapi sedikit tertunda karena semua satu tahun belakangan ini, ia larut ke dalam kesibukkannya mencari obat untuk penyakit mematikan yang menyebar di Venus. Pernyakit tersebut sama seperti ebola yang pernah ada ratusan tahun lalu, tetapi kali ini lebih parah dan sulit disembuhkan.
“Venus memang tidak memiliki banyak Anuma, tetapi Bumi memiliki milyaran Anuma yang tumbuhya dengan liar. Aku akan menghadap presiden untuk meminta izin pergi ke bumi,” tutur Julia menggebu-gebu, sontak membuat seluruh peneliti terlihat sangat terkejut.
Alih-alih terkejut, para peneliti hanya menatap Julia dengan yakin. Mereka sangat mengenal bagaimana perangai Julia setelah bekerja sama selama bertahun-tahun. Julia pantang menyerah, selalu bepikir positif, dan akan melakukan segalan macam cari untuk menyelamatkan umat manusia. Itulah Julia.
***
Sesosok wanita dengan pakaian serba hitam berdiri di sebuah tempat sambil memgedarkan pandangannya ke sekitar. Tempat yang ia pijaki sangat tandus dan hanya diisi oleh hamparan gurun pasir. Ia melihat mayat manusia yang tergeletak di segala tempat. Terik matahari membuat dirinya merasa sangat tersengat. Ia mulai melangkahkan kaki telanjangnya menyusuri hamparan gurun pasir yang penuh dengan mayat itu.
Semakin jauh ia melangkah, semakin ia melihat gedung-gedung terbengkalai yang sudah rapuh dan hancur, bahkan terdapat sebuah pesawat yang bertengger di atas sebuah gedung. Ia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, tetapi ia mengenal tempat ini. Ini adalah venus, tetapi ia tidak mengerti kenapa venus menjadi planet mati tak berpenghuni seperti ini.
Sontak sebuah tangan tua menahan dirinya. Ia menghentikan langkahnya dan menoleh ke samping. Seorang wanita tua dengan tatapan membuncah menatap dirinya dengan dalam.
“Inilah yang akan terjadi pada Venus beberapa tahun ke depan, jika penduduk Mars dan Venus tidak bersatu. Kita semua akan punah, manusia akan punah dan mati. Kalian para manusia sudah melanggar aturan alam semesta bahwa pria dan wanita harus tinggal berdampingan dan saling bersatu. Kalian memilih cara yang salah. Kau harus menyelamatkan umat manusia,” katanya dengan suara serak menyeramkan yang tidak nyaman untuk di dengar.
Suara alarm memenuhi seluruh sudut apartemen.
Alexa lantas membuka netra dengan terburu-buru dan terduduk di ranjang dengan napas yang terengah-engah. Mimpinya sangat mengerikan. Sudah genap tiga tahun ia memimpikan hal aneh ini, tetapi kali ini sedikit berbeda. Biasanya di dalam mimpi, ia hanya akan melangkah tidak jelas mengelilingi tempat yang ia yakini sebagai Venus. Namun, kali ini ada yang berbeda. Ia bertemu seorang wanita tua yang mengatakan hal yang menakutkan.
Alexa tertegun seraya memijat pelipisnya pelan. Mimpi itu terasa sangat nyata sampai membuatnya sangat takut. Ia tak mengerti apa yang terjadi kepada dirinya. Sejak kecelakaan tiga tahun lalu, ia terus bermimpi tentang hal ini. Semua mungkin terdengar tidak masuk akal, tetapi ia selalu merasa bahwa mimpinya akan menjadi kenyataan. Ia sudah sering mengunjungi psikolog, bahkan psikiater. Ia meminum obat yang diresapkan, melakukan banyak hal yang dapat membantu dirinya lepas dari mimpi aneh itu. Namun, hasilnya nihil, ia semakin takut dan semakin merasa tidak waras.
Lamunanya tergemap karena apartemennya yang tiba-tiba bersuara. “Ada telepon masuk dari kakak anda nona.”
“Jawab,” tithanya.
“Ada apa kak?” tanya Alexa.
“Apakah kau bisa membantuku untuk pergi ke Bumi?”tanyanya langsung pada intinya.
“Hah?!Untuk apa?”
Wanita di seberang telepon menghela napas. “Aku menemukan tumbuhan yang dapat menjadi obat untuk penyakit baru ini tetapi tumbuhan itu hanya sedikit di Venus, tetapi di bumi, tanaman itu tumbuh dengan liar.”
Alexa terdiam dengan dahi berkerut. “Akan aku coba bicarakan dengan bu presiden. Untung saja, aku adalah salah satu asisten kepercayaan bu presiden.”
“Baiklah. Terima kasih adikku sayang.” Panggilan langsung terputus.
Alexa menghela napas panjang dan bangkit dari ranjangnnya.
***
Nora bersemanyam di sofanya sambil melihat kakaknya yang terus-menerus mengetukkan pena ke meja dan suaranya itu sangat menyebalkan sampai membuat dirinya tidak bisa fokus dengan pekerjaannya. Nora mencebik dan merebut pena itu dari tangan kakaknya.
Kakaknya langsung melayangkan tatapan geram. ”Kenapa kau mengambilnya?!” teriaknya.
Nora mendengus gusar. “Kak Sandraku yang cantik, kenapa kau tidak berangkat kerja dan malah datang ke apartemenku?” tanya Nora dengan penuh penekanan di setiap kata yang diucapkannya.
Sandra menyungging bangor. “Aku presiden Venus. Jadi untuk apa aku bekerja?” cibirnya.
Rasanya rahang Nora hampir jatuh karena mendengar perkataan Sandra. “Baiklah terserah kau, tetapi kenapa kau harus datang ke apartemenku?” tanyanya dengan tenang, mencoba untuk menahan emosinya yang meraup-raup ingin dihempaskan.
"Kau sudah tahukan tentang rencanaku untuk kembali menyatukan wanita dan pria?” Ujar Sandra tiba-tiba.
Nora mengangguk paham dan menaruh laptop tipisnya yang lebih terlihat seperti kertas mika yang dilipat menjadi dua.
“Untuk melakukan rencana itu, aku harus melakukan penelitian dan aku membutuhkan manusia sebagai kelinci percobaan. Aku dan presiden Mars sepakat untuk memilih orang-orang yang tertarik dengan Bumi dan gender. Kau tahu bukan kalau sangat sulit mencari orang yang berpikiran seperti itu saat ini?”
Nora mengangguk ragu karena ia merasakan ada hal yang tidak benar di sini.
Sandra menyilangkah kedua tangannya di depan dada seraya mengerutkan alisnya. “Karena aku tahu kalau kau sangat tertarik dengan Bumi dan kau juga akan mengeluarkan buku terbarumu tentang Bumi. Bagaimana jika kau ikut denganku ke Bumi?” tanya Sandra dengan hati-hati.
Nora terpegun. Ia sudah tahu jika arah pembicaraannya akan seperti ini. Sandra memang benar jika ia akan mengeluarkan buku terbarunya tentang bumi, pria dan wanita. Ia merasa jika tawaran Sandra sedikit memikatnya. Nora masih menutup matanya dan sibuk dengan pikirannya. Ia harus mengambil keputusan yang tepat.
Nora mengangkat wajahnya dan menatap Sandra langsung pada netranya. “Baiklah aku mau,” cetusnya singkat.
Sandra langsung menghembuskan napas lega dan mendongak melemparkan kepalanya ke belakang. Ia tahu untuk mencari relawan yang mau ikut ke dalam penelitian ini sangat jarang. Mencari manusia yang tertarik dengan Bumi dan gender sangatlah sulit. Manusia sudah tidak peduli tentang hal itu lagi, mereka hanya berpikir bahwa penduduk Mars dan penduduk Venus adalah manusia dengan sifat berbeda dan tidak akan pernah bersatu. Ini semua karena presiden sebelumnya yang selalu mendoktrin bahwa pria dan wanita memilik sifat yang bertentangan dan tidak akan pernah bisa bersatu.
Sandra tahu bahwa presiden sebelumnya melakukan hal itu karena untuk mengurangi populasi manusia yang terus meningkat, tetapi tanpa disadari, setelah puluhan tahun berlalu, manusia malah dihadapkan dengan kepunahan dan sekarang dia adalah pemimpin Venus yang mengemban tugas untuk menyelesaikan seluruh masalah itu.
***
Halsey masuk ke dalam ruang presiden sambil membawa beberapa berkas. Jam menunjukkan pukul sebelas siang, tetapi presiden yang ia tunggu belum juga menunjukkan batang hidungnya. Ia kadang merasa sedikit bingung mengapa Sandra dapat menjadi seorang presiden, padahal dulu saat mereka kuliah di universitas yang sama Sandra tidak pernah tertarik mencalonkan diri menjadi presiden, tetapi tiba-tiba Sandra mencalonkan dirinya dan berhasil menjadi presiden. Sementara dirinya bekerja sebagai orang kepercayaan Sandra.
Perangai Sandra yang tidak cocok menjadi seorang presiden, kadang membuat dirinya mengusap dada untuk menahan amarah. Contohnya seperti sekarang, Halsey bisa mendengar ketukan sepatu heels dan senandungan Sandra. Ia tidak habis pikir, bisa-bisanya seorang presiden datang siang sambil bersenandung. Sama sekali tidak seperti presiden.
Pintu putih yang terkesan megah terbuka lebar dan menampakkan Sandra dengan balutan serba merah. “Good morning!” Sembari melangkah menuju mejanya.
Halsey mendesis pelan. “Good morning Presiden. Kenapa hari ini anda telat lagi?” tanyanya dengan nada geram yang tertahan.
Sandra mendudukkan dirinya dan kursi putar hitamnya, lalu menatap Halsey yang berdiri di hadapannya. “Saya ada sedikit urusan,” jawabnya singkat dan diakhiri dengan kedua sudut bibir yang tertarik membentuk sebuah senyuman tipis.
Halsey mengangguk sopan dan tersenyum. “Baiklah Bu. Saya akan kembali mengerjakan pekerjaan saya.” Sambil melangkah pergi.
“Tunggu. Ada yang ingin saya bicarakan,” tahan Sandra.
Halsey berbalik badan dan kembali ke tempatnya. “Ada yang bisa saya bantu Ibu Presiden?” tanya Halsey dengan alis berkerut.
Sandra menatap Halsey dengan serius. “Apakah kau sudah menelpon Presiden Mars dan mengatakan bahwa salah satu penduduknya menculik penduduk Venus?” tanya Sandra dengan alis berkeluk.
Halsey mengangguk sopan. “Sudah Bu, tadi Presiden Venus mengatakan bahwa beliau sudah menemukan orangnya dan beliau berencana untuk menjadikan orang tersebut sebagai relawan yang akan dikirim ke bumi.”
“Baiklah. Terima kasih.”
Halsey masih berdiri dihadapan Sandra dengan raut menimbang-nimbang.
Sandra kembali menatap Halsey yang masih bertumpu di hadapannya. “Sepertinya kau ingin mengatakan sesuatu kepadaku sebagai seorang sahabat. Ada apa?” tanya Sandra sambil menyandarkan dirinya di sandaran kursi putarnya.
“Kau serius akan melakukan percobaan ini?” tanyanya dengan awas.
“Aku tahu menyatukan dua manusia dengan kepribadian berbeda adalah yang sulit tetapi sebelum umat manusia dipisahkan secara gender, mereka adalah satu kesatuan. Mereka beriringan bersama. Kita sudah melanggar hukum alam, pria dan wanita diciptakan untuk saling bersama. Jika terus seperti ini, umat manusia akan punah,” jelasnya bersungguh-sungguh.
Halsey tersenyum lega. “Aku memang mengambil keputusan yang tepat untuk selalu mendukungmu.”
Alih-alih merasa lega karena sahabat dekatnya menaruh kepercayaan pada dirinya, ia justru terpegun tak berkutik. Ia merasa cemas karena semua orang terlihat menaruh ekspetasi besar di pundaknya, selain itu banyak pula pihak yang menentang penelitiannya. Ia sadar bahwa rintangan berat menanti di depannya, menunggu waktu yang tepat untuk mengalahkan dirinya. Sandra sangat mengenal bagaimana perangai para petingga yang menentangnya. Sejujurnya ia takut karena mungkin saja rintangan yang menantinya dapat merenggut nyawanya. Namun, ia tidak paham mengapa ia tetap melangkah kedepan seperti ini. Hatinya hanya mengatakan bahwa jalannya sudah benar. Ia sudah mengambil arah yang benar dan ia harus menanggung seluruh konsekuensinya.
“Wanita adalah makhluk yang menghargai cinta, komunikasi, hubungan dan lingkungan”
Christ mencuri pandang pada arloji melekat di pergelangan tangannya. Jam menunjukkan pukul empat sore. Ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya di pusat research Mars, ia seorang peneliti. Hari ini ia tidak bekerja sampai larut malam karena dirinya memutuskan berhenti dari pekerjaannya untuk sementara waktu karena hasratnya untuk meneliti Bumi yang semakin memuncak. Rasa keingintahuannya benar-benar sudah melewati batas normal. Ia tidak akan menahan diri lagi. Ia sudah mengirimkan surat lamaran berserta berkas lainnya yang dibutuhkan ke bagian Earth Research Asosiation. ERA adalah lembaga yang dibentuk presiden Mars dan Venus lima tahun yang lalu, lembaga ini bertugas untuk meneliti Bumi. Jarang terdapat penduduk Mars yang berminat untuk bergabung, tetapi jauh berbeda dengan Christ. Ia sangat menggebu-gebu. “Telepon masuk tuan.” Christ melihat layar kecil di mobilnya. Ia tidak mengenali nomor tersebut, tetapi ia mengenal nomornya ka
Sandra menutup map ditangannya lalu melayangkan pandangannya pada Alexa yang sejak tadi hanya diam terpaku di hadapannya dengan tatapan kosong. Ia merasa sedikit aneh dengan gelagat Alexa hari ini karena tidak biasanya Alexa hanya diam saja. “Alexa,” panggil Sandra. Tak ada jawaban. “Alexa,” panggil Sandra untuk ke dua kalinya. Masih tak ada jawaban. “ALEXA!” seru Sandra dengan intonasi meninggi. Alexa tersentak dan langung menoleh menatap Sandra. “Ada apa Bu Presiden?” tanyanya dengan terburu-buru. Sandra menatap cemas Alexa. “Apakah kau baik-baik saja?” Alexa mengangguk sopan. “Saya hanya sedikit tidak enak badan.” “Kalau kau ingin pulang, pulang saja,” suruh Sandra dengan lembut. “Tidak usah Bu presiden. Bu Presiden sebenarnya saya ingin meminta sesuatu. Apakah boleh?” tanyanya dengan hati-hati. Sandra mengangguk pelan. “Kakak saya yang seorang peneliti ingin meminta izin untuk pergi k
Christ dan Gerald memandang luar angkasa dengan sangat takjub. Untuk pertama kalinya mereka melihat Mars luar angkasa. Mereka baru menyadari bahwa planet yang mereka huni selama tiga puluh lima tahun lamanya sangatlah indah. Namun, ketika Spaceship mulai menjauh dan mereka hanya dapat melihat kegelapan. Mereka sadar jika luar angkasa sangat menyeramkan, gelap, luas dan tak berdasar. Christ memalingkan pandangannya dari luar. Terlalu mengerikan memandang keluar. Ia memutuskan untuk menutup jendela disampingnya dan membuka ipadnya yang setipis dan sebening kertas mika Gerald tidak begitu gusar kala melihat luar angkasa, ia hanya terbesit pemikiran bahwa ternyata ia hanya makhluk kecil di luasnya alam semesta dan luar angkasa lebih luas dari pada yang ia pikirkan selama ini. Gerald menggeleng pelan dan memutuskan untuk menarik selimutnya lalu memejamkan matanya. Sementara Calvin terlihat tidak terpukau dengan pemandangan gelap di luar karena ia sudah te
Nora melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Christ yang bersusah payah mengeluarkan barang-barang mereka dari dalam mobil. Ia menabirkan pandangannya ke sekeliling rumah. Rumahnya berkelir putih dan tidak terlalu megah, tetapi bagian dalamnya terlihat sangat nyaman. Halamannya sangat luas dan ada kolam renang yang dapat di tutup dan di buka. Rumahnya memang terlihat bagus, walaupun tidak sebagus rumah Nora di Venus, tetapi layak untuk ditempati dua manusia. Awalnya Nora merasa akan betah menetap di rumah ini sampai akhirnya ia tahu hanya ada satu kamar di rumah ini. Ia menarik kata-katanya. Christ masuk ke dalam rumah sembari menarik kopernya dan koper Nora dengan susah payah, tetapi ia malah dikejutkan dengan Nora yang berlari menuruni tangga dengan wajah tertekuk. “Christ. Ada hal buruk terjadi. Di rumah ini hanya memiliki satu kamar saja,” pekiknya dengan mata membulat. Christ menatap aneh Nora. “So?” tanya singkat. Nora melayangkan puk
Gerald memasukkan barang-barang mereka berdua ke dalam kamar dengan ke dua tangannya sediri. Sejak tadi Natasha tidak diperbolehkan membawa atau memegang kopernya. Ia hanya dapat diam dan memperhatikan Gerald yang terlihat sedikit kelelahan. Sebenarnya Natasha bisa saja membawa kopernya, tetapi mungkin akan memakan waktu sedikit lebih lama. Jadi Natasha berasumsi bahwa mungkin saja Gerald tidak suka jika melakukan suatu kegiatan dengan lamban. Padahal Gerald membantu Natasha karena dirinya tidak tega melihat Natasha kesulitan dan kelelahan. Wanita memang seperti itu, senang sekali berasumsi dan berujung menjadi kesalahpahaman. Natasha yang merasa tidak enak karena menyusahkan Gerald memutuskan untuk ke dapur dan mencari sesuatu yang dapat diminum oleh Gerald. Ia membuka kulkas dengan sedikit terperanjat karena kulkas tersebut penuh dengan makanan dan minuman. Ia mengambil salah satu botol yang berisi jus jeruk dan menuangkannya ke dalam gelas lalu menghampiri Gerald yang sed
Sesampainya di rumah, Lay dan Julia langsung sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Julia yang sibuk mengurus penelitiannya dan Lay yang sibuk mengerjakan tugasnya sebagai asisten Presiden. Mereka beberapa kali bercakap, tetapi sesaat kemudian mereka kembali fokus dengan pekerjaan masing-masing. Tidak seperti pasangan yang lainnya, mereka benar-benar tidak mengatakan hal yang lain selain berbasa-basi. Julia merapihkan bajunya dan memasukkannya ke dalam lemari dengan teratur. Sedangkan, Lay sibuk menggantungkan bajunya karena ia tidak terlalu puas jika bajunya dilipat. Julia menyelesaikan kegiatannya dan menoleh ke arah Lay yang masih sibuk berkutat dengan baju-bajunya. “Aku akan memasakkan makan malam.” Lalu Julia melangkah keluar tanpa mengucapkan hal lain. Lay tetap fokus dengan pekerjaannya sampai ketika ia mendengar suara dentuman dari arah tangga lalu diikuti dengan suara memekik kesakitan. Lay langsung menghentikan kegiatannya dan b
Alexa mendesis geram karena Calvin sama sekali tidak ada inisiatif untuk membantunya merapihkan rumah. Pria rebel itu hanya sibuk dengan ponsel hologramnya. Entah apa yang dilakukan pria itu, Alexa tidak tertarik untuk mengetahui karena ia hanya ingin Calvin membantunya merapihkan rumah. Ia tahu rumah ini sudah rapih, tetapi menurutnya rumahnya sedikit berdebu. Jadi, ia memutuskan untuk merapihkan lagi rumah ini. Alexa menepuk pundak Calvin dengan kesal. Calvin mematikan ponsel hologramnya dan menoleh ke belakang. “Ada apa Nona?” Tanpa rasa bersalah. Alexa mendecak. “Jangan panggil aku Nona. Kita sudah berkenalan. Jadi, panggil saja aku Lexa.” Calvin mengangguk dan tersenyum usil. “Baiklah Lexa. Ada yang bisa Calvin bantu?” cibirnya. Alexa mengernyit sewot. “Bantu aku bereskan rumah.” Calvin bangkit dari sofanya dan mengacak puncuk rambut Alexa. “Harusnya kau katakan dari tadi. Aku tidak akan mengerti jika kau marah-marah saja dan tida
Sandra dan Andrew masing-masing sibuk dengan kegiatannya. Sandra yang dengan apik memasukkan bajunya ke dalam lemari dan Andrew yang sedang membaca berkasnya. Sejak tadi mereka tidak banyak berbicara. Usai menunggu tantara Mars dan tantara Venus sampai di bumi untuk melakukan penjagaan, mereka kembali ke rumah dengan pikiran yang terfokus pada diri masing-masing. Sandra dan Andrew juga merasa canggung untuk memulai pembicaraan karena sebelumnya mereka tidak pernah membicarakan sesuatu di luar pekerjaan, bahkan perangai Sandra yang terkesan dingin terhadap Andrew, membuat Andrew tak memiliki keberanian melangkaui garis yang Sandra ciptakan. Dalam diam, Sandra beberapa kali mencuri pandang ke arah Andrew. Ada sececah rasa tak enak yang membelam dari dalam dirinya. Ia sadar jika Andrew merasa sungkan karena dirinyalah yang secara terang-terangan menarik garis yang tak dapat pria itu lewati. Ia mendesah jengkel karena dirinya yang menciptakan suasana canggung sekarang. S