Indira datang sedikit terlambat dari biasanya. Untuk menghemat ia naik sepeda dan jarak dari rumah ke kantor memakan waktu yang lumayan jauh.
"Kamu keringatan banget sih!" tegur Erna.
Indira mengangguk dan bergegas ke kamar mandi. Dengan secepat mungkin ia berganti baju dan kembali ke ruangan.
"Naik sepeda lagi?" tanya Erna sebelum ia masuk kantornya.
"Biar sehat, olahraga," jawab Indira cepat. Erna mencibir dengan kesal.
"Kenapa nggak bilang kalo bokek, sih?" gerutu Erna sambil merogoh tasnya dan mencabut beberapa lembar. Ia melesakkan ke dalam kantong Indira yang mencoba berkelit.
"Kalo kamu nggak terima, berarti egois. Kakekmu butuh ini," ancam Erna. Indira berdiri dengan bibir bergetar.
"Maturnuwun ya, Er," bisik Indira lirih sekaligus menahan malu. Erna menepuk lengan Indira dan tersenyum tulus.
***Makan siang setengah jam lagi. Indira membuka dengan pelan tasnya. Empat lembar limaIndira menarik amplop putih dan merobeknya. Raut wajahnya pias. Banyak sekali uang ini? batin Indira terkejut.Hatinya makin kesal. Ia tidak butuh belas kasihan! Setelah menebus obat, ia bergegas pulang. Ketika melewati warung, Indira membeli semua kebutuhannya dengan sisa uang miliknya. Gadis itu hanya mengambil sejumlah yang ia berikan pada Alden sebelumnya, dari amplop tersebut.Begitu tiba di rumah, Indira mengintip kamar kakeknya. Masih terlelap. Indira kembali keluar dan menerjang malam menuju rumah Widari."Lho? Mbak Indi, kok tumben?" sapa Haris satpam rumah bosnya. Indira tersenyum ramah dan bertanya apakah Alden ada."Baru aja pulang. Sebentar saya panggil, Mbak," jawab Haris dan Indira mengucapkan terima kasih.Gadis itu memilih duduk di pos satpam sambil memeriksa handphonenya."Indira?" seru Alden dengan wajah senang. Indira mengangguk datar dan meraih tangan Alden serta mengembalikan amplop putih t
Alden kembali ke Jakarta dengan semangat yang membara. Tekadnya untuk serius menekuni tugasnya di perusahaan kini bulat. Ia dan Keenan akan bekerja dengan sebaiknya. Semoga usaha Alden menjadi bantuan yang sangat berarti untuk Indira.Entah kenapa Indira sangat mencuri simpati dan perhatiannya. Bukan dalam cara biasa seperti ia tertarik pada lawan jenis. Namun timbul rasa ingin melindungi, yang mendorong Alden hingga ia sendiri bingung akan perasaan tersebut."Al, produksi dari desain Indira sudah diproses. Jika ini berhasil, kamu harus stand by di Salatiga dan mendirikan kantor khusus untuk mengembangkan berikutnya!" seru Siwi pagi ini."Seserius itu?" tanya Alden."Tidak ada yang kuanggap sepele dalam hal apa pun. Menciptakan rumah mode akan membuat Indira nyaman dan bekerja maksimal," jawab Siwi yang didukung oleh Shana.Keenan hanya terdiam membisu di sebelahnya, dengan wajah terpaku pada laptop. Di layar menampilkan de
Pertemuan pagi itu dengan beberapa pemilik ruko, akhirnya berbuah baik. Shana menemukan lokasi yang tepat untuk rumah mode mereka.Tidak terlalu sulit untuk mencapai kata sepakat. Nilai kontrak ruko dan rumah yang mereka ditempati, masih terbilang sangat terjangkau dan murah.Tanpa menawar, Shana membayar dan mendapatkan surat perjanjian kontrak selama lima tahun."Saatnya pindah ke rumah baru!" seru Shana dengan riang.Alden tersenyum dengan antusias. Bukan karena keberhasilan mereka mendapatkan tempat dengan mudah, namun karena Indira akan mendapatkan pekerjaan yang baik ke depannya nanti."Kamu mau kemana lagi?" tanya Shana heran."Kamu pulang aja ke hotel dengan mobil sewa itu. Aku naik taxi, ada seseorang yang harus kutemui," pamit Alden meninggalkanShana yang terpaku dengan perasaan kesal. Kenapa terbersit perasaan tidak suka atas ucapan Alden barusan? Cemburukah ini? Shana menyangkal d
Seharusnya Alden menemui Indira untuk menggabarkan berita gembira. Tetapi saat ia menelepon Keenan untuk mengajak Indira, tiba-tiba Keenan berdalih. Indira masih mengerjakan proyek terakhir sebelum bekerja sepenuhnya untuk Alden. Dengan hati kesal Alden memilih membantu Shana."Semua sudah mereka sediakan. Kita tinggal nempatin aja kok," balas Shana saat Alden menawarkan bantuan untuk menyiapkan rumah yang akan mereka sewa nanti."Ok, aku akan ngambil koper," sahut Alden dengan gontai. Shana memandang Alden dengan pandangan menyelidik. Sikap loyo Alden pasti berkaitan dengan gadis yang sering ia dengar, Indira."Kamu kecewa ...," cetus Shana sambil mengunci koper miliknya. Alden yang sudah membuka pintu kamar hotel untuk keluar mendadak berhenti."Keenan ingkar," sahut Alden."Sepenting itukah gadis tersebut? Maksudku, kalian memperebutkan Indira?" tanya Shana.Alden bagaikan tertampar dan menoleh. Bukankah terl
"Astaga kamu beneran nambah?" tanya Alden. Indira mengangguk dengan geli. Keduanya sedang menikmati makan malam yang lebih awal."Aku nggak makan siang gara-gara Keenan," jawab Indira. Alden berhenti menyuap."Keenan? Kenapa dia?""Sudahlah lupain, aku nggak mau kehilangan selera makan lagi," tangkis Indira ingin beralih topik. Alden menggelengkan kepalanya."Pantesan dia ngotot ngak jadi ngijinin aku ngajak makan siang kamu," gumam Alden. Indira mengernyitkan keningnya."Kenapa nggak nunggu aja pulang kantor? Hindari berurusan sama Keenan deh. Malah jadi ribet sama dia, Al.""Masalahnya dia juga batalin proses transfer kamu ke perusahaan Griya Busana."Deg. Jantung Indira berdetak kencang."Transfer aku ke Griya? Aku baru tau ...."Alden juga baru teringat jika Indira belum mengetahui rencana mereka. Dengan penuh semangat Alden menjelaskan keseluruhan rencana mereka. Indira menj
Berulang kali Indira mengecilkan picingan matanya, untuk memperjelas pandangan pada detail desain. Namun masih tidak berhasil menemukan kejanggalan pada desain. Menurutnya, kemasan premium itu masih belum memuaskan."Kayaknya kotak yang melingkari kemasan masih kurang terang. Kamu bisa ganti dengan wana emas?" bisik Alden tiba-tiba muncul di sebelahnya. Indira terkejut dan melonjak kaget."Al!" pekik Indira yang merasakan konsentrasinya buyar seketika."Aku cuman kasih ide aja." Alden membela diri dan tersenyum mempesona.Indira mendadak merasa jengah, karena ia mengagumi senyum itu."Aku masih kerja. Nanti kalo jam sepuluh Luis belum dapet desain ini, aku bakal kena semprot," keluh Indira kembali menyibukkan diri.Alden akhirnya mengambil kursi dan duduk di depan meja kerja Indira. Kelima rekan kerja Indira melirik dengan iri. Indira mendadak menarik banyak perhatian cowok-cowok ganteng yang bukan dari kalangan bi
Siwi merapikan baju yang akan mengantarnya menuju sukses hari ini. Peragaan sampel dari perusahaannya akan dihadiri oleh pihak Mercure Asia. Desain baju karya Indira akan menjadi kunci untuk mencuri simpati Mercure seutuhnya."Jangan lupa telepon jika semua berjalan baik," pesan Vero ibunya.Siwi menjawab dengan ceria sembari berjalan keluar. Seto menatap langkah kaki putrinya dengan bangga."Mungkin sudah waktunya mundur. Siwi dan Keenan mungkin akan menjadi penerus kita," cetus Seto. Vero tersenyum dengan wajah penuh harap.Hubungannya dengan Seto semakin membaik. Rasa cinta keduanya terjalin dan sesuatu yang tidak pernah Seto lakukan, sekarang menjadi bagian dari hari-harinya.Bunyi panggilan berdering di ponsel Seto. Widari. Pria itu mengangkat, dan selanjutnya rentetan kalimat tidak menyenangkan mengenai Keenan, terlontar dari ibunya.***Siwi akhirnya selesai menyelenggarakan peragaan busana dengan desain
Siwi menangis sejadi-jadinya di kamar dan menutup wajahnya dengan bantal. Ia berteriak sekuat tenaga dan menumpahkan ganjalan hati.Apa yang ia takutkan selama ini menjadi kenyataan. Menjadi cucu dan keluarga yang berdarah bagsawan sangat tidak menyenangkan. Ia menghindari segala kemewahan dan fasilitas yang bisa ia dapatkan. Karena dirinya tahu, kebusukan eyang juga keluarganya di Solo.Paman dan Pakdenya hanya menumpang hidup senang dari eyangnya. Setelah Seto, ayahnya, sukses semua mengerogoti kekayaan dengan berbagai cara. Termasuk menjerumuskan Keenan yang telah Seto masukkan sebagai ahli waris utamanya.Siwi tidak pernah iri ataupun keberatan atas semua itu. Dia mencintai dan menyayangi adik tirinya dengan tulus dan sungguh-sungguh. Bagi Siwi, Keenan adalah adik yang ia bersumpah akan lindungi dan bela apa pun yang terjadi.Siwi menghabiskan waktunya untuk menuntun dan memicu Keenan juga Alden untuk sukses. Dirinya memastikan ked