Share

Apa Kamu Menyesalinya?

Pagi harinya, meski cuaca sedang gerimis ringan, Elena mengabaikan rintik air hujan dengan terus berjalan menyusuri bibir pantai, yang masih berada di private villa milik Liam, suaminya. Meski demikian, alih-alih menikmati pemandangan indah di pagi hari itu, Elena malah terus melamun dengan kedua tangannya memeluk dirinya sendiri, seolah hal kecil itu dapat mengusir hembusan angin pantai agar menjauh darinya.

Bahkan ia mengabaikan juga rasa nyeri dan tidak nyaman di bagian pribadinya tiap kali ia bergerak. Karena ia tidak bisa tetap berada di tempat tidur, atau Liam akan kembali bercinta lagi dengannya saat pria itu membuka matanya. Jadi, saat Liam masih terlelap, Elena segera turun dari tempat tidur mereka dan berada di bibir pantai ini, dengan pemandangan sunrise yang begitu memanjakan matanya.

Dan yang lebih membuatnya harus segera meninggalkan Liam adalah hasratnya sendiri. Hasrat yang begitu kuat untuk segera memeluk pria itu, dan memintanya memuaskannya lagi dan lagi, hingga Elena takut pada dirinya sendiri. Hingga cuaca yang sedang gerimis sekalipun sama sekali tidak menyurutkan niatnya untuk keluar dari dalam Villa, untuk menjauh dari pria yang telah memberikan kenikmatan baru untuknya itu.

Menikah? Ia telah menikah?

Berkali-kali pertanyaan itu terus terulang di dalam benaknya, bersamaan dengan reaksi yang akan ia dapatkan dari keluarganya nantinya. Jika foto dan rekaman video ciumannya dengan pria asing saja sudah membuat dirinya terusir dari rumahnya, bagaimana dengan pernikahan kilat ini? Pastinya aib yang akan keluarganya terima nantinya sudah akan berada di level tertinggi. Mungkin Mommy dan Daddynya akan langsung menganggapnya telah mati.

Sementara Henry ...

Kakak yang paling perhatian sedunia itu pastilah tidak akan kalah marahnya dengan orang tua mereka. Selama ini Henry begitu melindunginya, bahkan dari teman-teman prianya yang sedang berkunjung ke Mansion mereka. Apalagi dari pria asing yang belum Henry kenal. Jika Henry mengetahui perihal pernikahannya ini, apakah  kakak laki-lakinya itu akan langsung membunuh Liam?

Elena begidik ngeri saat membayangkan kedua pria itu berkelahi, lalu pekikan kencang keluar dari mulutnya saat merasakan sentuhan di pundaknya, yang mambuyarkan lamunannya saat itu juga,

"Tidak perlu sekaget itu Wifey. Tidak akan ada orang lain di pantai ini selain kita berdua," kekeh Liam sambil melampirkan jas hitamnya di pundak Elena,

"Beginilah kalau kamu menyusuri pantai hanya dengan pakaian tipis ini, kamu kedinginan kan? Aku yakin sekali kalau kedua tanganmu itu pasti tidak akan bisa membuatmu lebih baik," lanjutnya.

"Aku tidak mau melewatkan sunrise, itu saja," elak Elena. Meski begitu ia merapatkan jas Liam yang kebesaran di tubuh mungilnya.

Menyadari jasnya tidak dapat menghangatkan Elena, Liam menarik Elena merapat padanya, tidak butuh waktu lama untuk Elena merasakan kehangat dari panas tubuh pria itu.

"Aku juga sama tidak menyangkanya denganmu saat terbangun pagi ini dan menyadari kalau aku bukanlah seorang pria single lagi. Meski aku terbangun tanpa keberadaan istriku di sisiku," aku Liam.

Ia paham betul kenapa Elena tetap menyusuri bibir pantai dengan tatapan kosong di hari berhujan ini. Apalagi kalau kesadaran wanita itu telah pulih sepenuhnya dan harus menghadapi kenyataan kalau ia telah menjadi seorang istri.

Karena hal itu pula yang Liam rasakan saat membuka kedua matanya tadi. Namun mau bagaimana lagi, mereka sudah menikah dan tidak dapat dibatalkan lagi mengingat mereka telah melakukan hubungan intim. Mau tidak mau mereka harus menerimanya, dan menjalaninya hingga ...

Hingga kapan?

Entahlah, mungkin hingga salah satu dari mereka yang lebih dulu mengajukan perceraian nantinya.

"Apa kamu menyesalinya?" Liam kembali bertanya saat Elena sama sekali tidak merespon pengakuannya barusan.

Elena mendesah pelan sebelum beralih menatap lautan lepas, "Sudah tidak bisa melakukan pembatalan pernikahan kan?" tanyanya pelan.

Saat itu Liam menyadari, saat tidak sedang berada di bawah pengaruh alkohol, Elena terlihat begitu pendiam, begitu lembut, sama lembutnya dengan suaranya yang mendayu keluar dari mulutnya. Begitu indah terdengar di dalam telinga Liam.

"Meski kita berdua sedang dalam keadaan sama-sama mabuk, tapi aku yakin kalau kamu tidak akan lupa berapa kali kita bercinta semalam," jawab Liam dengan santai.

"Tidak, aku tidak lupa ... "

 

"So, kita tidak dapat melakukan pembatalan pernikahan. Tapi kalau kamu mau kita bercerai hari ini juga, aku akan mengabulkannya. Aku tidak akan. memaksamu untuk tetap berada di sisiku sebagai istriku."

Elena nampak menimbang-nimbang tawaran dari Liam. Ingin sekali ia meminta perceraian itu, tapi setelah dipikir-pikir lagi, ia telah terlanjur masuk ke dalam pernikahan tak terduga, meski pernikahan itu akan menambah satu lagi skandal yang Elena lakukan, yang pastinya akan menjadi aib untuk keluarganya.

Jadi, kalaupun ia mengajukan perceraian itu tidak akan dapat mengembalikan kesuciannya lagi, dan ia pun akan menyandang status baru, seorang janda dari ...

Elena mengerutkan keningnya, bahkan ia tidak tahu apa nama keluarga pria itu. Jangankan nama keluarganya, nama lengkap pria itu saja Elena tidak mengetahuinya. Semalam saat mereka menikah, Elena tidak terlalu memperhatikan nama yang disebutkan di depannya itu. Ia hanya fokus pada wajah tampan Liam, serta keinginan besar di dalam dirinya untuk segera mencium bibir penuh pria itu lagi.

Gila! Ya, semalam ia benar-benar telah gila. Ke mana perginya akal sehatnya yang selalu ia banggakan itu di depan Henry, saat kakak laki-lakinya kehilangan kendali diri tiap kali bertengkar dengan orang tua mereka?

 

Ya, Elena yang selalu menasehati Henry dalam kondisi seburuk apapun. Dan saat ia sedang menghadapi kondisi buruknya sendiri, tidak ada siapapun yang dapat menasehatinya. Betapa ia sangat merindukan keluarganya itu.

"Jadi ... Apa keputusanmu, Wifey?" Terdengar pertanyaan Liam lagi yang membuyarkan lamunan Elena.

Dengan cepat Elena menghapus airmatanya sebelum menatap penuh mata Liam, "Sudah terlanjur basah, jadi kenapa tidak mandi saja sekalian," jawab Elena.

"Tapi ... Kalau kamu yang menginginkan perceraian itu, aku tetap akan mengabulkannya," lanjutnya.

"Well, Mommyku telah berkali-kali memintaku untuk segera menikah. Jadi kalau kamu telah memilih untuk terus melanjutkan pernikahan kita, tentu saja aku akan dengan senang hati menyetujui keputusanmu itu."

Mendengar kata mommy membuat Elena teringat dengan mommynya sendiri. Meski bukan mommy kandungnya, namun Elena telah menganggapnya seperti mommynya sendiri. Elena berjongkok saat tidak dapat menahan kesedihannya lagi, airmatanya mengalir begitu deras kepipinya yang ia sembunyikan di antara lututnya,

"Ada apa Wifey? Apa kamu teringat dengan keluargamu?" 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
siti yulianti
semoga Liam bukan laki-laki bajingan dan brengsek
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status