Kami sampai di wilayah Keylion bagian selatan pada malam hari setelah dua hari perjalanan. Kutatap bangunan megah di hadapan kami yang terlihat seperti mansion mewah. Menurut informasi, bangunan ini akan dijadikan asrama para Pangeran dan Putri Raja yang ikut dalam acara ini.Kereta kami berhenti di pintu masuk yang dijaga oleh dua penjaga yang ramah. Aku dan Azura langsung disambut ketika kami turun dari kereta kuda dan dibimbing untuk mengisi data diri sebagai syarat utama pendaftaran.Setelah itu, aku diajak untuk menempati kamarku dan—ya, arahku berlawanan dengan Azura. Ternyata, kamar para Putri dan Pangeran diatur secara terpisah dan beda arah meskipun masih satu bangunan.Aku memasuki ruangan yang terasa kering ketika kuhirup udaranya. Untungnya, aku mendapat kamar yang berada di sudut, jadi aku mendapat dua ventilasi jendela besar. Kamar yang cukup ideal untuk melihat pemandangan di bawah sana, mengingat bangunan ini berdiri di atas bukit dan kamarku di lantai dua.Hal pertama
Aku berjalan menyusuri embun yang masih melayang di udara dengan kabut tipis yang dingin. Kuhirup kesejukan yang mengalirkan gumpalan ketenangan ke dalam pikiranku. Kusentuh tanah dan mengambilnya sedikit. Kurasakan butirannya di tangan lalu menciumnya, tidak ada yang aneh. Kemudian kulanjutkan perjalananku menuju tempat kejadian, mungkin saja aku akan menemukan beberapa keanehan. Aku melepas sepatu dan mulai merasakan sensasi butiran tanah di kaki. Kini kupanjat tanah miring perlahan sambil sesekali melihat kondisi pohon di sekitarku. Aku tak menyangka tanahnya akan begitu licin hingga terpeleset beberapa kali dan mengotori pakaianku. Aku mulai mencatat beberapa hal yang kuamati, termasuk kemiringan tebing dan bebatuan. Selain itu, curah hujan tinggi menjadi sebab utama setelah Keylion mengalami musim kemarau panjang hingga tanahnya mengering dan retak. Bukan hanya itu, mayoritas pepohonan di sini bukan lah jenis pohon yang memiliki akar kuat. Jadi tidak heran jika sepanjang jalan
Aku kembali ke kamar pada pagi hari dan langsung membanting tubuh ke tempat tidur. Lelah karena kami benar-benar tak tidur semalaman. Kurasa—Azura juga langsung terlelap setelah aku kembali karena dia juga tampak lelah. Semua teori yang ia kerjakan sudah hampir selesai, terutama masalah sistem perairan."Yang Mulia, Putri Saraya ingin bertemu dengan anda."Aku terbangun dari pembaringanku dan mengijinkannya masuk. Sosok gadis dengan rambut dikepang muncul dari pintu dan menyapaku."Tidak biasanya kau datang ke kamarku, Putri Saraya."Ia duduk sambil menyangga dagu di meja. "Apa kau bersama Pangeran Azura semalaman?Aku mengangguk. "Kami menyelesaikan teorinya yang hampir selesai.""Para Putri membicarakanmu karena bermalam di kamar pria. Terutama Putri Lucia, dia terlihat makin tak senang dengan hal itu." Putri Saraya menyeruput teh yang tersedia."Ah, siapa suruh mereka membicarakanku." Aku meneguk minumanku."Bukan hanya itu, mereka juga membicarakan soal kemarin saat Putra Mahkota
Tubuhku mengerjap dengan pening yang masih bergelayut. Kubuka mata perlahan dan terdapat pemandangan atap yang tak asing di hadapanku. Kuedarkan pandangan ke sekililing dan langsung mengenali ruangan di mana aku berada.Aku terdiam saat mendapati diri sudah berada di kamarku—di Vainea. Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi seingatku, seharusnya aku masih berada di Keylion. Hal terakhir yang kuingat adalah pesta Anggur dan Putra Mahkota Keylion. Kenapa aku bisa kembali ke Vainea?Aku memekik pelan saat tubuhku terasa seperti remuk. Bukan hanya itu, kudapati sosok pria tengah terbaring pulas di sampingku. Wajahnya terlihat lelah dalam tidurnya yang tenang."Azura?"Butuh waktu untuk menyadari bahwa tubuh kami hanya berbalut selimut tanpa sehelai pakaian pun, situasi kami terlihat seperti habis bercinta."Azura." Aku mengguncangkan bahunya lembut. "Azura bangun."Ia mengerjap sejenak lalu membuka matanya perlahan. "Kau sudah bangun rupanya.""Apa yang terjadi? Apakah kita—""Menurutmu?" se
Nyonya Grace berjanji akan menyelesaikannya dalam waktu dua minggu dan tentunya aku memaklumi negosiasi waktunya. Asal pakaiannya sebagus yang ia katakan.Kini aku meninggalkannya dengan tenang di tempat aman dan segera bergegas menuju gudang makanan yang sepi.Aku berhasil keluar dengan aman meskipun keringatku bercucuran karena gugup dan takut ketahuan. Kutengok kanan-kiri sambil mengendap-endap ketika berjalan di dapur, aku baru bernapas lega ketika sudah sampai di koridor."Yang Mulia, anda kemana saja?" tanya Loretta panik. "Yang Mulia Raja memanggil anda.""Aku? Bukan Azura?" Aku berusaha berekspresi setenang mungkin meskipun awalnya sempat kaget."Iya anda. Anda harus segera ganti pakaian karena ada tamu Raja yang ingin bertemu dengan anda."Loretta menarikku ke kamar dan ternyata ia sudah menyiapkan jubah Putri Mahkota beserta lencananya.Aku segera berganti pakaian, sementara Loretta tampak terburu-buru menata rambutku. Kegugupannya menular padaku hingga napasku terasa sesak.
Aku duduk di teras balkon utama untuk menikmati mentari pagi. Udara lembut menyapa, meniupkan sejuta ketenangan dalam benakku. Aroma pepohonan dan juga air laut membangkitkan imajinasiku akan dunia yang terbentang luas tak terbatas. Namun pikiranku terusik lebih cepat, bayangan kemarin malam masih menjelma layaknya bingkai baru yang sulit kuhempas. Untuk ketiga kalinya aku bangun tanpa busana. Pergelanganku masih sedikit nyeri akibat terikat. Malam itu, Azura benar-benar menyiksaku seperti orang gila. Ia melampiaskan hasratnya penuh emosi, membuat tubuhku ambruk seharian. Bukan hanya itu, sudah hampir dua hari ini surat yang kukirim ke Axylon belum dibalas sama sekali. Apa Ayah menyebalkan itu benar-benar sudah melupakanku? Ya, aku sadar kalau aku sempat membuat masalah sebelum pergi, tapi setidaknya—tolong balas suratku agar aku bisa tenang. "Yang Mulia, sarapan sudah siap," ujar Loretta mengakhiri ritual pagiku. Loretta membereskan peralatanku sementara aku menuruni tangga men
Aku menyeruput teh sambil duduk meringkuk berselimut. Tubuhku masih menggigil ketakutan akibat serangan sihir yang tadi pagi kualami. Hal itu membuatku trauma dengan buku-buku sihir yang sengaja kusembunyikan.Kuraih kotak perhiasan Amethyst yang tak jauh dariku, kemudian membukanya. Dia bilang jiwanya berpindah ke salah satu perhiasan ini, tapi—yang mana?Tak lama, salah satu di antaranya bersinar seolah-olah ia menunjukkan posisinya. Kuraih cincin Amethyst yang terselip di sudut kotak lalu memakainya. Pendaran pada batu Amethyst nya mulai meredup perlahan dan tenang."Istirahatlah. Maaf sudah merepotkanmu," bisikku pada penunggu cincin di jemariku."Yang Mulia, anda baik-baik saja?" Loretta membawakan sepiring kue kering yang tampak hambar di mataku, meskipun aku tahu kue itu rasanya enak."Aku hanya ingin istirahat," sahutku. "Kau juga sebaiknya istirahat."Ia hanya mengangguk lesu, kemudian meninggalkanku di kamar sendirian. Aku menghela napas dan mencoba untuk terbaring dengan te
Sudah dua hari aku berada di ruangan terkunci dan hari ini adalah hari di mana Azura akan dieksekusi. Aku berjalan mondar-mandir sambil memikirkan segala cara agar bisa keluar dari tempat ini. Mungkin—aku harus memakai trik murahan dan melumpuhkan pengawal yang menjaga ruanganku. Aku menjerit pura-pura kesakitan dan tersiksa. Benar saja, mereka datang dan menanyakan keadaanku. "Tolong pinggangku sakit sekali," ujarku sambil meringis. "Sepertinya luka memarku kembali kambuh." "Tunggulah sebentar, Yang Mulia. Kami akan memanggil tabib." Aku segera bergerak dan meniup bubuk wajah ke mata mereka, kemudian berlari keluar lalu menutup pintu dan mengunci mereka dari luar. Kuturuni tanggga spiral yang begitu tinggi bahkan aku hampir jatuh berguling karena salah injak. Aku berlari sekuat tenaga menuju tempat eksekusi. Di belakangku sudah banyak pengawal yang mengejar dan hendak menangkapku. Aku terkepung ketika sebagian ada yang mengadangku dari depan. Tak pikir panjang, aku langsung me