Share

SAUDARA KEMBARKU, DIMANA KAMU?

Tatapan matanya kosong. Tangannya dengan lihai mencurly rambutnya dengan catokan. Masih terbayang apa yang dialaminya. Setelah mencatok rambut Laura merapikan rambutnya dan sesekali melihat wajahnya masih terlihat cantik atau bukan. Saudara kembar? Itulah yang menjadi misteri sekarang, dia tidak ingin orang tuanya terus memikirkan Launa yang hilang. Baginya putri semata wayangnya adalah dirinya. Jika Launa ditemukan otomatis kasih sayang dari orang tuanya akan berkurang. Itu yang  membuat Laura membenci saudara kembarnya. Laura membanting catokan yang dia letakkan di meja rias.

“Aku benci, Launa dia tidak boleh ditemukan. Aku benci saudara kembarku. Mungkin dia sama wajahnya denganku tapi Laura tidak bisa disaingi oleh siapapun termasuk saudara kembarku, Launa. Aku benci dengan dia.” Laura bangkit dan mengambil sesuatu dari lemarinya lalu mengobrak-abrik isi lemari, tetapi belum ada yang dia temukan sama sekali.

“Dimana aku meletakkannya iya?perasaan aku taruh disini. Hem ... di mana sih? Mungkin bibi Sri tahu.” Laura menutup kembali lemarinya dan bergegas pergi menemui bibi Sri di kamarnya.

Saat menuruni tangga Laura melihat mamanya sedang menjahit baju kebaya. Untuk meluangkan waktunya mamanya menjahit orderan baju kebaya. Laura sedikit was-was untuk menemui mamanya. Tiba-tiba tangan kekar mencegah dirinya.

“ikut papa sebentar!”

Laura mengikuti papanya menuju ruang kerjanya. Laura dan papanya kini duduk berhadapan.

“Laura sayang, kemarin papa sudah menimbang-nimbang apa yang harus dilakukan agar semuanya berjalan lancar. Yaitu kamu harus ikuti kemauan mamamu. Memang berat bagimu tapi ini yang terbaik.”

Laura tidak terima, dia langsung bangkit dari duduknya dan sedikit menggebrak meja kerja papanya.

“Laura tidak terima dengan semua ini. Sudah tiga tahun ini Laura ikuti kemauan kalian. Asal papa tahu saja, Laura memendam semuanya. Dulu ingin sekali sekolah di Jakarta tetapi mama bersikukuh tidak mau. Baiklah Laura menerima semuanya padahal di hati yang paling dalam ingin sekali sekolah di sana. Apakah sekarang sedetikpun kalian tidak mau menuruti kemauan Laura? Ini semua gara-gara Launa saudara kembarku itu. Aku sangat benci dengannya. Aku harap dia mati saja.”

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipinya. Bukan papanya yang menampar tetapi mamanya datang tiba-tiba menampar pipi Laura dengan keras. Laura merasa kesakitan. Baru kali ini mamanya menampar Laura. Mamanya menatap tajam dengan kedua mata yang melotot.

“Sampai sekarang mama berusaha sabar dengan perilakumu hari-hari ini. Mama sempat mendengar obrolan kalian dan apa yang mama dengar begitu menyakitkan. Apa pantas saudara kembar bilang seperti itu. Menganggap dia mati saja. Hati mama hancur kamu mengucapkan kata seperti itu...”

“Memang kenapa, Ma? Itu yang aku rasakan saat ini. Gara-gara dia apa yang aku impikan tidak dapat terwujud. Mungkin dia sudah tiada. Sudah tujuh belas tahun ini dia tidak ada kabar. Dimana dia sekarang? Polisi juga tidak ada tindakan apapun, dia mati atau tidak?” Laura berkata dengan tegas.

“Laura!"

Plak!

Tamparan kedua mendarat di pipi Laura. Kali ini tamparan yang dilayangkan mamanya sangat keras. Laura merintih kesakitan. Nafas mamanya terdengar tersengal-sengal.

“SUDAH HENTIKAN!”Papa Farhan langsung melerai mereka berdua.

Risa langsung duduk sambil menghela nafas panjang. Sekelibat ada rasa bersalah pada dirinya sudah menampar Laura.

”Ma, kendalikan emosimu. Laura kamu juga jangan berkata hal yang buruk tentang Launa. Disini tidak ada yang aku salahkan. Ma, aku tahu kamu terlalu sayang dengan Laura sehingga kamu takut untuk kehilangan Laura karena kepergian jauhnya tapi lihatlah putrimu dia sangat mengimpikan untuk sekolah di London. Menunggu Launa datang seperti menunggu dalam kekosongan. Sampai kapan kamu akan seperti ini?” Kata Farhan lembut agar mencairkan suasana. Risa hanya bisa menangis. Sementara Laura berdiri di dekat jendela dengan perasaan kesal.

“Aku melakukan ini karena tidak ingin Laura kenapa-napa saat jauh. Cukup Launa saja yang menghilang. Kamu Laura jangan pernah berkata mati kepada saudara kembarmu. Perasaan mama sangat sedih, sakit. Apa kamu tahu sekarang dia bagaimana baiklah?buruk kah? Mama tidak suka kamu berkata seperti itu dan untuk kuliah ke London apapun yang terjadi kamu harus tetap kuliah disini. Kalau kamu ingin kuliah di sana tunggu Launa kembali.”Perjelas mama Risa.

Laura menghampiri mamanya yang sedang duduk dan memandangnya penuh harap.

“Sampai kapan, Ma?” Laura menangis. Mama Risa hanya terdiam dan tidak berani memandang Laura.

”Tunggu Launa pulang? Kita tidak tahu kapan dia akan datang? Dimana dia kita tidak tahu. Ma, please jangan berlaku egois. Aku sudah mengimpikan ini sejak dulu. Jadi please jangan hancurkan impianku.”Laura mengusap air matanya sambil menghela nafas panjang.

”Apapun yang terjadi aku tetap kuliah di London. Papa sudah mengijinkan aku kesana.” Laura bersikukuh dengan pendiriannya.

“Baiklah jika kamu tetap bersikeras dengan pendirianmu. Mulai sekarang jangan anggap saya mama kamu.”Mama Risa langsung meninggalkan Laura dan papa Farhan.

Tangisan Laura pecah seketika. Papa Farhan hanya bisa memeluk mencoba menenangkannya.

“Pa, apa yang harus Laura lakukan? Aku lelah, Pa dengan mama. Mama tidak bisa mengerti Laura. Sedih rasanya.”Laura masih menangis.

“Hanya satu jalan keluarnya.”

“Apa itu, Pa?”

“Kamu harus menemukan Launa jika ingin kuliah di London. Tidak ada cara lain selain itu.”

“Mustahil, Pa, tidak mungkin. Sudah belasan tahun ini Launa tidak ada kabar sekali. Pokonya aku tidak mau tahu. Aku harus kuliah di London apapun alasannya titik.” Laura langsung meninggalkan papa Farhan. Laura dan istrinya memang sedikit kaku sifatnya dan saling memang sendiri.

Di latar rumah

Pak Deden sedang membersihkan mobil pak Farhan. Satu persatu bagian dari body mobil Alphard. Dengan suaranya khas medok Jawa sambil menyanyikan lirik campursari.

Deden mencuci mobil dengan perasaan bahagia. Seperti tidak ada konflik dalam dirinya.

“PAK DEDEN!”Laura memanggil dengan teriak.

“Iya, Non. Ada yang bisa saya bantu?Monggo.”Kata Pak Deden dengan bahasa medoknya.

“Masih lama mencuci mobilnya?” Tanya Laura. Dia melihat masih banyak bisa  yang menempel di body mobil dan belum dibilas.

“Lumayan. Mau kemana to?"

“Ih, sudah jangan banyak tanya. Pasti masih lama. Busanya saja masih banyak. Iya sudah saya berangkat sendiri saja.”

“Eits... Tunggu dulu, Nona ayu jangan pergi. Ini paling menunggu lima belas menit lagi. Apakah nona sedang.terburu-buru.”

“Sudah saya naik taksi online saja.”Laura bergegas pergi.

Malioboro pukul 15.00

Laura tiba di Malioboro, dia ingin menjernihkan fikirannya sejenak. Tamparan dari mamanya begitu membekas di pipinya. Sedih rasanya mamanya memperlakukan dia seperti itu. Launa. Nama yang membuat Laura semakin membencinya. Biasanya tempat yang paling dia kunjungi saat galau adalah di Malioboro.

Tempat ini memang sudah sangat hits dan terkenal sejak dahulu kala. Sebuah lokasi berkumpulnya para pedagang yang menjajakan barang jualannya seperti kain batik, pernak-pernik dan lain sebagainya. Kini, Malioboro sudah menampilkan kecantikannya. Tempat wisata malam di Jogja ini tampil lebih indah dan tertata. Bangku taman terlihat tertata rapi, area khusus pejalan kaki, dan spot-spot lain yang sayang untuk dilewatkan. Belakangan ini, Malioboro juga menampilkan aura khas oleh penampilan seniman-seniman jalan lepas yang bebas berekspresi. Nyanyian, tarian, genderang alat musik semakin meramaikan jalan penuh tawa ini. Setiap sudut jalan Malioboro menjadi tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi bersama teman dekat atau keluarga. Kenangan yang Anda bangun pasti akan indah dan sulit tuk dilupakan.

Laura menikmati alunan musik yang ada di Marlboro. Sedikit mengingat kenangan di sini saat bertemu dengan Edzard, tetapi kenapa disekolah dia sangat cuek padahal saat bertemu pertama kali disini dia sangat humble. A, entahlah Laura bingung dengan semua ini. Music pop merdu saat dilantunkan pengamen jalanan. Sudah pukul hampir jam lima. Laura malas untuk pulang.

“Mama jahat! Kenapa anak yang tidak tahu keberadaannya masih saja diharapkan, dia saja tidak mengharapkan mama sama papa. Sungguh keterlaluan. Aku bersumpah akan selalu membenci saudara kembarku. Biasanya the twins itu saling melengkapi tetapi ini malah sebaliknya.” Laura terpancar kebenciannya

Cinta sampai mati, memang syahdu untuk dilantunkan. Sepasang mata penyanyi itu dari tadi memandang Laura terus bernyanyi sambil jari-jarinya memainkan gitar yang ada di pangkuannya. Laura sedikit risih dengannya. Memang wajah penyanyi itu sangat tampa, tetapi tidak segitunya kali.

Laura makin lama makin risih melihat lelaki itu. Segera dia beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan tempat itu. Dan pergi melenggang ke pasar Beringharjo..

Laura sedang memilih baju batik di sana.

“Silahkan dipilih nona. Batiknya bagus-bagus.”Celoteh penjual batik.

Laura memilih dress batik yang bermotif nitik. Hiasan berbentuk bujur sangkar dan persegi panjang mendominasi motif batik ini, yang juga makin indah dengan cecek dan ornamen lainnya sebagai isen-isen. motif batik nitik membawa harapan supaya pemakainya memiliki sifat bijaksana, terlebih dalam menilai orang lain.

“Bu, saya pilih yang ini. Berapa harganya?”

“Seratus ribu saja, Nona.”

Laura mengambil dompet dari tasnya tetapi setelah dicari tidak ada. Lalu dia mengacak-acak kembali isi tasnya. Namun, tidak ada juga, dia mengingat-ingat. Astaga dompetnya ketinggalan di rumah. Tadi dia membayar taksi online lewat aplikasi.

“Biar saya saja yang membayarnya.” Seorang laki-laki menyerahkan uang seratus ribu kepada penjual.

“Nah, seperti itu dong mase kekasihnya dibayari. Cocok pokonya. Terima kasih. Laris...laris ...”Penjual itu mengibaskan uang seratus ribu di area baju. Mitosnya agar yang dibeli laris.

Laura melihat sejenak cowok yang berada di sampingnya. Tidak terlihat asing baginya, dia adalah penyanyi tadi.

“Maaf Bu. Jangan diterima uangnya. Bisa bayarnya dengan debit.”Laura menolak untuk dibayarkan oleh cowok penyanyi berwajah tampan tersebut.

“Astaga, Non. Iya nggak bisa to. Masa penjual asongan seperti saya ini pakai debit. Pakai cash. Biar saja to dia yang bayar. Nggak baik menolak pemberian dari sang kekasih.”Goda penjual ibu-ibu yang berumur tiga puluhan memakai kebaya merah.

“Maaf, Bu, dia bukan kekasih saya. Bahkan saya saja tidak mengenal dia. Kalau begitu. Maaf saya tidak jadi beli. Ini ibu simpan dulu. Besuk saya akan kembali untuk membayarnya. Terima kasih.”.Laura langsung pergi meninggalkan mereka.

”Dasar cowok aneh. Kenal saja tidak pakai bayarin segala. Memang dia siapa?benci sekali aku dengan cowok itu.”Laura menggerutu sendiri sambil berjalan.

Laura tidak sadar kalau dia berjalan menuju ke sebuah gang tempat nongkrong para preman. Sekelibat dia melihat para gerombolan preman duduk di tepi depan. Salah satu dari mereka tahu keberadaan dirinya.

“Mampus.”Laura berjalan mundur dia takut preman itu akan melecehkan dirinya.

“Hai cantik!”Goda preman berambut gondrong mencoba mendekat. Laura ingin lari tapi langkahnya sangat berat.

”Cantik mau kemana? Sini sama Abang!”.Goda lelaki rambut pendek sebelahnya. Para preman melihat Laura beringas.

Laura langsung kabur tapi para preman itu masih mengejarnya. Laura sangat takut. Sampai dia terjatuh. Naas tidak bisa lagi dia kabur.

“Sudahlah jangan lari temani kita disini. Kamu terlalu cantik sekali, sayang.” Preman gondrong mau mencolek tetapi Laura menepisnya.

“PERGI KALIAN!TOLONG!” Teriak Laura.

“Percuma tidak ada yang mendengar mu sayang. Ayo sini sama Abang!” Preman mencoba mendekat.

Laura hanya bisa memejamkan matanya. Terdengar suara tonjokan. Laura membuat sedikit kedua matanya.

“Aku sudah bilang kepada kalian. Jangan pernah menggoda dan melecehkan perempuan. Kalian masih mau dicap preman urakan.”Seorang cowok marah kepada preman yang menggoda Laura.

“Maaf Ray, habis dia cantik sekali!”

“KAMU TAHU SIAPA DIA?”Cowok itu mengangkat kerah baju preman yang berambut pendek.

”DIA KEKASIHKU!” cowok itu terlihat marah. ”PERGI!”Cowok itu melempar tubuh preman itu hingga tersungkur kebawah dan langsung pergi.

Cowok penyanyi itu datang menghampiri Laura dan mencoba mengulurkan tangannya. Laura memegang tangannya dan mencoba berdiri.

“Terima kasih.”Kata Laura ketus.

“Hati-hati melewati area ini banyak preman.” Cowok itu langsung pergi.

“TUNGGU!” Laura menghampiri cowok tersebut.”Hai kamu jangan harap kamu menjadi kekasihku. Aku saja tidak tahu kamu. Kenal aja nggak. Ngaku-ngaku kekasih.”Laura mengomel.

“Makanya kenalan dulu. Aku Raymond.”Cowok yang bernama Raymond berkenalan. Laura hanya diam.”Baiklah aku pergi dulu. Mau diantar pulang?”Ajak Raymond.

“Nggak.”Jawab tegas Laura.

“Jadi cewek tuh jangan jutek. Sudah ditolong eh, jawabnya seperti itu.”

“Jadi kamu nggak ikhlas nolongin aku. Oke fine. Thank you.”Laura cemberut.

“Jangan cemberut nanti cantiknya hilang loh,”Goda Raymond.

Laura hanya melihat selintas dirinya. Memang Laura termasuk orang yang cuek dan jaim.

”Oke aku pergi dulu.”Raymond membenarkan jaket kulitnya.

“Iya aku ikut.”Laura akhirnya luluh juga. Raymond tersenyum tipis.

Raymond mengantar Laura menggunakan motor ninja. Laura menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

“Kok diam. Cepat naik!” Raymond memakai helm hijau Kawasaki.

”Kenapa lagi, sih? Ayo naik jadi diantar nggak?”

“Hei dodol, aku pakai dress mini mana mungkin aku naik motor ninja yang bisa pahaku terpampang jelas di jalanan. Udah deh aku naik taksi online saja.”

Raymond membalikkan wajahnya, dia hanya bisa tersenyum. Raymond melepas jaket levisnya dan dia kasihkan ke Laura.

“Apa ini?” Laura bingung.

“Zaman sekarang banyak orang jahat. Jangan pakai mini dress terlalu pendek bisa menimbulkan nafsu lelaki. Kalau saja aku tadi tidak membuntuti mu pasti kamu akan diterkam para preman itu. Kalungkan di pinggang mu. Kau kamu ingin mengembalikan aku selalu disini jam tiga sorean. Ngamen. Oh iya namamu siapa?”

“Terima kasih atas masukan mu. Namaku Laura.”Jawab singkat Laura.

“Oke Laura. Hati-hati di jalan. Maaf aku tidak mengantarmu dengan kondisimu seperti itu.”Raymond menyalakan motor ninja hijaunya dan melaju. Laura hanya bisa diam

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status