SBY 18Sepasang mata beriris hitam mengawasi sebuah mobil HRV hitam yang baru berhenti di depan kediaman orang tua Erie. Pria di mobil Pajero Sport putih menggertakkan gigi kala menyaksikan kemesraan sepasang manusia yang turun dan jalan menuju rumah sambil berpegangan tangan. Pria bermata sipit itu memukul pelan kemudi. Sekarang dia mempercayai penuturan Malvin yang mengatakan bila Harry telah berhasil mendapatkan restu keluarga Erie. Hal itu sebenarnya masih dirahasiakan pasangan tersebut dari khalayak, tetapi mereka sudah menceritakannya pada Sam dan Malvin, karena Harry tidak mau bila kedua sahabatnya salah paham padanya yang mendapat desakan dari kedua keluarga untuk menikahi Erie. Nick mengeraskan rahang dan mengepalkan kedua tangannya. Dia benar-benar geram dan ingin menghajar Harry yang telah tega menusuknya dari belakang. Nick juga ingin memberikan pelajaran pada Erie yang telah mengkhianatinya. Hanya menunggu saat yang tepat maka serangan balas dendam akan diluncurkan. Ni
SBY 19Waktu bergulir dengan kecepatan maksimal yang tidak bisa dicegah oleh siapa pun. Jumat siang menjelang sore Harry mengajak Erie pulang terlebih dahulu, tentu saja dengan persetujuan sang bos, Samudra. Keduanya menaiki mobil MPV hitam dan melaju keluar area parkir perkantoran. Tidak ada yang menduga bila kendaraan mereka telah dibuntuti mobil SUV putih. Pengendara mobil penguntit berusaha menjaga jarak aman agar tidak ketahuan. Dia juga menahan diri untuk tidak terbawa emosi yang sempat mencuat karena cemburu sekaligus sakit hati pada kedua orang di mobil terdepan. Pria bermata sipit menelepon seseorang dan memintanya bersiap-siap untuk janji temu. Kendaraan di depan berbelok ke sebuah restoran. Sang penguntit berhenti di pinggir jalan dan menunggu beberapa saat sebelum memasuki tempat parkir yang dipenuhi banyak kendaraan baik roda dua maupun roda empat. Dia tidak langsung turun, melainkan menanti kehadiran orang yang diharapkan bisa menjadi sekutunya.Belasan menit berlalu,
SBY 20Suasana kediaman Hendra, Sabtu pagi menjelang siang terlihat ramai. Puluhan anggota keluarga dan kerabat Harry turut mengantarkan pria tersebut dalam acara lamaran. Kendatipun bahagia karena berhasil mengikat Erie dalam tali pertunangan, tetap saja Harry gundah. Dia tidak bisa melupakan obrolan singkat dengan Nick kemarin sore yang membuatnya gelisah. Harry sudah berulang kali menelepon Nick tetapi tidak tersambung. Dia sudah meminta tolong pada Samudera untuk menghubungi Nick, tetapi pria berambut gondrong juga tidak bisa menelepon Nick. Harry tidak berani meminta bantuan pada Malvin untuk mencari keberadaan Nick. Sang calon pengantin memahami jika Malvin juga telah menjauhinya. Bahkan, undangan khusus pertunangan yang dikirimkan Harry, sama sekali tidak dibalas Malvin. Setelah semua rangkaian acara dituntaskan, Harry mendatangi Samudera yang hadir bersama Salman dan Yenita, ibunya. Harry berbisik meminta Samudera mengikutinya ke teras samping bangunan, di mana Erie telah
SBY 21Pasangan calon pengantin duduk berdampingan di sofa ruang tengah unit apartemen Harry. Keduanya sama-sama diam. Hanya suara televisi yang terdengar. Selebihnya hening. Harry menarik napas dalam-dalam dan menahannya sesaat, kemudian mengembuskannya perlahan. Pria bermata sendu melirik kekasihnya yang tengah bergelung di ujung kiri. "Rie, udah jam sembilan lewat," tutur Harry. Erie melirik jam dinding, kemudian bangkit dan berpindah duduk menempel ke lengan Harry. "Aku mau nginap di sini aja," sahutnya. "Nanti orang tuamu marah. Aku yang akan nggak enak hati." "Abaikan aja." "Mana bisa begitu." "Mereka nggak akan ngomel. Kita sudah dijodohkan, jadi apa pun yang kita lakukan nggak bisa diprotes." "Tapi ...." Harry tidak bisa melanjutkan ucapannya karena telanjur diciumi Erie. Pria beralis tebal membalas kecupan kekasihnya dengan kehangatan yang sama. Keduanya larut dalam aktivitas bertukar saliva. Tangan saling membelai tubuh pasangan yang kian meningkatkan hasrat primiti
SBY 22Berdiri di ruangan terbuka depan terminal F keberangkatan Bandara internasional Soekarno-Hatta, membuat Erie merasa deja vu. Dia seolah-olah tengah berada di tempat yang sama beberapa waktu lalu. Tepatnya hampir sembilan bulan silam. Akan tetapi, orang yang diantarkannya kali itu berbeda dengan saat sebelumnya. Demikian pula dengan suasananya. Bila dulu Erie melepas Nick hanya sendirian, siang itu yang mengantarkan Harry bukan hanya dirinya. Kedua orang tua sang tunangan dan adik-adiknya, turut mengantarkan Harry yang akan berangkat bersama Samudera dan Sandrina. Selain keluarga bos, ada dua staf kantor pusat yang nantinya akan membantu Harry menuntaskan tugas-tugasnya. Suara petugas bandara yang mempersilakan penumpang masuk ke ruang tunggu khusus, menjadikan pembicaraan semua orang berhenti. Harry menyalami dan memeluk keluarganya. Kemudian berpindah untuk mendekap sang kekasih yang tengah mengerjap-ngerjapkan mata. "Jangan nangis," bisik Harry seusai mengecup dahi Erie.
SBY 23Sudut bibir Erie melengkungkan senyuman saat melihat wajah kekasihnya di layar ponsel. Dia menahan diri untuk tidak mengusap layar dan memfokuskan perhatian untuk mendengarkan penuturan Harry. Keduanya berbincang sambil saling menatap. Hati Erie meleleh kala Harry mengucapkan kerinduan akan dirinya. Sedapat mungkin ditahannya kabut yang mulai menggumpal di mata. Namun, akhirnya bulir bening itu runtuh jua. "Jangan nangis, Rie. Aku jadi ikutan sedih," ungkap Harry sambil memandangi perempuan kesayangan yang tengah mengusap matanya dengan tisu. "Kata-kata Mas tadi bikin aku terharu," cicit Erie. "Ehm, ya. Aku juga nggak nyangka bisa segombal itu." Erie mengulum senyum. "Mas udah jago, kok. Itu hasil bersahabat dengan cowok gondrong." "Sssttt. Jangan disebut. Nanti dia ikutan kita ngobrol." "Aku dengar!" seru Samudera yang berada di kasur sebelah kanan. "Kan!" Harry menggeleng pelan, sedangkan Erie terkekeh. Wajah Samudera muncul di layar ponsel. Erie terbahak kala sang b
SBY 24Dering ponselnya siang itu mengejutkan Erie. Dia yang tengah menikmati soto ayam di kantin kantor, segera mengambil ponsel dari saku blazer kremnya. Erie mengecek nama pemanggil, lalu membeliakkan mata. "Siapa?" tanya Dwita yang berada di kursi sebelah kanan Erie. "Koko Nick," cicit Erie sembari menunjukkan layar ponselnya. "Aktifkan speaker, biar aku bisa ikut dengar." "Di sini ramai. Nanti pada nguping." Dwita memindai sekitar, lalu berkata, "Kita pindah ke taman." "Makananku belum habis." "Tinggalkan aja dulu. Nanti aku yang bilang ke Ibu kantin kalau kita akan kembali sebentar lagi." Erie mengangguk. Dia berdiri dan jalan keluar. Dwita menitipkan makanan di meja pada pemilik kantin, lalu dia berlari mengejar sahabatnya yang telah tiba di taman. Erie duduk di bangku panjang. Dia menunggu Dwita tiba, lalu mengaktifkan pengeras suara. Erie menenangkan diri sesaat, sebelum menekan tanda hijau pada layar untuk menerima panggilan. "Erie," panggil Nick dari seberang tele
SBY 25Erie memegangi lengan kanan Nick yang masih mencengkeram rahangnya. Perempuan berambut panjang berusaha untuk tidak panik. Dia mengingat-ingat trik-trik sederhana yang diajarkan Harry. Kemudian mengumpulkan tenaga dan bersiap-siap melawan. Erie menurunkan tangan kiri hingga mencapai tempat yang akan menjadi titik serangannya. Kuku jemari kanannya ditancapkan ke lengan Nick untuk mengalihkan perhatian. Sementara tangan kirinya berpindah ke bagian selangkangan pria tersebut. Nick menjerit kala Erie meremas kuat-kuat bagian sensitifnya. Pria bermata sipit spontan hendak menampar perempuan tersebut dengan tangan kiri. Namun, Erie lebih cepat melakukan serangan lanjutan yakni membenturkan kepalanya ke dagu Nick, yang spontan melepaskan cengkeraman di rahang mantan kekasihnya. Nick terdorong ke belakang. Dia mengaduh sambil memegangi dagu dan bagian bawah badannya. Erie cepat-cepat membuka tas selempangnya untuk mengeluarkan semprotan merica. Kemudian Erie menyemprotkan benda meny