Share

Menerima Kenyataan

"Kita pernah bertemu saat kamu masih SMA. Di kota Bandung, tepatnya saat kamu berlibur dengan keluargamu di sebuah villa. Saat itu kita bertemu dan saat itulah pertama kalinya saya jatuh cinta kepada seorang gadis berusia 16 tahun dan berharap suatu hari nanti kita bisa bersama dan di sandingkan di atas pelaminan."

"Serius, Kak?" tanya Harum yang masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar

Dewa menganggukkan kepalanya. "Tentu saja. Masa iya saya bohong soal perasaan saya sendiri?"

Harum tersenyum tipis. Kedua bola matanya kembali menitikkan air mata hingga membuat Dewa dengan cepat menghapus air matanya agar tidak terus menetes ke luar.

"Patah hati wajar. Itu pasti terjadi dalam suatu hubungan agar kamu belajar dari pengalaman untuk lebih dewasa dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan asmaramu, Rum. Jadi, jangan terlalu berlarut-larut dalam kesedihan."

"Maaf ya, Kak," katanya terlihat menyesal.

"Maaf untuk apa?" Dewa kembali bingung.

"Maaf, karena kakak jadi melihat kejadian aku sama Haris putus gara-gara masalah perjodohan ini."

"Tidak masalah. Justru, saya yang harus minta maaf sama kamu karena harus melihat hal-hal yang seharusnya tidak saya lihat. Maaf yah, Rum."

Karena sama-sama saling melontarkan kata maaf, keduanya kembali melempar senyum dan saling menatap satu sama lainnya.

"Kamu masuk kelas saja sekarang. Saya juga harus pergi kerja. Kalau kamu butuh saya, telepon saya saja. Sebisa mungkin, saya akan mengangkat telepon dari kamu."

"Mmhh . . . kalau begitu, aku masuk kelas dulu. Kak Dewa hati-hati di jalan. Jangan ngebut-ngebut di jalan."

"Iya. Saya pergi kerja dulu, yah?" pamit Dewa kemudian pergi.

Setelah kepergian Dewa, Harum kembali meneteskan air matanya. Bagaimana pun, hari ini menjadi hari yang berat untuknya. Kepergian Dewa, membuat Harum berjongkok di tepi jalan di kampusnya. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya kemudian kembali menangis hingga membuat orang-orang yang berlalu-lalang melihat ke arahnya dengan kebingungan.

Semakin kencang tangisannya, semakin banyak air matanya yang mengalir deras membasahi kedua pipinya. 3 tahun adalah hal yang membahagiakan untuknya. Kenangan manisnya bersama Haris sungguh membuatnya sangat kesulitan untuk memilih berpisah dengannya. Ini memang tak mudah, namun harus tetap ia jalani. Karena di masa depan, mungkin air matanya akan semakin banyak mengalir deras.

Sementara itu, Dewa kembali ke kantornya dengan perasaan yang campur aduk. Walau ia sudah menyukai Harum sejak lama, namun ia merasa bersalah karena sudah menyebabkan orang yang disukainya putus dengan kekasihnya. Walau begitu, ia harus tetap bekerja dan berperilaku seperti biasanya di perusahaan.

"Pak, jadwal meeting hari ini jadinya jam 3 sore," tutur seorang perempuan tinggi semapai yang terlihat cantik yang merupakan sekertaris Dewa sambil mengikuti langkah Dewa begitu atasannya itu sudah datang di kantor.

"Oke, hari ini tidak ada masalah kan di kantor?" tanya Dewa sambil membuka pintu ruangan kerjanya kemudian duduk seraya menerima beberapa dokumen yang diserahkan sekertarisnya itu untuk di tanda tanganinya.

"Tidak ada, Pak. Tapi, ada sedikit masalah di divisi pemasaran, Pak."

"Masalah? Masalah apa lagi?" tanya Dewa kembali yang masih sibuk melihat-lihat isi dokumen yang diberikan sekertarisnya kepadanya.

"Strategi yang di miliki perusahaan kita untuk pemasaran, di copy oleh perusahaan kompetitor kita, Pak."

"Lantas, kenapa? Bukannya itu sudah biasa ya dalam dunia pekerjaan di bidang pemasaran?"

Sekertarisnya tiba-tiba saja terdiam dan terlihat sedikit takut untuk mengatakan yang sebenarnya terjadi kepada atasannya. Melihat sekertarisnya tiba-tiba terdiam, membuat Dewa menoleh dan menatap wajah sekertarisnya bingung dan dengan ekspresi wajah datarnya.

"Kenapa, Ria? Katakan saja yang sebenarnya kepada saya."

"Ada beberapa pola fashion kita, modelnya, bahkan motifnya sama percis dengan brand kita, Pak. Dan, itu model-model terbaru yang baru saja resmi launching 2 minggu yang lalu. Bahkan, ada beberapa komentar di platform resmi kita yang mengatakan kalau perusahaan kita, brand kita melakukan plagiat terhadap brand milik kompetitor tersebut."

Mendengar pernyataan Ria, Dewa hanya tersenyum tipis kemudian melanjutkan kembali pekerjaannya.

"Pak, jadi kita harus bagaimana? Kita harus mengklarifikasi masalah ini secepatnya sebelum melebar luas dan menjadi masalah untuk brand kia yang sudah besar."

"Siapa sih yang mengatakan kalau brand kita ikut-ikutan brand milik orang lain? Saya tebak, kompetitor yang kamu maksud itu brand Starlight?"

Ria menganggukkan kepalanya pelan hingga membuat Dewa menutup dokumen-dokumen yang baru saja selesai di tandatanganinya, kemudian ia melipat kedua tangannya seraya menatap wajah Ria dengan tatapan matanya yang tegas.

"Biar saya yang selesaikan masalah ini. Sejak dulu, Starlight memang selalu menjadi kendala kita karena mereka selalu bersaing ketat dengan perusahaan kita. Meeting kita majukan jadi jam 2 siang setelah makan siang, kabari staff lainnya," tegasnya yang langsung beranjak dari tempat duduknya kemudian ke luar dari ruangannya dengan tergesa-gesa.

"Baik, Pak," sahut Ria yang mengikuti Dewa dari belakang untuk segera ke luar dari ruangan.

Sementara itu, semenjak Harum dan Haris telah resmi memutuskan untuk berpisah tadi pagi, Harum tampak murung saat ia tengah makan siang bersama teman-temannya di kantin kampus.

"Rum, elo serius bakalan nikah dan menerima perjodohan ini?" tanya sahabat Harum bernama Kania; gadis berambut panjang yang duduk di depannya.

"Iya. Gue harus menerima perjodohan ini, Kan. Gue nggak mau jadi anak yang durhaka hanya karena gue menolak perjodohan ini."

"Tapi, perasaan lo gimana? Lo sama Haris kan saling sayang, masa putus cuma karena masalah perjodohan lo doang, sih? Emangnya, kalian berdua nggak mau sama-sama saling berjuang untuk mempertahankan hubungan kalian?" tanya Kania yang terlihat kesal dan prihatin tentang hubungan percintaan sahabatnya.

"Masalahnya tidak semudah hanya untuk memperjuangkan hubungan saja, Kan. Elo kan tahu sendiri tembok Haris sama Harum itu terlalu tinggi. Mereka terlalu menjunjung tinggi prinsip hidup mereka yang begitu kuat," tutur Alya; si gadis berambut pendek sebahu yang duduk di samping Harum yang sejak tadi diam saja dan memutar-mutar terus sendok makannya.

"Rum, ko, diem? Elo baik-baik aja, kan?" tanya Alya kembali khawatir melihat sahabatnya sejak tadi diam saja.

"Gue harus tetap menerima perjodohan ini, Kan, Al," tutur Harum membuka suara sambil memandangi satu persatu teman-temanya. "Gue harus tetap menikah dengan kak Dewa. Walau bagaimana pun, kak Dewa adalab pria yang baik. Gue harus belajar menerimanya dan mungkin ke depannya gue bakalan suka sama kak Dewa."

"Elo yakin?" tanya Kania untuk memastikan.

"Gue yakin. Walau sulit, harus tetap gue jalani. Calon suami gue adalah pria dewasa yang baik. Gue pasti bisa dengan mudah untuk jatuh cinta sama dia," katanya sambil tersenyum kecil dan dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status