Seperti yang sudah Ayu rencanakan kemarin, hari ini Ayu akan pergi ke makam orantuanya, dan setelahnya jalan-jalan sebentar. "Rey, udah siap?" Tanya Lily yang datang menjemput Ayu dan Rey. "Siap Tante." Jawab Rey dengan antusias. "Nanti Rey pengen beli es krim, yah." Ucap Rey yang sudah berada di pangkuan Lily. Sementara Ayu sendiri tengah sibuk memakai kerudungnya. "Iya, nanti Tante belikan." "Hore... Rey suka es krim cokelat sama Vanilla." Ucap Rey. "Tapi Rey nggak boleh makan es krim terlalu banyak, yah?" Ucap Ayu mengingatkan, karena Rey sangat muda terkena flu jika makan makanan yang dingin-dingin. "Iya Bunda. Rey ingat, biar nggak sakit, kan?" Tanya Rey dengan polos. "Iya sayang. Sini pake sepatu dulu." "Biar aku aja yang pakaikan, kak." Ucap Lily dan segera mengambil sepatu Rey. "Terimakasih ya, Ly." Ayu tersenyum kecil lalu mengemasi dompet dan ponsel, lalu memasukannya ke dalam tas. "Sama-sama, kak." Ucap Lily membalas senyu
Pagi ini Ayu terbangun dengan kepala yang terasa berat. Pusing sekali rasanya. Ayu juga merasa mual dan ingin muntah. Ayu mengoleskan ke perut dan ke sekitar hidungnya. Ia berharap itu dapat membuatnya merasa lebih nyaman. Ayu tidak beranjak dari ranjang, hingga tiba-tiba Rey terbangun dan ikut membangunkan Ayu. "Bunda..." panggil Rey. Ayu hendak bangun, namun tubuhnya terasa sangat lemas. "Bunda kenapa?" Tanya Rey yang menatap Ayu dengan lekat. "Maafin Bunda sayang, Bunda lagi nggak enak badan," tutur Ayu. "Bunda sakit apa?" Tanya Rey khawatir. "Nggakpapa sayang, sepertinya Bunda cuma kecapean dan masuk angin. Kemarin kita kan habis jalan-jalan." Rey memeluk Ayu dengan erat, "Bunda cepat sembuh, ya." "Iya sayang." "Ayu, Rey.. kalian di dalam?" Panggil Anton sembari mengetuk pintu kamar. "Ayah..." teriak Rey yang langsung berlari ke arah pintu dan membukanya. "Rey baik-baik saja?" Tanya Anton begitu Rey membukakan pintu. "Iya, Re
Lily disuruh oleh Bi Sari untuk pergi ke apotek untuk membeli alat tes kehamilan. Jarak apotek dari rumah mereka memang sangat dekat, dan tidak butuh waktu lama bagi Lily untuk membeli alat tes kehamilan itu. "Ini Mbak tespacknya." Lily memberikan dua alat tes kehamilan kepada Ayu. "Kenapa beli dua tespack, Ly?" Tanya Ayu dengan tangan gemetar memegang dua benda itu. Lily disuruh oleh Bi Sari untuk pergi ke apotek untuk membeli alat tes kehamilan. Jarak apotek dari rumah mereka memang sangat dekat, dan tidak butuh waktu lama bagi Lily untuk membeli alat tes kehamilan itu. "Ini Mbak tespacknya." Lily memberikan dua alat tes kehamilan kepada Ayu. "Kenapa beli dua tespack, Ly?" Tanya Ayu dengan tangan gemetar memegang dua benda itu. Ayu benar-benar degdeg-an dengan alat itu, kalau dulu ia sangat berharap benda itu bergaris dua, kalau sekarang malah sebaliknya karena kondisinya yang sudah bukan lagi istri Anton. "Nggakpapa Yu. Bibi yang menyuruhnya, biar nanti k
Ada rasa malas yang menerjang Ayu untuk kembali ke rumah. Namun, apadaya itu adalah pilihannya sendiri untuk tetap bertahan dan Ayu juga harus menanggung konsekuensinya. Rumah yang dulunya tempat ternyaman bagi Ayu, namun kini semua telah berubah menjadi tempat yang menyimpan luka pada Ayu. "Ayu, tadi kata Lily kamu pergi ke dokter ditemani Bi Sari. Bagaimana hasilnya? Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Anton saat Ayu sampai dirumah. "Iya," jawab Ayu singkat. "Yu, aku sangat mengkhawatirkan kamu," ucap Anton menghalangi jalan Ayu saat ingin masuk ke dalam kamar. Ayu menghembuskan napas kasarnya, "Tolong minggir, Mas. Aku capek. Aku mau istirahat." "Apa kamu tadi melakukan tes kehamilan?" Tanya Anton. "Aku rasa pertanyaan itu nggak perluh kamu tanyakan," jawab Ayu. "Rey, mau ikut Ayah?" Tanya Anton pada Rey. Ayu tahu Anton hanya memanfaatkan Rey sebagai alasan. Padahal dia ingin tahu apa yang Ayu lakukan. "Nggak usah," ucap Ayu menghalangi Anton. "R
"Sayang, dengarkan Bunda, Nak. Bunda mau ngomong sama Rey." "Rey maunya sama Ayah, Bun. Rey mau Ayah temani Rey bermain," rengkek Rey masih menangis. "Iya, nanti Rey bisa bermain sama Ayah. Sekarang Rey berhenti nangis dulu, ya?" Pintah Ayu. Ayu menatap Rey lekat-lekat. Ia sedang menyusun kata-kata yang tepat untuk memberitahukan kepada Rey mengenai kondisi antara ia, Vika dan Anton. "Rey... Rey sayang nggak sama Bunda?" "Iya, Rey sayang Bunda, sayang Ayah juga," jawab Rey dengan tangis yang sedikit mereda. Dengan lembut Ayu menghapus sisa-sisa air mata Rey. Ia harus menyampaikan kenyataan yang terjadi di antara ia, Vika dan Anton. Sebenarnya, Ayu tidak tega, namun Ayu harus tetap menyampaikannya agar Rey sedikit mengerti. Ayu menarik napas dalam-dalam, dan berusaha untuk tetap tenang. "Rey sayang, Bunda sama Ayah itu udah nggak sama-sama lagi," ucap Ayu dengan hati-hati. Rey yang mendengar apa yang baru saja ibunya sampaikan merasa bingung. "K
Vika masih tidak mengerti, padahal segala cara sudah ia lakukan, tetapi tetap saja ia merasa jika Anton masih belum bisa mencintainya sepenuhnya. Anton masih saja memperhatikan Ayu dan juga Rey. Vika merasa bahwa Ayu sengaja mencari perhatian Anton dengan memanfaatkan Rey, putra mereka. Namun Vika tidak akan mudah menyerah. Ia sudah melangkah sangat jauh, dan sudah banyak yang sudah ia korbankan demi mendapatkan Anton. "Hanya aku yang boleh memiliki Mas Anton. Sudah cukup selama ini aku mengalah dan menurut padanya," gumam Vika yang sedang berada di dalam kamarnya. *** "Sayang, hari ini jadwal kita pergi ke dokter kandungan. Kamu ingat kan?" Tanya Vika pada Anton. "Iya, tentu saja aku mengingatnya." "Sudah empat bulan usia kandunganku, semoga anak kita tumbuh sehat." "Aminn." "Aku yakin anak yang sedang di kandungku pasti laki-laki, dan pastinya akan setampan kamu, Mas. Mas Anton pasti akan sangat sayang sama dia," ucap Vika sembari mengelus-elus pe
Ayu kini sedang berada di teras bersama dengan Rey, menemani putranya bermain. Terlihat juga Anton dan Vika yang baru saja pulang usai memeriksakan kandungan Vika dari dokter. Vika turun dari mobil sambil menangis sedangkan Anton berusaha menenangkannya. "Udahlah, Vik. Nggak boleh gitu. Syukuri saja apa yang sudah diberikan Tuhan. Mau anak laki-laki atau anak perempuan, itu sama saja," kata Anton menghibur. "Tapi Mas, aku maunya anak laki-laki," kata Vika dengan keras kepala. "Vik, itu sudah kehendak Allah, kita bisa apa?" Anton terlihat mulai emosi dan tak sabar menghadapi sikap Vika. "Tapi Mas—" "Vika! Kamu tadi dengar sendiri kan dokter bilang apa? Usia kandungan kamu baru menginjak 13 minggu. Masih terlalu dini juga untuk mengetahui jenis kelamin berdasarkan USG secara akurat. Mungkin saja terjadi kesalahan. Lagipula, dokter juga menyarankan untuk tes ulang bulan depan, bukan? Jadi kamu nggak perluh pesimis begitu. Dan satu lagi, anak perempuan atau ana
Hari menjelang sore, Anton, Vika serta Rey baru pulang. Ayu sempat khawatir, karena mereka tak kunjung pulang. Namun niatnya ia urungkan karena ia malas kalau nanti Vika yang mengangkat teleponnya. Ayu tidak mau Vika salah paham dan menuduhnya ingin mendekati Anton lagi. Ayu sampai terkejut dengan barang-barang yang mereka bawa. Vika benar-benar membeli barang-barang untuk bayinya. Anton sampai harus bolak-balik menurunkan barang dari dalam mobil, kemudian membawa masuk ke dalam rumah. "Bunda... lihat ini, Rey punya mainan baru," celoteh Rey dengan gembira. "Wah, bagus banget. Rey beli apa aja?" Tanya Ayu. "Pesawat terbang. Bagus kan, Bun?" Pamer Rey. "Iya sayang. Ini bagus sekali," puji Ayu. "Rey juga dibelikan mobil robot sama lego yang banyak," ucap Rey lagi. "Kak Ayu, kasih tahu Rey dong! Dia itu mainannya udah banyak. Itu mobil-mobilan dan robot, ngapain beli lagi? Mau bikin toko mainan?" Sindir Vika. Ayu tak menanggapi ucapan Vika. Ia malas se