5. SUAMI DAN MERTUA TAK TAHU AKU BANYAK UANGMohon dukung cerbungku dengan cara klik SUBSCRIBE DAN RATE BINTANG LIMA sebelum membaca.Pelajaran Untuk Heri"Maksudnya kamu ga akan kasih nafkah lagi sama aku, Mas?" tanyaku biasa saja.Dalam hati mencoba mengontrol emosi, percuma marah-marah dan protes pun takkan di dengar, yang harus kulakukan adalah memberi mereka pelajaran agar merasa jera."Ya engga gitu maksudnya, kamu tetep dikasih makan kok, cuman bedanya kali ini Ibu yang pegang keuangan," jelas Mas Heri santai."Lagian uangnya juga ga dimakan semua sama Ibu, sebagian mau Ibu tabung buat renovasi rumah, apa kamu ga malu punya rumah butut begini, tuh lihat rumah Rista megah dan mewah," sahut ibu sambil mengunyah.
"Ini apa, Bu?!" tanya Mas Heri dengan nada tinggi. Ada api kemarahan di matanya, sementara ibu gelagapan dalam kebisuan. "Ck ck ck, ternyata Ibu bohong sama anak sendiri?" sahutku menambah panas suasana. Terlihat mata ibu mendelik melirikku, baru kali ini kulihat wajahnya sepucat itu, bagaikan kerupuk yang tersiram air. "Tega ya Ibu abisin duit aku seenaknya, tahu sendiri 'kan gajiku itu hanya segitu, bukannya Ibu janji mau ditabungkan uangnya." Mas Heri masih terlihat kecewa. "Sudahlah, Mas, gimana pun juga uangnya udah terlanjur dibelanjakan, sekarang dan ke depannya ya Ibu harus bisa ngatur keuangan untuk sebulan dengan uang yang tersisa," celetukku sambil menyeringai senang. Melihat ibu terpojokkan seperti melihat pertunjukkan sirkus gratisan. "Dan ya aku ga bisa bantu, tahu sendiri 'kan aku ini cuma jualan seblak untungnya cuma buat jajan Nasya aja sama bayarin biaya sekolahnya," lanjutku lagi berbohong. Malas saja jika harus menutupi kekurangan sehari-hari sementara dia
bab 7"Ardaaan!" teriak seorang perempuan dari lantai atas, suaranya cukup melengking."I-iya, Ma!" jawab Ardan sambil berteriak pula.Kami semua mendongkakkan wajah, tapi belum ada seseorang yang muncul di pandangan."Ini sprei kotor kok masih di kamar Mama, bawain donk ke ruang cuci," sahut ia yang sudah pasti mertuanya Ardan.Kami semua saling memandang merasa heran, kenapa Ardan seperti seorang pembantu di rumah ini? aku yakin Mas Heri dan ibu pun merasakan kejanggalan ini.
Bab 8Ibu berdiri memandangi besannya penuh amarah, dadaku berdegup kencang takut jika ibu melakukan perbuatan kekerasan, sedangkan Mas Heri mencoba menyadarkan ibu dengan cara memegang lengannya."Kenapa Bu Besan? saya minta maaf kalau perkataan saya barusan menyinggung hati Anda, tapi gimana lagi ya lama-lama saya juga jengah melihat Ardan yang ga ada kemajuan, kalau bisa Bu Besan tolong nasihati dia supaya mau bekerja, ga minta makan terus sama mertua," ujar Mama Rista.Aku menghela napas, perkataan wanita cantik ini memang halus tapi nyakitin, sama seperti hatiku yang sering sakit saat dihina oleh ibu.Dan sekarang ibu sendiri yang dihina balik oleh besannya, di hadapan orang banyak pula, segala perbuatan pasti akan kembali pada diri sendiri, itu ternyata benar.Aku kok puas ya lihat ibu digituin, ehh."Saya permisi, Bu Besan," ujar ibu.Di luar dugaan ibu malah pergi dari rumah mewah ini,
bab 9Ponselmu untukkuIbu menangis kejer seperti anak kecil, ia duduk di tanah sambil meraung, aku dan Sela saling memandang, merasa heran melihat nenek tua meraung seperti anak kecil."Allah ga ridho kali ya duitnya dirampas paksa sama mertua Mbak, makanya ga lama langsung dicopet," bisik Sela.Kali ini aku setuju dengan pendapatnya."Mau disamperin ga? aku mah ogah mending masuk lagi, panaas," ujar Sela, lalu ia menjauh dari kerumunan.Sebenarnya aku ingin pergi saja dan memilih melaksanakan salat Dzuhur, tapi kasihan juga melihat ibu yang sedang terkena musibah, masa iya kutinggalkan sendirian."Bu, kenapa uangnya bisa dijambret sih? terus jambretnya ketangkep ga?" tanyaku sekaligus pada orang-orang yang berkerumun."Engga, jambretnya naik motor, Neng," jawab seorang bapak tukang parkir."Iya, jambretnya langsung kabur mana bawa motornya secepat kilat kaya
Bab 10Balasan datang begitu cepat"Gimana, Mir? ngalah aja ya, kamu tahu sendiri mana sanggup aku beli hape baru." Mas Heri menatapku iba.Aku mendelikkan mata, sebel juga ngasih nafkah seenaknya, giliran ia yang perlu maksa, suami macam apa coba."Engga! Enak aja main ambil-ambil, hape itu sering dipake Nasya belajar daring," balasku dengan tegas."Sudahlah, ambil aja sana," bisik ibu yang masih bisa kudengar.Dengan sigap Mas Heri menyambar ponselku yang sedang di cas di atas meja, sayangnya tanganku terlambat satu detik untuk meraih dan sudah keduluan sama Mas Heri."Balikin hape aku!" teriakku penuh emosi.Tak menghiraukan teriakkanku gegas lelaki itu berlari keluar."Beli lagi aja kenapa sih, kamu 'kan jualan tiap hari masa hape aja ga kebeli."Lelaki itu naik ke atas motor, tak dipedulikan istrinya yang menjerit memanggil di belakang, aku tak bisa mengejar kar
Bab 11.ABalasan Telak Untuk Heri dan IbuSempat terdengar ibu memaki dan menghinaku lagi, tapi aku tak peduli dengan hinaannya, gegas menstarter motor dan segera pergi.Semoga saja ponselku tak rusak, yang kukhawatirkan saat ini bukan keselamatan Mas Heri, melainkan ponsel yang harganya lumayan fantastis.Tiba di tujuan kulihat Mas Heri terbaring di ranjang pasien, tangan kanan dan kaki kirinya terbungkus perban, ia meraung kesakitan.Itulah adzab bagi orang yang suka mencuri, batinku berkata-kata.Saat hendak masuk ada seorang bapak-bapak mencegahku."Mbak ini istrinya?"Aku mengangguk."Oh ini dompet sama hape suami Mbak, tadi saya amankan takut ada yang nyuri," ujar lelaki itu dengan ramah.Aku tersenyum senang, akhirnya ponsel ini kembali dalam keadaan utuh, rezeki memang tak kemana."Terima kasih ya, Pak."Lelaki itu mengan
"Begitulah namanya orang kampung, ga bisa mengendalikan diri, apa lagi dia cuma lulusan SMP, ga berpendidikan beda jauh dengan Tania yang sudah sarjana," celetuk ibu memandangku dengan remeh. Oh, sekarang bahan perbandinganku bukan Rista lagi ternyata tapi sudah ganti jadi Tania, apa ia tak berkaca kedua anaknya juga sama-sama lulusan SMP. Beruntung mulutku tak tajam sepertinya, sehingga sebesar apapun rasa benciku, tak membuat aku mengeluarkan kata-kata tajam yang bisa menyebabkan dosa "Ibu ga mau tahu, pokoknya kamu harus ganti tv ibu dengan yang sama persis kaya gitu!" tegas ibu sambil mengempaskan bokong di sofa. Kini, saatnya aku yang bicara "Cuma tv yang rusak aja kalian heboh, terus gimana dengan hati aku yang setiap hari mendapatkan hinaan dari ibu? padahal jika ibu ga punya uang mintanya sama siapa? ya sama aku bukan sama Rista mantu kesayangan ibu itu." Ibu terlihat mencebikaan mulut sambil mengehela napas. "Tadi juga Ibu ngambil uang hasil jualanku di laci, apa aku m