Nadia sedikit terperanjat karena kehadiran Amira yang tanpa terduga, dielusnya dada. "Itu loh, pacarnya dosen ganteng.
"Hah, wanita itu mau sogok kamu, itu maksudnya?" Rasa penasaran Amira di mode maksimal."Iya. Begitu ya orang selingkuh karena takut ketahuan jadinya ngogok!" kesal Nadia.Amira memegangi dagunya seiring mencetuskan kesimpulan hasil dari pengolahan pemikirannya, "Kalau wanita itu sogok kamu karena takut ketahuan, itu artinya kalian saling kenal dong!" Segera, tangannya menangkup mulut yang menganga."Tidak, saya sama wanita itu tidak saling kenal sama sekali, tapi saya kenal sama pacar aslinya," jelas Nadia seadanya.Amira semakin mengangkup mulutnya, kali ini menggunakan kedua telapak tangan. "Oh my god, Nadia ... kenapa tidak kamu adukan wanita itu, kan kasihan pacarnya.""Tidak ah, bukan urusan saya." Datar Nadia."Ish. gadis ini ... masa membiarkan dosa mengalir. Wkwk." Amira sudah lebih relax dibandingkan menit-menit ke belakang."Itu kan bukan dosa saya, tapi dosa wanita itu atau mungkin pacarnya juga berdosa karena bisa saja wanita selingkuh karena kesalahan pria." Dengan cepat Nadia berprasangka pada Abimana-pria dingin nan menyebalkan di matanya. "Atau pacarnya kurang ganteng, lebih ganteng dosen kita," terka Amira seiring mesem-mesem karena mengagumi ketampanan salah satu aset istimewa kampus.Nadia segera membandingkan ketampanan Abimana dan dosen ganteng di sini. "Lebih ganteng Abimana sih," ceplosnya."Oh ... jadi namanya Abimana, nama yang gagah, pasti pria itu juga gagah!" kagum Amira bahkan sebelum melihat bentukan si pria.Nadia menghembus udara tipis. "Sudah, jangan pikirkan Abimana karena walau dia tampak sempurna, tapi sebenarnya tidak!" omelannya karena sikap dingin si pria hampir membuat denyut jantungnya berhenti.Beberapa jam berlalu dengan mudah untuk Nadia, tapi setelah kuliah si dosen ganteng menghampiri. "Saya menerima titipan dari Tania, kamu mengenalnya kan. Tolong diterima." Sebuah paper bag berukuran cukup besar disodorkan ke arah Nadia oleh si pria bernama Kafka bersama senyuman menawan yang tampak sangat memesona nan rupawan yang akan membuat para gadis di kampus berteriak histeris.Namun, lain halnya dengan Nadia, gadis ini bersikap datar walau mengakui ketampanan Kafka. "Iya, saya mengenalnya tadi pagi, tapi maaf, saya tidak bisa menerima ini karena nenek bilang jangan menerima apapun dari orang asing.""Loh, Tania kan bukan orang asing, kalian sudah saling mengenal." Kafka memaksa dengan lembut.Nadia menggeleng. "Kami hanya mengenal sebatas itu bukan mengenal lama seperti dengan sahabat saya Amira. Jadi ... pacar bapak itu orang asing bagi saya," tutur lembut Nadia menggunakan kepolosannya yang detik ini sangat berguna.Kafka tersenyum kecil bahkan senyum itu tampak sangat menawan walau setipis jaring laba-laba. "Baiklah, saya tidak akan memaksa kalau kamu tidak mau menerima pemberian dari Tania, tapi ... setidaknya hargai uasaha Tania, dia memilihkan benda ini dengan sangat hati-hati karena dia memerhatikan kuliatas dan kenyaman saat disentuh atau dipeluk.""Heuh!" Nadia kebingungan dengan topik pembahasan sang dosen, hingga rasa penesaran tertarik keluar, "memangnya apa benda itu?"Kafka tersenyum senang karena akhirnya berhasil mendapatkan hati Nadia, segera benda dalam paper bag dikeluarkan. "Bagaimana, kamu suka kan sama boneka beruangnya?" Senyuman lebar dipasang.Nadia terpanah melihat boneka menggemaskan itu, tapi segera rasa sendu menyerang. Dulu ... Nadia punya banyak boneka beruang pemberian papa, tapi hutang papa sekalian membawa bonekanya juga. Batin gadis ini menangis.Kafka mencoba mengintip wajah Nadia yang menunduk perlahan. "Ada apa, kenapa tampak sedih?" pedulinya sebagaimana seorang dosen pada mahasiwi.Nadia terisak, "Bapak jangan menunjukan boneka beruang itu ... karena Nadia jadi sedih ...." Air matanya turun bukan main-main dan ini sama sekali bukan akting.Kafka segera dibuat panik dan kalang kabut menghadapi sikap Nadia, "Saya mohon maaf karena saya tidak tahu jika boneka beruang akan membuat kamu menangis." Segera, boneka itu kembali ke dalam paper bag, kemudian Kafka mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya, "lap air mata kamu, sekali lagi saya mohon maaf."Nadia menerima selembar sapu tangan yang sangat wangi, sangat terlihat jelas jika Kafka adalah pecinta kebersihan. "Terimakasih," ucap sendunya kala mengembalikan sapu tangan."Baiklah, tidak apa, saya akan mengembalikan bonekanya pada Tania. Ngomong-ngomong, kamu baik-baik saja, kamu bisa pulang sendiri?" khawatir Kafka sebagaimana tenaga pengajar pada muridnya. Apalagi Nadia menangis karenanya. "Bisa, kalau begitu saya permisi." Nadia masih terisak hingga Kafka tidak tega membiarkan si gadis berjalan seorang diri. Dia mengantar Nadia hingga keluar gerbang universitas.Segera, tatapan elang Abimana membidik Nadia dan si pria, bibirnya menyungging tipis. "Ada apa sama anak itu, apa dia baru saja putus cinta, matanya sampai sembab?" Pria ini ingin menertawakan, tapi prihatin, kemudian mencaci si pria, "dasar bad man, bisa-bisanya dia menyakiti anak kecil!"Dengan postur tubuh gagahnya, Abimana menghampiri kedua orang yang berada dalam jarak pandangnya.
Segera, kedua mata memesona Kafka membelalak. "Sial, itu Abimana!" langkah pria ini terhenti seketika seiring salah tingkah, tapi ternyata pria yang dia takuti menemui Nadia."Ada apa. kenapa kamu menangis, apa hari ini kuliahnya mengecewakan?" Tawa kecil Abimana.Seketika Nadia menggerutu, "Dasar iblis, dia tertawa di atas penderitaan saya, dia suka melihat saya menderita. Huft!""Ada apa ...?" ulang Abimana, kali ini dengan lembut dan tanpa tawa.Kafka menggunakan kesempatan ini untuk kabur, lagi pula sejak awal Nadia tidak menyadari jika dirinya dibuntuti. Maka, kala Abimana melirik tempat si pria, dirinya kebingungan karena sosok itu menghilang. Segera, dirinya menginterograsi Nadia, "Apa kamu dapat pelecehan?"Seketika wajah Nadia terangkat. "Hah, tidak kok!"Abimana memasukan satu tangannya ke dalam saku celana hingga tampak sangat keren, tapi ekspresinya tetap dingin. "Baguslah, karena saya tidak mau bergaul dengan perempuan kotor!" Kalimat itu sangat kentara, hingga Nadia ingin mencaci sekaligus mengatakan jika kekasih Abimana sangat kotor!"Ada apa kamu kesini lagi?" ketus Nadia dengan wajah terangkat kesal."Papa menyuruh saya lagi menjemput kamu," ungkap Abimana yang tampak sangat keberatan, kemudian memegangi pelipisnya, "iya ampun, ini sangat meropotkan!""Ish, kalau merepotkan iya tolak saja, lagipula saya tidak berharap dijemput kok!" protes Nadia."Kalau ditolak, papa akan menganggap saya tidak berbakti padahal selama ini saya adalah anak baik dengan prestasi membanggakan, saya tidak mau karena satu perintah papa tidak dituruti akhirnya menjadi anak durhaka," tutur panjang lebar Abimana yang sebenarnya sedang membanggakan diri."Kamu sudah bukan anak kecil, kamu sudah tua walau baby face!" rutuk Nadia saat berkata blak-blakan tentang Abimana. "Apa, tua!?" Abimana segera menggelengkan kepalanya, "usia saya sejajar dengan pacar kamu yang brengsek!" Maksudnya adalah Kafka.Bersambung ....Nadia sukses dibuat heran oleh kalimat Abimana, "Pacar, pacar yang mana? Saya tidak pernah pacaran.""Jangan berpura-pura polos. Apa memang seperti ini gaya kamu ketika putus cinta?" ejek Abimana bersama senyuman selaras walau tipis, tapi tetap sangat menyebalkan untuk Nadia. "Kamu aneh!" ejek Nadia, kemudian bergumam, "pacarnya selingkuh saja tidak sadar, dasar pria aneh!" Tanpa sadar Nadia masuk ke dalam mobil Abimana dan duduk dengan datarnya.Abimana menyunggingkan setengah bibirnya. "Ini adalah efek negatif karena saya sering menjemput kamu." Pria ini masuk ke dalam mobil seiring memandangi Nadia yang tampak duduk nyaman di atas jok yang sebenarnya tempat spesial untuk Tania.Segera, Nadia mengoceh, "Singkirkan foto pacar kamu, saya tidak suka melihat wajahnya!""Ini mobil saya, suka-suka saya mau memajang foto siapapun." Datar Abimana bersama ekspresi dinginnya hingga menciptakan atmosfer bagai di kutub utara. "Tapi pacar kamu se ....!" Hampir saja Nadia keceplosan, tapi seger
Abimana terus membidik Nadia dengan tatapan penuh selidik, tapi mata elang itu menakuti si gadis hingga Nadia menangkup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan. "Jangan lihat saya begitu ..., kamu seperti penculik cabul!" mohonnya.Abimana berdecak kecil, kemudian membuka kedua jendela mobil supaya pemikiran negatif Nadia terhapus. Suaranya juga terdengar lebih santai. "Katakan saja, apa yang kamu tahu tentang Tania."Nadia membuka tangkupan tangannya perlahan, kemudian celingak-celinguk ke persekitaran, tempat ini ramai hingga cukup membuatnya merasakan mode aman. "Eu ... sebenarnya tidak ada," dustanya karena mana mungkin mengatakan perselingkuhan Tania."Apa yang harus saya lakukan supaya kamu bicara?" tanya lembut Abimana sebagai upaya membujuk Nadia karena memang seperti ini cara membujuk anak kecil.Nadia memandangi Abimana sekilas, kemudian menggerutu, "Kalian sama saja, suka menyogok!""Jadi Tania menyongok kamu, kenapa dia melakukannya?" Penyelidikan Abimana berlanjut karen
Abimana masih menjalani kesehariannya dengan menyibukan diri bersama segudang pekerjaan, kemudian mengantar Tania setelah jam kantor habis. Pria ini sosok sempurna di mata keluarga si wanita hingga mereka selalu menyambut hangat bak menantu. Kali ini, Abimana menyempatkan berkunjung ke kediaman keluarga Tania yang berada di bawah garis hidupnya.Kehangatan keluarga terasa sangat kental di setiap sudut ruangan. "Kapan kalian meresmikan hubungan," goda seorang pria yang tidak lain adalah ayahnya Tania.Abimana segera mengatakan kebenaran, "Saya sudah mencoba mengajak Tania ke jenjang lebih serius, tapi Tania bilang belum siap." Lirikan hangatnya segera terarah pada Tania setelah menyelesaikan kalimatnya pada orangtua sang kekasih.Segera, ayahnya Tania memerotes halus pada putrinya, "Mengapa belum siap, apa lagi yang kau tunggu?""Eu-hanya belum siap, pa," jawab singkat Tania yang sulit memilih antara Abimana dan Kafka."Usiamu sudah matang."Tania hanya memberikan senyuman halus pada a
Satu jam kemudian, Nadia sudah kembali ke rumahnya. "Nek ... bagaimana pendapat nenek tentang Abimana?" cemasnya.Saraswati baru saja ingin memejamkan matanya setelah membukakan pintu untuk Nadia. "Abimana pria baik." Hanya itu jawaban wanita tua ini karena terlalu mengantuk, "sudah malam, kamu tidur dulu ya, nanti bicarakan lagi besok.""Iya, nek," lesu Nadia. Tadi, dirinya tidak dapat menjawab apapun, lagipula ice cream yang melayang bebas mendarat di pakaian pengunjung lain hingga Abimana disibukan meminta maaf sekaligus mengganti rugi kala Nadia membeku. Setelah semuanya selesai, barulah gadis itu digendong hingga masuk ke dalam mobil karena lutut Nadia lemas.Kini, Nadia memandangi langit-langit saat terbaring di dalam kamar minimalisnya. "Sepertinya Abi memilih putus sama Tania. Iya ampun ... bagaimana besok nasib saya di kampus, apa saya akan mendapatkan serangan sengit dari Tania dan Pak Kafka?" kepanikan luar biasa merayap dari ujung kaki hingga ubun-ubun, tapi perasaan teran
Nadia menatap kosong ke arah bakso yang juga menatapnya. Segera, Amira menegur kawannya karena tidak kunjung menyuap, "Biasanya bakso akan sampai ke dalam perut kalau dikunyah dan ditelan. Hihi ...."Nadia segera mengalihkan tatapan pada kawannya. "Hidup saya sedang terancam seolah harus memilih antara surga dan neraka." Ekspresinya sangat memelas."Memangnya kenapa?" cemas Amira karena sebelumnya Nadia tidak pernah mengatakan keluh kesah."Abimana mengajak menikah, tapi bagaimana ya?" Embusan napas panjang dibuang Nadia."Iya ampun ... diajak nikah sama pacar saja bingung, apalagi diajak ke gunung berapi," ejek Amira dengan tawa."Lagipula mana ada pacar mengajak ke gunung berapi!""Ada, Devan yang mengatakannya, dia memang punya hobby aneh, entahlah pacar saya bar-bar tidak seperti pacar kamu. Huft!""Lalu bagimana cara mengatasi Abimana?" raung Nadia yang semakin dibuat berputar pada ajakan menikah.Amira mulai memasukan suapan pertamanya. "Terima saja deh, mubajir tahu kalau kamu
Acara ini sakral bagi para pebisnis termasuk Abimana, pembahasan pesertanya hanya seputar proyek-proyek besar, sedangkan Nadia lebih banyak duduk seiring menyeruput berbagai macam nimuman yang tersedia. "Acara ini sangat membosankan. sampai-sampai saya harus banyak minum dan sedikit memakan camilan, sekarang Nadia mau pipis, help me ...!" raungan kecilnya. Abimana sedang bersama beberapa rekan seusianya yang juga menjabat sebagai CEO, dia melirik ketika Nadia meninggalkan area pesta. "Mau kemana dia, awas saja kalau kabur," rutuk kecilnya. Sementara, Nadia sedang berlari dengan heelsnya. "Please-please, excuse me!" paniknya kala melewati beberapa orang yang menghalangi jalan keluar. Setelah berhasil lolos dari ruang pesta, gadis ini segera celingak-celinguk, "Di mana toiletnya? Ish, hotel ini terlalu besar ...," raungnya kala di hadapkan pada ruangan besar yang mirip dengan lobby, tapi tempat ini memiliki kolam ikan di tengahnya. Nadia segera berlari ke arah petugas hotel yang sedan
Nadia mengerutkan keningnya. "Jangan berprasangka, saya menghawatirkan penampilan karena saya tahu etika di hadapan orang lebih tua, terlebih kali ini saya akan bertemu orangtua kamu yang memang ingin bertemu saya," tutur si gadis dengan serius supaya Abimana tidak salah paham. Abimana tersenyum tanpa makna, kemudian kembali memasangkan jasnya di bahu Nadia. "Kamu bisa memakai jas saya sampai akhir." Pria ini menggiring Nadia hingga tiba di hadapan ibunya. "Selamat malam ma, ini Nadia yang mama tunggu-tunggu." Segera, Mila terpesona dengan kecantikan titisan Naila-sahabatnya. "Sayang ..., kok baru datang? Dari dulu tante sangat penasaran sama kamu," sambutan hangat Mila yang segera merangkul Nadia hingga si gadis duduk di sisinya. "Maaf tante, karena Abi baru saja mengajak menemui tante sekarang," jujur Nadia. Mila terkekeh renyah, "Abi memang begitu, kalau bukan tante yang menyuruhnya, mana mungkin dia membawa seorang perempuan ke rumah ini. Sampai-sampai tentangga mengira jika Ab
Abimana menyelesaikan mandinya dengan cepat, tetapi Nadia sudah terlelap di atas sofa. "Kalau wanita dewasa tidak akan tertidur di saat penting seperti ini," keluhnya padahal tamu di luar sana sudah berdatangan, mereka adalah tamu khusus-kawan sekolah dan kuliahnya.Tubuh ringan Nadia diangkat lembut, kemudian dibaringkan dengan hati-hati beserta gaun pernikahan yang tampak merepotkan. Sekilas, pria ini memandangi wajah Nadia yang cantik dan masih tampak segar. Namun, bayang-bayang Tania menelusup ke dalam pikiran dengan sengit. "Tadi Tania hadir, dia tampak sangat cantik," kagumnya karena bagaimanapun Abimana tidak bisa melupakan begitu saja hubungan yang pernah terjalin hampir satu tahun.Tepian tempat tidur menjadi persinggahan Abimana kala memikirkan semua kenangannya dengan Tania sekaligus kejadian memilukan yang terakhir.Dihembusnya udara tidak sedap akibat kandasnya hubungan yang diharapkan sampai ke jenjang pernikahan, kemudian wajahnya kembali menoleh ke arah Nadia yang tert