"Yang ada ni, si Yoona di gantung di pohon toge sama ayahnya," sahut Alandra.
"Kalau Ayah gw tau, gw nyentuh minuman terkutuk itu. Yang ada gw bakalan dihapus dari daftar ahli waris." ucap Yoona bergidik ngeri membayangkan ayahnya yang membawa map dan bolpoin. "Si Shaan, emang bikin ulah apa lagi, Al?" tanya Yoona pada Alandra.
"Dia bilang udah gak sanggup kerja sama bosnya yang Workaholic. Dia selalu marah dan ngedumel persis seperti mulutnya emak-emak komplek," keluh Alandra.
"Kalau udah gak betah dan berat banget untuk di jalanin kenapa gak berhenti aja!" usul Sarah.
"Gw setuju banget sama Sarah, kalau kerja dengan beban dan udah gak betah, mending berhenti. Sumpah, kalau sudah seperti itu, rasanya udah gak enak banget," Elsa menimpali.
"Tapi, bukannya udah di suruh ya sama Alandra!" Yoona masih mengingat benar saat beberapa hari lalu Alandra bercerita soal Shaan yang menolak disuruh berhenti.
"Itu dia, gw juga gak ngerti." Alandra menghela nafas berat. Sikap Shaan akhir-akhir ini sangat aneh dengan sikap yang terkadang tak masuk akal.
Pembicaraan for flower pun berlanjut hingga beberapa jam sebelum mereka memutuskan untuk pulang kerumah dan menikmati Weekend mereka.
Keesokan harinya Yoona terbangun dengan perasaan yang sangat damai. Entah sudah berapa lama ia tidak merasakan sedamai ini.
"Ah ... akhirnya. Selamat pagi Yoona," sapanya pada dirinya sendiri. Yoona melirik jam weker yang sengaja tidak ia nyalakan karena ini akhir Minggu. "Jam. 07:30. Hemm.. kalau untuk jogging di luar sepertinya gak mungkin. Sepertinya zumba di rumah lebih asik."
Tanpa pikir panjang Yoona langsung mencuci muka dan menyikat gigi, kemudian mengganti pakaiannya dengan atasan tanktop, celana cargo, sepatu anti slip dan terakhir topi dan bandana.
Yoona pergi ke dapur, meneguk air putih. Yoona melirik sebarang rumahnya seolah tidak ada kehidupan dengan lampu luar masih menyala. "Sepertinya orang gila itu tidak ada di rumah," gumamnya pada dirinya sendiri.
"Come on Yoona, kita mulai!" teriaknya pada dirinya sendiri.
Yoona mulai melakukan pemanasan sebelum ia menyalakan musik. Setelah dirasa cukup Yoona mulai menyalakan lagu dengan sangat keras hingga terdengar keluar rumah. Yoona yang merasa yakin tetangganya tidak ada di rumah, ia menyalakan musik lebih keras dari biasanya.
Alunan lagu yang sudah di mix oleh DJ menggema di seluruh penjuru rumahnya. Yoona terus memutar beberapa lagu, mulai dari, Dura-daddy yankee. Salah apa aku. Bahkan sampai yang sedang populer saat ini, Ampun bang jago by Tian strorm x Ever Slkar.
Yoona begitu mahir mengikuti setiap hentakan musik DJ yang membuat jantung berdetak hebat seperti mengikuti irama musik.
Seseorang sedang berusaha mengetuk-ngetuk pintu dan jendela rumah Yoona. Namun karena musik dan konsentrasi Yoona yang sedang fokus pada ka layar TV LED-nya, Yoona tidak sadar ada yang menatapnya dengan berang dari jendela kamarnya.
Yoona terus menghentakkan tubuhnya mengikuti irama musik, hingga akhirnya musik berhenti dengan paksa. Bahkan suasana terasa sangat hening dan mencekam.
Dengan nafas yang memburu dan keringat mengalir deras di seluruh tubuhnya. Yoona diam tak bergeming, berdiri di tempatnya.
Tak lama ia mendengar suara ketukan sangat keras di jendela kamarnya.
Dug Dug Dug Dug Dug! Yoona membelokkan kepalanya tanpa menggerakkan tubuhnya ke arah dimana jendela berada. Mata Yoona melotot seolah ingin keluar dari tempatnya. Sosok yang dilihat sangat mengerikan dengan mata yang sangat merah dan pakaian yang sangat kotor, Jangan lupa dengan wajahnya yang brewokan. "Dia, benar-benar orang gila!"
Dug! Dug! Dug!
Yoona memundurkan tubuhnya merasa terkejut dengan apa yang baru saja dia lihat. Pria itu begitu mengerikan dengan sorot mata yang tajam seolah ingin menelannya bulat-bulat. Dengan cepat Yoona menutup gorden jendela di mana ia biasa berolahraga, padahal ia tidak pernah menutup gorden selama hampir tiga tahun ia tinggal di rumah itu, terkecuali gorden di kamarnya.
Yoona mendekap jantungnya yang nyaris loncat dari tempatnya bergantung selama ini. "Gila, itu orang apa demit." Yoona terus menghembuskan nafas kasarnya.
Yoona keluar dari ruang olahraga. Namun, tak lama ia mendengar pintu rumah kembali di ketuk. Tidak, bukan di ketuk lebih tepatnya di gedur-gedur.
Dug! Dug! Dug! Yoona yang masih merasa takut ada orang sinting di dekat rumahnya, ia pun mengendap-ngendap dan berusaha mengintip dari lubang pintunya.
Yoona kembali memundurkan tubuhnya ketika melihat orang sinting yang yang berada di jendela di tempat olahraga kini sudah berada tepat di depan pintu beranda rumahnya.
Bagaimana tidak disebut orang sinting. Pria aneh itu, benar-benar berantakan dengan pakaian kumal, rambut sedikit gondrong yang acak-acakan, rahangnya yang ditumbuhi brewok, matanya yang merah seperti seorang pemabuk, kaosnya kotor, dan celana yang usang bahkan robek di bagian dengkul. Jelas yang muncul di benak Yoona itu adalah orang sinting gila yang mabuk.
Yoona sendiri masih heran bagaimana bisa orang gila masuk ke kawasan perumahannya, sedangkan masuk ke dalam perumahan ini harus menggunakan identitas pengenal dan kartu khusus penghuni. Karena itulah setiap rumah dibangun dengan diberi taman di kiri dan kanan sehingga dapat melihat sekitarnya dengan baik.
Yoona yang masih merasa takut berusaha mengendalikan diri dan menghadapi orang sinting yang berbeda tepat di depan rumahnya. Sebelum membukakan pintu, Yoona terlebih dahulu mengambil payung dan menyembunyikan di belakang tubuhnya.
Ceklek! Pintu terbuka, Yoona menyembulkan sedikit kepalanya. Orang di hadapannya itu masih menatapnya dengan sorot mata tajam dan mengerikan. "Maaf ada perlu apa?" tanya Yoona dengan nada sarkas mengendalikan rasa takutnya.
"Apa berisik adalah gaya hidupmu?" tanya pria itu dengan nada dingin.
Mata Yoona membulat sempurna, rasa takut yang dirasakan menguap begitu saja. Ia pun membuka pintu rumahnya lebar-lebar dan mengetuk-ngetukkan payung yang ia sembunyikan di balik tubuhnya.
Ketidakadilan itu membuat Yoona melupakan sedikit rasa takutnya pada laki-laki itu. "A-apa! Gw, berisik?!" Yoona menunjuk dirinya sendiri. "Enggak, enggak. Lo bilang gaya hidup gw berisik! Punya hak apa Lo menilai gaya hidup gw?" tanya Yoona masih dengan emosi yang berkobar-kobar.
"Saya terganggu dengan musik Anda yang memekakkan telinga!" Mendengar apa yang diucapkan oleh pria menyeramkan di hadapannya ini membuat kening Yoona mengkerut.
"Sepertinya tidak, coba Anda dengar baik-baik!" Yoona menghentikan ucapannya agar pria aneh di depannya ini dapat mendengar apa yang ia dengar. "Rumah ibu Marisa di seberang rumah ini, suara musiknya terdengar sampai kesini dan mungkin ke telinga Anda! Menurut gw gak masalah, karena ini masih pagi di mana semua orang sudah TER-BA-NGUN." Eja Yoona di akhir kalimatnya.
"Tapi, musikmu mengganggu tidurku!"
"Hellow! Itu bukan urusan gw!" Yoona berbalik dan hendak masuk kembali ke dalam rumah, tapi pria aneh menyebalkan itu menahan lengannya.
"Itu urusan Anda, karena musik Anda mengganggu tidur saya!"
'Kenapa bisa mengganggu tidurnya? Apa pria brengsek menyeramkan ini tetangga gw? Apa dia tetangga di sebelah rumah gw! What the hell? Tetangga!!' teriak Yoona yang dapat terungkap hanya dalam benaknya.
"Aku menyalakan musik sudah jam 8 pagi, di mana orang Indonesia sudah terbangun ... dan bukan mengetuk-ngetuk dinding rumah jam dua dini hari seolah besok akan terjadi kiamat, sehingga, Kau." Yoona menunjuk dada pria aneh itu dengan ujung telunjuknya, Ia pun menengadahkan kepalanya dan menatap wajah pria di hadapannya yang ternyata sangat tinggi dengan bola mata yang yang ingin keluar. "harus menyelesaikan pekerjaanmu saat itu juga." hardik Yoona geram. Dengan cepat Yoona menarik jarinya dan tanpa sadar ia mengelapnya di celana yang ia kenakan. Pria aneh itu melipat tangan di bawah dadanya. Menatap Yoona dengan lekat. "Well, Aku memang harus melakukannya. Pipa ledeng bocor jika tidak langsung dibetulkan akan membanjiri seluruh rumahku, sementara Aku butuh air untuk mandi, malam itu juga." "Cih, alasan," sangkal Yoona masih tidak terima, terutama pada kenyataan bahwa pria di hadapannya ini adalah tetangganya "Jika, saya masih mendengar suara musi
Sore itu Yoona yang baru saja tiba di Villa milik keluarganya yang berada di Bandung, dengan penuh amarah ia kembali menghentak-hentakkan kaki karena merasa jengkel setelah dijemput paksa oleh kakak laki-lakinya. Yoona memasuki Villa dengan memasang wajah merengut, ia tak ingin memandang siapapun yang ada di sana. Sulistiana Malik ibunda dari Yoona hanya bisa menatap kemarahan Putri bungsunya yang selalu saja bersikap semaunya. Sudah beberapa kali Sulistiana menjodohkan putrinya namun selalu saja ditolak oleh gadis bungsunya itu. Umur Yoona yang sudah terbilang sudah sangat dewasa membuatnya sangat khawatir, di tambah lagi kegagalan dalam asmara putrinya yang selalu saja kandas di tengah jalan membuat Bunda Sulis sangat khawatir. Sulis melihat putranya memasuki rumah dengan koper milik Yoona. "Si Ade masih marah ya, Bang?" tanaya bunda Sulis merasa khawatir. Malik Nauval Sidiki putra sulung dari Sulis dan Hasan, hanya bisa menghembuskan nafas ka
Ayah dan Bunda Yoona terhenyak mendengar ucapan putri bungsunya, padahal Barack adalah tipe menantu idaman setiap ibu dari mereka yang memiliki anak gadis. "A-apa maksud Kamu Yoona!" Sulis benar-benar tidak mengerti dengan pola pikir putrinya itu. "Mr. Merchant itu atasan Yoona, bisa dibilang pemilik MJM Teknologi di mana Yoona bekerja. Tapi maaf, Ayah, Bunda," Yoona memalingkan wajahnya ke arah Barack. "tanpa mengurangi rasa hormat Yoona, Yoona tidak bisa menikah dengan orang yang tidak Yoona cintai." "Saya hargai keputusan kamu Yoona. Tapi, apa karena sudah ada laki-laki lain, sehingga Kamu menolak saya dan selalu menutup diri?" tanya Barack. Barack semakin penasaran dan menaruh hati pada Yoona. Menurutnya baru kali ini ada wanita yang menolaknya, padahal wanita itu tahu apa yang dimilikinya. "Yoona! Apa ada alasan yang lebih masuk akal dari cinta, Barack selain tampan juga baik, Nak. Bagaimana bisa kamu menolak sebelum mengenalnya!" Sulis benar-ben
Mendengar itu Yoona melirik tajam ke arah Dante. "Apa maksud kamu berdecak seperti itu?!" Yoona masih menatap wajah Dante dengan tatapan tajam dan menghunus. "Sepertinya Kamu senang sekali tidak jadi menikah dengan pria itu?" Dante mengangkat sudut bibirnya. "Siapa? Yang tadi?" tanya Yoona memastikan siapa orang yang dibicarakan oleh pria di hadapannya ini. "Iya. Dia yang menjemputmu di Jakarta bukan?" Dante masih ingat saat tidak sengaja melihat gadis di depannya ini pergi dengan pria yang mengejar mereka tadi. "Dari mana kamu tahu, apa kamu menguntit?!" tuduh Yoona dengan lirikan tajam. Yoona sendiri bingung mau disebut keberuntungan atau malapetaka bisa bertemu dengan pria ini di Bandung. Apa memang benar adanya jika dunia ternyata hanya selebar daun kelor. Jika tidak mengapa dia bisa bertemu dengan pria menyebalkan ini. "Aku, menguntit!" Dante menunjuk dirinya sendiri. "Cih, kamu pikir kota ini milikmu?! Enak saja aku di bilang penguntit!"
Dering ponsel berhenti digantikan dengan notifikasi pesan masuk. Bunda: [ Yoona siapa pria itu?! Jika dia alasanmu menolak Barack maka aku harap dia lebih tampan dan mapan darinya. Jika tidak. Besok akan aku nikahkan paksa Kau dengan Barack!! ] Membaca itu Yoona langsung membuang ponselnya. "Ohhh.. tidak. Aku terjebak antara jurang dan neraka," gumamnya menatap ponsel yang terjatuh dari tempat dia duduk. "Ini jelas bencana. Jika Bunda sudah berkata itu, maka keputusannya mutlak," gumamnya lagi. Dante yang duduk tak jauh dari Yoona hanya bisa menautkan alis melihat perubahan dari marah menjadi seputih kapas setelah membaca pesan. Dante bahkan dapat mendengar jelas apa yang diucapkan oleh wanita yang kini hanya memandangi pensil yang terjatuh begitu saja. "Sepertinya kabar yang Kamu terima lebih mengerikan dari apa yang dapat aku lihat!" sindir Dante tajam. Mendengar apa yang diucapkan pria yang beberapa lalu menyentuh bibirnya yang sampai saat ini masih ia rasakan akibat janggu
Hari masih terlalu pagi menurut Yoona, karena jam masih menunjukan pukul 05:30. Bisanya Yoona bangun jam enam jika ia beruntung dapat mendengar jam wekernya berbunyi. Dengan penuh semangat Yoona berjalan keluar kamar hanya dengan menggunakan kimononya saja, bahkan rambutnya masih basah. Yoona mulai menyalakan mesin pembuat kopi dan mengeluarkan beberapa lembar roti yang dimasukan kedalam mesin pemanggang. Pagi itu Yoona menikmati sarapan paginya dengan ditemani kopi yang mengepul dan roti bakar yang hanya di olesi dengan butter. Setelah sarapannya habis Yoona mencuci semua peralatan yang kotor di atas bak cuci piring. Dari dalam jendela dapurnya Yoona dapat melihat dengan jelas rumah di seberang sana dengan lampu yang masih padam. Namun sesaat kemudian lampu itu menyala diikuti oleh sosok sang pemilik rumah. Yoona begitu terpanah menyaksikan pemandangan indah di pagi hari yang membuat jantungnya berdebar hebat dengan kaki yang mendadak lemas seolah tak bertul
Yoona melihat Dante dengan motor Taiger keluaran tahun 2000 yang masih sangat terawat walaupun sudah sedikit tua. Yoona menghampiri Dante dengan senyum mengembang, ia membayangkan kemarahan ibunya jika melihat ini. Calon suaminya begitu terlihat sederhana bahkan di bawah kata mapan dan standar yang ibunya miliki. Mungkin menurut Yoona Dante pria bule ter kere yang pernah ia temui. Tidak masalah, semakin miskin Dante, Yoona akan semakin senang. Dengan begitu ia akan semakin puas melihat kemarahan Bunda dan kembarannya. Yoona menerima helm dari tangan Dante dan langsung memakainya, setelah itu Yoona langsung duduk manis di belakang dengan tangan yang sudah melingkar manis di pinggang Dante. Yoona tanpa ragu menyandarkan kepalanya di bahu Dante tanpa rasa malu. Selama dalam perjalanan Yoona hanya berkata ketika hendak menunjukkan jalan dan dimana letak kantornya berada. Dante mengantarkan Yoona tepat di depan lobi, "Aku akan menjemputmu jam 12 tepat. Jan
"Apa ada yang kamu inginkan, Yoona. Sebagai maharmu yang lain?" tanya Dante ketika memperhatikan setiap pergerakan Yoona yang membolak-balikkan berkas yang harus ditandatangani. Dante tahu ini memang sudah sangat telat menanyakan hal ini. Tapi demi mempersingkat waktu hanya sebuah kalung dan sepasang cincin yang ia dapatkan pagi ini sebagai mahar. "Tidak, ini sudah sangat banyak. Malah, jika bisa aku ingin hanya uang 100 Rb sebagai maharku," ucap Yoona tanpa keraguan. Mendengar itu Dante begitu terhenyak, disaat banyak wanita yang meminta mahar semewah mungkin atau saham disalah satu perusahaan bonafit di negaranya, tapi wanita yang kini menjadi istrinya beberapa menit lalu malah terlihat kecewa dengan apa yang diberikan sebagai mahar yang bernilai ratusan juta. Sepasang cincin dan sebuah kalung perhiasan yang dibeli oleh Dante adalah berlian dengan karat 0,7 gram, itu adalah kadar yang lumayan bagus jika di investasikan. "Jadi bagaimana, apa kamu mau