Keyla Laksamana mengerjapkan matanya. Belum sadar sepenuhnya. Tubuhnua yang terbaring di sofa rasanya enggan diajak kompromi meskipun hanya untuk menggerakkan tangan.
Mata Keyla mengedarkan pandangan dan mencari-cari Stevan. Melihat ke sekeliling dengan mata setengah mengantuk. Tidak ada. Ia pasti menghilang saat aku memejamkan mata barusan! Pikir Keyla agak kecewa karena orang yang ingin dilihat pertama kali saat dia bangun adalah pria itu. Pria menyebalkan yang dengan sukarela masuk ke dalam hatinya dengan pelan namun pasti.
Keyla bangkit dari pembaringannya dan berkeliling menyusuri rak-rak warna coklat yang terisi buku-buku. Penataannya sangat rapi dan koleksinya juga cukup lengkap. Mulai dari buku kesehatan, ekonomi, bisnis, dan juga novel. Semua buku ditempatkan di rak yang berbeda agar lebih mudah untuk mencarinya. Pun disesuaikan dengan urutan abjad.
Mata Keyla tertuju pada rak novel yang berada di pojokan. Koleksinya lebih
Keyla membanting tubuhnya ke atas tempat tidur dengan bersungut-sungut. Ia masih bisa merasakan napas Stevan yang memburu di telinganya. Dan aroma itu ... aroma maskulin yang membuat Keyla marah sekaligus mendamba. Sulitkah memperlakukan dirinya dengan cara yang lebih halus dan manusiawi? Seharusnya pria itu tahu semua gadis ingin diperlakukan dengan lembutKeyla memiringkan tubuhnya ke kanan dan memandang ke luar jendela. Dihirupnya lekat-lekat udara yang masuk ke dalam kamar. Segar dan aroma mawar menyapa hidungnya.SOS ... SOS ... SOS ....Suara ponsel Keyla berbunyi dan dengan sigap, ia bangkit dari tempat tidur dan mengambil ponselnya yang ada di sofa."Halo ...," jawab Keyla dengan malas. Bukan karena tahu siapa yang menghubunginya. Tapi, karena dia memang sedang malas untuk bicara. Stevan merusak suasana hati dan pikirannya."Hai, Beb. Lagi di mana? Aku datang ke rumah, Om bilang
"Hmmmphh! Dasar pria tidak tahu malu!" geram Keyla yang menaruh kedua tangannya di pinggang. Matanya melotot ke arah Stevan saking kesalnya."Sebentar lagi kita akan menikah.""YA TUHAN!!!" erang Keyla sambil menggerakkan giginya. Kini, ia tidak peduli lagi dengan Stevan dan buru-buru mengganti rok dengan celana kulot. Terserah kalau memang pria itu ingin melihat dirinya ganti baju!Keyla langsung keluar dari kamar mandi begitu selai mengganti pakaian. Suara ponselnya terdengar jelas dan cepat-cepat ia mengangkatnya."Halo? Sampai mana, Bim?""Di depan, Beib. Bener ini, kan, rumhanya? Bukan penjara?""Hahaha! Tunggu di sana, ya. Biar aku jemput.""Oke."Keyla melempar ponselnya ke atas tempat tidur kemudian berlari menuju pintu namun langkahnya terhenti oleh panggilan Stevan. "Tunggu!""What?""Akan aku
Keyla membuka jendela kamar dan memutuskan berbaring di sofa. Dingin sekaligus segar karena udara malam yang masuk ke kamar akan menjadi saksi bagaimana malam pertamanya dengan Stevan Antonius. Pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya namun Keyla sama sekali tidak tahu siapa lelaki itu sesungguhnya. Keyla tak tahu apa pekerjaan pria itu karena sejak pertama kali datang, Stevan hanya di rumah saja dan sibuk dengan laptop miliknya."Tutuplah jendelanya. Nanti masuk kau angin," perintah Stevan ketika baru memasuki kamar. Tapi sayangnya Keyla tidak mau menurutinya. Enak saja main perintah-perintah. Dia saja kalau ditanya tidak pernah menjawab. Pikir Keyla jengkel dan masih memposisikan tubuhnya dengan nyaman di atas sofa dengan mata yang terpejam."Key?"Keyla tak menyahut kemudian berpaling dan memposisikan tubuhnya menghadap punggung sofa. Gadis itu menganggap suara Stevan barusan seperti angin lalu."Kenap
Hari masih gelap ketika Keyla membuka matanya dan tersusup rasa kecewa ketika sadar bahwa semalaman Stevan tak kembali ke kamar itu.Sebegituingin kah pria itu menghindariku? Batin Keyla gemas.Dengan malas Keyla menyibakkan selimut dan berjalan keluar kamar. Ia penasaran di mana pria itu. Di dapur tidak ada. Saat membuka ruang kerja Stevan, dia juga tidak ada di sana. Ruangan itu tak menampakkan tanda-tanda tunangannya ada di sana. Dengan langkah cepat, Keyla menuju tempat gym namun dia juga tidak ada. Saking kesalnya, Keyla mencoba membuka pintu di samping tempat gym karena lampunya menyala. Ruang musik.Dilihatnya Stevan tengah terbaring di sofa warna hitam dengan dada bidang yang terpampang tanpa penutup. Ketika ia mendekat, sayup-sayup Keyla mendengar suara dengkuran Stevan. Wajahnya begitu tenang, bibirnya yang tipis nampak berkilauan, manis dan menggoda.Gadis itu akhirnya memutuskan untuk membungkuk, memanda
"Apa makanan kesukaanmu?" tanya Keyla ketika dia dan Stevan sedang makan siang bersama di dapur. Menjelang hari pernikahannya, Bibi mewanti-wanti agar Keyla tak keluar rumah. Pamali. Sebelum menikah, lebih baik di rumah untuk mempersiapkan hari pernikahan."Tidak ada," jawab Stevan singkat, padat dan jelas. Kini Keyla sudah tahu bahwa calon suaminya itu pendiam."Cobalah ini. Aku menambahkan sedikit lada cinta dan juga sesendok kasih sayang," balas Keyla lagi sambil menaruh beberapa sendok nasi goreng di piring Stevan. Pria itu pun langsung memakannya dengan lahap bersamaan dengan buncis rebus yang dicampur dengan saus tahini."Kamu menyukainya?" Keyla bertanya dengan penuh semangat dan mata yang berbinar. Dia ingin sekali Stevan memuji masakannya meski jika itu bukan seleranya.Stevan meletakkan sendok ke atas piring yang berisikan rebusa
"Jadi, kamu kabur dari rumah suamimu? Ckckck ... perempuan jaman sekarang, kalau lagi ribut sama suaminya langsung deh pergi dari rumah. Gak dibicarakan dulu," celoteh Mama dengan nada ringan dan suara cemprengnya. Untung saja Keyla sudah menyiapkan telinga untuk mendengarkan omelan Mama. "Belum resmi jadi suami, Ma. Masih tunangan. Itu aja terpaksa!" jawab Keyla jengkel. Bibirnya monyong sampai lima senti.
"Good morning, my wife," ucap Stevan yang mengecup kening Keyla."Hmmm? Jam berapa sekarang?" tanya Keyla dengan nada suara yang masih mengantuk. Matanya terasa berat dan bengkak karena acara malam pertama mereka yang gagal. Meskipun begitu, Stevan sama sekali tidak kecewa. Dia bisa mengerti Keyla dan tak menyalahkan istrinya karena kehilangan keperawanannya sebelum mereka menikah."Tujuh," balas Stevan menyingkirkan helaian rambut di kening Keyla dengan lembut. Dan tanpa sadar, Keyla mendekatkan bibirnya pada bibir Stevan yang kemerahan."Aku malu sekali. Seharusnya aku bangun lebih pagi daripada kamu.""Mandilah. Setelah itu kita sarapan." Stevan berkata kemudian berniat beranjak dari ranjang."Tunggu!" Keyla memegangi tangan lelaki itu yang terasa dingin dan Keyla bisa merasakan otot-otot tangan Stevan yang kuat. "Kamu marah?"Sejenak lel
Langit begitu cerah hari ini. Kebiruan dan diiringi awan yang berarak mengikuti ke mana angin hendak berhembus. Quebec telah memasuki musim gugur. Dedaunan yang menguning mulai jatuh perlahan satu demi satu. Dan di sana, di bawah pohon yang daunnya pasrah tersapu angin ada Awan yang sedang bermain dengan kelinci putih kesayangannya."Tidak ikut bermain, Key?" James memberikan sekaleng minuman dingin padaku. Aku menggeleng dan pria itu hanya tersenyum. Kami duduk di anak tangga sambil melihat Awan yang berlari ke sana ke mari dengan teriakan-teriakan gembira. Suara cemprengnya seperti mentari di atas sana. Memberikan cahaya pada kegelapan. Menghangatkan jiwa-jiwa yang dingin serta kesepian."Apa kamu yakin tidak ingin pulang ke Indonesia, Key?" James memulai pembicaraan karena dari tadi kami hanya berdiam tanpa sepatah kata. Dan hal itu, sudah lumrah diantara kami. James yang tak.banyak bicara, dan aku yang telah k