Share

Janggal Lagi

Suamiku Simpanan Tante-tante 4

Janggal Lagi

Lekas ku ambil ponsel itu, siapa tahu ada suatu hal yang penting yang memang harus segera ku ketahui dari Mas Saleh.

Tapi aku menjadi terdiam, saat menyaksikan nama dan juga foto profil penelepon itu. 'Si Cantik', dengan foto profil wanita paruh baya yang sangat seksi.

'Siapa wanita ini? Dari foto profil nya sepertinya aku belum pernah melihat sebelumnya,' gumamku penasaran dalam hati.

Penelepon itu masih terus saja menghubungi Mas Saleh. Dalam hati aku masih saja terus bertanya, kenapa malam begini dia terus mencoba menghubungi suamiku? Ada apakah gerangan?

Ingin rasanya aku menerima panggilan itu, tetapi aku sungguh takut pada Mas Saleh, karena sejak beberapa hari yang lalu dia telah mengunci ponselnya. Jadi jika nanti aku menerima panggilan itu, maka tentu saja aku tak bisa menghapus riwayat pemanggilannya.

Tetapi nyatanya nomor dengan profil tante cantik itu terus saja menghubungi Mas Saleh, jadi akhirnya aku pun menerima panggilan itu. Terserah nanti apa yang mau dikatakan Mas Saleh. Toh saat ini kami sudah menikah dan harusnya memang tak ada lagi rahasia diantara kami.

"Ya ampun ... kemana saja sih? Masak iya kamu tega dari tadi membiarkan Tante mencoba menghubungi tapi nggak kamu angkat! Jahat deh!" ucap si penelepon memulai obrolan melalui sambungan telepon itu.

Mendengar suaranya saja aku sudah sedikit hilang feeling, karena dibuat manja dan menjijikkan. Tapi untuk sesaat aku akan mencoba diam, menunggu apa yang akan dikatakan selanjutnya oleh wanita itu.

"Kamu kok hanya diam saja sih dari tadi? Buat aku makin kangen saja deh. Makin terbayang deh dengan apa yang tadi sempat kita lakukan bareng."

Apa yang mereka lakukan bersama-sama? Bukankah tadi Mas Saleh bilang jika baru saja mengerjakan pekerjaan sampingan barunya? Apa hubungannya dengan wanita ini?

"Lah masih saja kami diam sih? Makin nggak sabar deh aku untuk ketemu dengan kamu. Lagi ngapain sih? Jangan-jangan kamu sedang menerima panggilanku ini sambil tertidur ya? Wajar sih, karena kamu tadi itu bekerja keras banget loh! Hihihi membuat aku makin ketagihan!"

Kali ini kurasa wanita di seberang itu sudah sangat keterlaluan sekali. Apa yang dikatakan dari tadi, kurasa sangat menjurus. Membuat pikiranku makin buruk saja pada Mas Saleh. Bisa saja kan ini wanita simpanan suamiku itu di luar sana.

"Halo?!" Kuucapkan kata singkat itu, tetapi ternyata si penelepon itu langsung mengakhiri panggilan.

'Aduh kurang ajar sekali penelepon wanita itu!' gumamku kesal dalam hati.

Tentu saja hal ini membuatku makin curiga, kenapa setelah mendengar suaraku penelepon itu malah mengakhiri panggilan? Ingin rasanya saat ini juga kutanyakan hal ini langsung pada Mas Saleh. Tetapi sungguh aku tak tega karena dia sudah bekerja seharian.

Lagian aku pun belum memiliki bukti yang lebih nyata, yang ada malah nanti aku dan Mas Saleh akan bersitegang saja. Jadi ku putuskan besok saja menanyakan tentang hal ini pada suamiku itu.

Ponsel kesayangan Mas Saleh itu masih tetap kugengam, karena aku masih menunggu siapa tahu tante cantik itu menelepon lagi. Sembari kucoba membuka kunci layar ponsel milik suamiku ini.

Semua rangkaian nomor yang kuanggap penting, ternyata tak juga bisa membuka kunci layar ponsel ini. Begitu juga si tante cantik itu tak lagi menghubunginya. Kenyataan ini sungguh membuatku amat kesal.

Sejak kami menikah dulu, Mas Saleh dan aku tak pernah mengunci layar ponsel kami. Tak ada rahasia diantara kami, karena kami sudah menikah dan kami saling terbuka. Baru sekitar satu bulan yang lalu suamiku itu mulai main rahasia-rahasiaan denganku.

"Loh Mas, kenapa sih kok ponsel kamu pakai dikunci segala?"

Suatu hari aku menanyakan hal itu pada Mas Saleh, tepatnya sejak pertama kali aku melihat kunci pada ponsel suamiku itu.

"Ah iya, Dek. Memang sejak kemarin aku kunci itu. Bawa sini kalau Kevin mau pinjam. Biar dia main sama aku saja." Bukannya memberitahu apa kode kuncinya, malah dia meminta ponsel itu kembali.

"Ngapain sih, Mas pakai dikunci segala? Memangnya ada yang kamu sembunyikan dariku?" Tentu saja aku makin curiga pada perubahan suamiku itu.

Memang sejak bekerja Mas Saleh mulai sedikit berubah. Dia sering pulang telat dan jika berada di rumah, dia akan terus berkutat dengan ponselnya sambil tersenyum sendiri. Padahal dahulu dia itu seorang suami yang hebat, ketika ada di rumah ponsel jarang sekali dipakai. Bahkan benda pipih itu pun selalu diletakkan di sembarang tempat, itu pun tak ada kuncinya.

"Apasih, Dek? Tak ada yang kusembunyikan dari kamu kok. Aku memang sengaja mengunci ponsel, karena teman-teman kerjaku itu jahil banget. Mereka sering membuka ponsel dan membaca chat atau melihat-lihat gambar kita. Padahal seharusnya itu kan tak boleh, Dek. Maka dari itu saat ini aku menguncinya," jawab Mas Saleh mencoba untuk meyakinkan aku.

"Memangnya kalau sedang kerja ponsel kamu ditinggal gitu, Mas?" tanyaku lagi karena kurasa alasan dari suamiku itu tak begitu masuk akal.

"Iy-iya nggak sih, Dek. Tetapi kadang kan aku suka lupa naruh di meja pos, atau ketika aku tertidur sebentar. Pernah saat itu aku ketiduran sebentar, eh pas kebangun malah ponselku lagi dipakai sama teman-teman loh!" jawab Mas Saleh sambil tertawa.

Kali ini aku mulai bisa mempercayai alasan Mas Saleh itu, karena aku memang tahu jika suamiku itu kadang kala sering lupa dan teledor. Sedangkan kadang teman kita pun banyak yang suka jail dan usil. Jadi kurasa mengunci ponsel saat bekerja menjadi suatu hal yang perlu.

"Berarti lain kali kamu jangan teledor, Mas saat di tempat kerja. Kalau begitu, sekarang kamu beri tahu aku dong berapa rangkaian katanya? Kamu tahu kan Mas jika Kevin itu lebih senang main ponsel kamu dari pada milikku," ucapku tanpa sama sekali mencurigainya lagi.

"Ah gini saja, Dek. Biarkan Kevin sama aku, kami cepetan masak sana gih, aku ini sudah lapar banget loh." Mas Saleh malah langsung merebut ponsel dan juga Kevin dari gendonganku.

"Kamu kenapa menyembunyikan kunci itu padaku, Mas?" Aku pun akhirnya kembali curiga.

"Tenang, Dek. Aku tak pernah menyembunyikan apapun darimu. Percayalah, Dek. Aku tak akan menodai janji suci pernikahan kita. Tolong percayalah padaku, agar kehidupan kita makin lebih baik."

Aku pun kembali mengalah, kembali mencoba berpikir positif pada suamiku ini. Tak mungkin dia akan mencurangiku, jadi aku pun membiarkan hal ini. Bukankah rasa saling percaya itu harus selalu ditanamkan dalam kehidupan rumah tangga?

Tetapi kini, rasanya kepercayaan kepada Mas Saleh itu kembali menguap.

"Kamu sedang ngapain dengan ponselku, Dek?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status