Share

3 Petugas Kebersihan yang Dipermalukan

Yolla balas memandang Byanz dengan sorot mata menyala-nyala.

“Kenapa, kamu nggak terima?” tanya Yolla dengan nada menantang.

“Saya tahu kalau saya cuma pegawai bawahan, tapi nggak semestinya Ibu memperlakukan saya seperti ini.” Byanz menatap tajam Yolla.

“Kamu berhenti kerja aja kalau nggak suka sama perlakuan saya,” sahut Yolla congkak.

Byanz tersenyum dingin.

“Maaf saja, tapi saya kerja untuk Pak Sony. Bukan untuk Ibu,” katanya sembari membalikkan tubuhnya dan pergi dari hadapan Yolla.

Ifan terkejut ketika melihat Byanz kembali dengan seragam kotor dan basah.

“Keterlaluan, kamu demo aja!” suruh Ifan ketika mendengar cerita lengkapnya dari Byanz.

“Gampanglah, aku minta tolong gantikan tugas aku di ruangan Bu Yolla. Tadi aku tinggal ember sama alat pelnya di sana,” pinta Byanz sambil melepas seragamnya yang kotor. Untungnya dia selalu membawa baju ganti setiap pergi kerja.

Ifan sebenarnya tidak mau, tapi dia terpaksa melakukannya karena petugas kebersihan yang lain sedang sibuk di bagian gedung yang lain.

Sementara Ifan menggantikan tugasnya, Byanz mandi untuk membersihkan dirinya dari siraman air pel kotor yang membuat sekujur tubuhnya gatal-gatal.

Dia tidak akan lupa dengan apa yang baru saja Yolla lakukan terhadapnya.

“Kamu keterlaluan, Yol.” Sahabat Yolla jelas berpikir demikian.

“Sisty, ngapain sih kamu peduli sama office boy macam dia?” sentak Yolla angkuh. “Nggak penting, tahu.”

Sisty memandang sahabatnya dengan miris.

“Memangnya papa kamu akan diam aja kalau tahu kelakuan kamu kayak begini?” komentar Sisty sambil mengernyitkan dahinya.

“Asal office boy tadi nggak buka mulut,” sahut Yolla tenang. “Lagian aku nggak suka sama dia, orang kayak dia nggak pantes dikasih nama Baby ....”

“Apa?” Sisty hampir saja menyemburkan kopi yang baru saja diminumnya ketika mendengar ucapan Yolla. “Nggak salah? Cowok kok namanya Baby.”

Yolla mengangguk membenarkan.

“Makanya kamu jangan pernah manggil aku pakai nama itu lagi,” katanya mengingatkan. “Malas dengarnya, tahu nggak?”

Sisty melanjutkan menyesap kopinya dengan nikmat.

“Aku tetap nggak percaya kalau nama cowok itu beneran Baby kayak yang kamu bilang,” komentar Sisty sambil meletakkan cangkirnya ke atas meja.

“Kalau nggak salah namanya Babyanz,” sahut Yolla dengan nada tak peduli. “Cocoknya kan Babangs atau malah Bambang, ya nggak?”

Sisty tersenyum tipis.

“Jangan suka merendahkan nama orang,” katanya mengingatkan.

Di waktu yang bersamaan, pandangan mata Sisty menangkap sosok pria muda yang muncul di depan kafetaria.

“Eh Yol, ada mahasiswa yang baru magang ya di kantor kamu?” tanya Sisty antusias.

“Mana, nggak ada.” Yolla menggeleng.

“Terus itu siapa?” tunjuk Sisty dengan pandangan matanya.

Yolla mendengus dan mengikuti arah pandangan Sisty tepat ketika pemuda itu memasuki kafetaria.

“Kok kayak kenal?” gumamnya.

“Itu siapa?” desak Sisty bersemangat. “Ganteng banget!”

“Biasa aja, biasa!” desis Yolla, risi sekali dengan tingkah Sisty yang menurutnya konyol.

“Nggak, nggak, dia kelihatan terpelajar!” Sisty menyahut dengan antusias, dia berdiri dan memberanikan diri untuk mendekati pria muda itu.

Byanz mengerutkan keningnya ketika melihat sahabat Yolla berjalan mendatanginya.

“Hei, kamu mahasiswa yang lagi magang di perusahaan ini, ya?” sapa Sisty antusias.

“Maaf?” sahut Byanz bingung. “Saya kan office boy yang tadi dimaki-maki Bu Yolla di depan Anda.”

Sisty melongo sambil memandang pria muda yang ada di depannya ini. Matanya sesekali terpejam mengingat petugas kebersihan yang tadi dipermalukan Yolla dengan sosok pria berpenampilan bersih yang sedang berhadapan dengannya.

“Kamu ... baby? Baby?” tanya Sisty berulang. “Bener kamu Baby?”

“Tolong jangan panggil saya begitu,” geleng Byanz. “Panggil saya Byanz, permisi.”

Begitu Byanz berlalu, Sisty berjalan kembali ke mejanya.

“Kenapa kamu?” tanya Yolla sambil melirik Sisty sekilas sebelum akhirnya bergeser ke punggung Byanz yang sedang berdiri untuk membeli sesuatu.

“Itu ternyata office boy yang tadi kamu maki-maki, Yol!” pekik Sisty tertahan. “Ya ampun, bersih banget mukanya!”

Yolla melengos.

“Jelas aja bersih, tadi kan dia aku guyur pakai air pel.” Yolla berkomentar. “Kalaupun sekarang office boy itu bersih, itu pasti karena dia udah mandi.”

“Tapi beneran beda loh,” sahut Sisty dengan pandangan menerawang. “Apalagi sekarang dia lagi nggak pakai seragam cleaning service.”

Yolla menoleh tepat ketika Byanz berbalik dan tanpa sengaja menatapnya.

“Apa lihat-lihat?” Yolla melotot ke arah Byanz dengan ekspresi tak suka saat pria muda itu melewati mejanya.

“Permisi, Bu ...” sapanya sambil mengangguk singkat ke arah Sisty.

“Iya, iya!” angguk Sisty bersemangat, dan dia harus membayar mahal dengan sikutan yang diterimanya dari Yolla. “Aduhhh ....”

“Jangan bikin aku malu dong, Sis!” sembur Yolla sementara Byanz sudah berlalu meninggalkam kafetaria.

“Apa sih Yol, Byanz nyapa aku!” sahut Sisty heboh. “Masa aku nggak boleh balas? Nggak sopan itu namanya.”

Yolla hanya melengos dan tidak lagi membahasnya.

“Yanz, katanya kamu dapat tawaran kerja di perusahaan bagus. Kenapa nggak kamu terima?” tanya ibu ketika anaknya itu baru tiba di rumah.

“Ayah kan belum sembuh Bu,” jawab Byanz sambil meletakkan tasnya di kursi.

“Maaf ya, ayah sudah merepotkan kamu?” ucap ibu dengan wajah lelah. Sudah hampir sebulan ini Byanz menggantikan tugas ayahnya menjadi petugas kebersihan di perusahaan Sony, salah seorang pebisnis terpandang di kotanya.

“Enggak repot Bu,” geleng Byanz sambil tersenyum. “Nanti kalau ayah sudah sembuh, aku akan segera terima tawaran kerja itu. Bosnya mau nunggu kok, Ibu nggak usah khawatir.”

Ibunda Byanz hanya tersenyum menanggapi jawaban tulus anaknya.

“Semoga jalan kamu dikasih kelancaran, Yanz. Sama seperti kamu yang selalu berusaha melancarkan setiap urusan ayah sama ibu.”

“Amin,” sahu Byanz, dia sangat percaya bahwa doa seorang ibu pasti dikabulkan.

Keesokan harinya, Byanz melakukan pekerjaannya seperti biasa. Dia membersihkan setiap ruangan yang sudah dibagi merata oleh ketua petugas kebersihan di perusahaan Sony.

“Byanz, kamu aja deh yang bersihin ruangannya Bu Yolla!” pinta Ifan dengan wajah enggan. “Aku nggak tahan di sana, Bu Yolla selalu aja mengkritik pekerjaanku.”

Byanz menarik napas.

“Ya sudah, aku saja yang bersihkan ruangan Bu Yolla.” Dia menyanggupi. “Hitung-hitung bantu kamu karena dulu kamu juga gantiin aku.”

“Makasih ya, Byanz?” ucap Ifan lega.

“Sama-sama,” sahut Byanz sembari berlalu pergi dengan menenteng ember dan alat pel.

Setibanya di ruangan Yolla, Byanz tidak bertemu siapa-siapa di sana. Dia menarik napas lega dan buru-buru melakukan pekerjaannya sebelum Yolla tiba.

“Beres,” gumam Byanz sambil memandangi hasil kerjanya yang bersih dan mengilat. Dia berbalik dan langsung membentur Yolla yang baru saja muncul.

Sialnya, kopi yang sedang dipegang Yolla seketika jatuh membentur lantai hingga pecah berkeping-keping.

“Gimana sih kamu?!” bentak Yolla dengan suara nyaring melengking. “Lihat-lihat makanya!”

Byanz mundur menjauh dengan wajah tegang.

“Maaf Bu, saya bahkan belum sempat berjalan satu langkahpun pas Ibu muncul.” Dia menyahut datar sambil memandang wajah Yolla yang merah padam menahan amarah.

Bersambung—

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status