Share

Bab 1: Reuni

Baskara bukan seorang ekstrovert. Dia selalu menghindari kegiatan bersosialisasi dan lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan buku atau belajar coding. Jika dia memiliki pilihan untuk tidak hadir, dapat dipastikan dia akan selalu memilih opsi itu. Begitu juga dengan reuni SMA yang diadakan oleh teman-teman sekelasnya hari ini. 

Selain karena tidak suka bersosialisasi, masa SMA juga bukan kenangan yang menyenangkan bagi pria yang tahun ini berulang tahun ketiga puluh. Memiliki latar belakang ekonomi yang berbeda dengan teman-teman sekolah ditambah statusnya sebagai siswa beasiswa membuat tiga tahun di SMA terasa begitu mengerikan. Seandainya bisa dia ingin mengubur seluruh kenangan yang terkait dengan masa SAM dan tidak pernah mengingatnya lagi. Tetapi percakapannya dengan Gala, sahabatnya sejak SMA, membuat Baskara berubah pikiran.

***

"Gila, sih, ini!" Terdengar tawa Gala dari sambungan telepon, "Lo pernah bayangin nggak kalau suatu hari lo bakalan ada di posisi tadi?"

"Nggak pernah," Baskara menjawab dengan jujur. 

Bahkan dalam mimpi terliarnya Baskara tidak pernah membayangkan kalau dia akan lebih berkuasa dibandingkan mereka yang pernah merundungnya. Sekolah Insan Harapan merupakan salah satu sekolah elit di ibukota bahkan negara ini. Mereka yang bersekolah di sana hanya terdiri dari dua kategori, sangat kaya atau sangat berbakat. Baskara yang merupakan anak seorang buruh cuci jelas masuk dalam kategori kedua. Ini alasan utama kenapa sejak kelas satu dia sudah dirundung oleh siswa lain, terutama oleh Andre yang merupakan siswa paling populer dan paling kaya di angkatan mereka.

"Terus gimana tadi? Pasti lo puas banget, ya?" 

Baskara bergumam, "Campur aduk. Gue nggak pernah berpikir buat balas dendam tapi gue juga nggak bakalan bohong kalau tadi gue merasa puas waktu ngelihat dia pucat pasi." 

"Gimana nggak pucat pasi. Lo bayangin aja, lo harus ngemis sama orang yang dulu lo bully. Kalau gue bisa-bisa pingsan di tempat." 

"Separah itu?" Baskara tertawa sambil membuka sebotol air mineral yang diambil dari kulkas. 

"Ya," Gala menjawab yakin, "Lo lupa dulu Andre sama genknya nge-bully lo separah apa? Menurut mereka lo itu nggak lebih dari..."

"Sampah," Baskara menyambung kalimat Gala. 

Itu merupakan salah satu kata-kata yang pernah diucapkan oleh Andre dan tidak pernah dilupakan oleh Baskara sampai detik ini. Andre selalu memanggilnya dengan sebutan "sampah" dan setiap kali dia bertanya kenapa Andre dan teman-temannya melakukan perundungan, pria itu selalu menjawab sambil terkekeh kalau hidup memang sering kali tidak adil. 

"Ekspresi dia gimana lagi?" Gala terdengar penasaran. 

"Terus dia langsung nggak bisa ngomong," Baskara menghabiskan hampir setengah botol air mineral.

"Gitu doang?" Sahabatnya terdengar tidak puas dengan jawaban yang diberikan oleh Baskara. 

"Sempat ngemis-ngemis, sih. Info dari kamu itu benar, dia butuh banget proyek dengan Steam Perfection." 

"Informasi dari gue nggak pernah salah, Bas," Gala kembali terkekeh, "Dia itu udah diultimatum sama bokapnya. Kalau dia nggak dapetin proyek ini, dia bakalan ditendang dari perusahaan." 

"Masa sampai separah itu? Seingat gue dia anak sulung dan calon penerus."

"Lo benar. Tapi Sejak dipegang sama Andre perusahaan mereka terus merugi. Gimana bokapnya nggak panas dingin?" 

"Pantes dia sampai nggak peduli sama ego atau apa. Lo tanya sendiri ke Nia, dia benar-benar ngemis tadi." 

"Tapi gue seneng, sih. Paling nggak sekarang gue tahu kalau karma berlaku juga buat orang kaya."

Baskara terbahak mendengar ucapan sahabatnya, "Lo lupa kalau lo itu orang kaya juga? Hati-hati sama karma."

"Sial!" Gala ikut terbahak, "Eh, reuni bulan depan lo datang, kan?"

"Lo tahu jawaban gue." 

"Gue tahu lo paling anti sama acara kumpul-kumpul. Tapi menurut gue kali ini lo harus datang. Udah waktunya lo bungkam mulut mereka yang dulu ngehina lo." 

"Buat apa?" 

"Biar lo ngerasa puas. Tadi lo sendiri yang bilang kalau lo ngerasa puas ngelihat ekspresi si Andre." 

"Tujuan gue bukan itu, Gal." 

"Gue tahu, Baskara. gue tahu lo itu orangnya lurus banget. Lo pengin sukses demi ibu lo. Nggak lebih. Tapi anggap aja ini bagian dari kesuksesan yang udah lo perjuangin mati-matian." 

"Terus apa?" Baskara menghabiskan air mineral dan menghempas bokongnya ke sofa di kontrakannya. 

"Siapa tahu itu bisa bikin lo berdamai sama masa lalu," kali ini nada suara Gala terdengar begitu serius, "Lo masih terjebak di masa lalu yang bikin lo sering ngerasa insecure sendiri. Lo udah sejauh ini. Nggak cuma sukses secara akademis, lo juga berhasil bikin start-up yang dapat pendanaan dari mana-mana. Seharusnya itu semua cukup."

"Itu memang cukup, Gal. Malahan ini udah lebih dari cukup."

"Kalau benar begitu, nggak seharusnya lo ngerasa insecure, Bas." 

"Gue nggak..."

"Gue sahabat lo. Gue tahu lo bahkan gue lebih ngenal diri lo dibandingin lo sendiri. Percaya sama gue. Datang ke reunian itu dan tunjukin kalau lo yang sekarang udah beda. Lo sekarang udah bukan sampah." 

Baskara diam seribu bahasa. Pria itu menyimak semua yang diucapkan oleh sahabatnya. Jauh dalam hati kecilnya dia mengakui semua yang diucapkan oleh pria itu. Tetapi untuk mengatakan kalau sahabatnya itu benar tentu saja lain cerita. 

"Lo harus lihat dengan mata kepala sendiri kalau lo sekarang udah equal sama mereka. Bahkan lo lebih dari mereka. You are something, Baskara." 

"Lo berhasil ngelakuin apa yang nggak semua orang berhasil lakuin," sahabatnya kembali bersuara, "Dari semua yang bakal datang ke reuni besok, siapa yang berhasil masuk 30 under 30 majalah Forbes?" 

Baskara masih terdiam walau dia dengan pasti tahu jawabannya. 

"Lo. Lo, Baskara Ishan Prajana. Bukan gue, bukan mereka. Lo pikir Forbes sembarangan milih orang buat masuk daftar itu? Nggak. Susah banget buat masuk ke daftar itu. Butuh pencapaian yang luar biasa untuk bisa masuk ke dalam situ. Lo udah ngebuktiin diri lo ke dunia. Sekarang tinggal lo ngeyakinin diri lo."

"Maksud lo?" 

"Are you still the same Baskara in high school or the new one?"

Pertanyaan Gala menampar Baskara. Dia tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya. Baskara terlalu sibuk membuktikan diri kepada dunia, kepada orang sekitar, kepada ibunya, hingga dia lupa kalau ada satu orang yang seharusnya mendapatkan perhatian yang sama bahkan lebih. Dirinya sendiri. 

"So, what is your answer, Baskara?" 

***

Baskara menarik napas panjang sambil memperhatikan pantulan dirinya pada pintu kaca ruang makan VIP di salah satu restoran mewah yang ada di kawasan bisnis ibukota. Ada selarik keyakinan yang hadir dan membuatnya ingin berlari kembali ke Audi RS E-Tron GT yang terparkir dengan rapi di layanan valet. Namun dia memilih untuk tidak melakukan itu karena dia tidak ingin mengecewakan dirinya sendiri. 

Dia sudah berjanji untuk melakukan ini pada dirinya sendiri. Seperti dikatakan oleh Gala, ini merupakan kesempatan untuk menunjukkan pada dirinya sejauh mana usahanya. Sudah berada di titik mana dia sekarang. Jauh di depan teman-temannya yang dulu meremehkan serta merundungnya. 

Derit samar pintu terbuka membuat seluruh orang yang ada di ruang makan VIP berpaling ke arah pintu. Rasanya hampir semua yang biasa hadir di acara reuni dan kumpul-kumpul mereka sudah tiba. Lantas, siapa yang masuk? 

Pekikan pelan terdengar dari beberapa orang bercampur dengan seruan tidak percaya ketika melihat sosok yang berdiri di ambang pintu. 

Tidak mungkin!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status