Share

Jump Scare

Keenan melihat Ana dari kejauhan, sempat terbengong beberapa detik melihat tampilan wanita itu yang tidak biasa. Wanita itu berdandan dan memakai kebaya. Dia tidak menyangka, jika Ana bisa melakukannya.

"Kenapa lo bawa ransel gede gitu?" tanya Keenan begitu sampai di tempat mereka janjian. Ia merasa aneh dengan ketidak sesuaian tampilan dari wanita yang ada di depannya itu.

"Kenapa lo baru sampai? Ini sudah satu jam tahu, gue nunggu!" serbu Ana tidak berniat menjawab pertanyaan dari Keenan.

Lagi pula, mau Ana pakai ransel atau tas karung beras juga bukan urusan dia.

"Lonya aja yang kegirangan mau ketemu gue jadi lo sengaja, kan datang tepat waktu? Biasanya juga lo lelet."

"Gue lebih tepat waktu dari pada lo!" balas Ana penuh emosi. Ia lalu berdehem, memandangi tampilan laki-laki di hadapannya. Jika dilihat-lihat tampilan mereka agak ... begitu mirip.

"Lo habis kondangan? Klimis amat," sindir Ana saat melihat tampilan Keenan yang juga tidak biasa. Laki-laki itu menyisir rambutnya dengan rapi, memakai batik, dan sepatu pantofel.

Keenan otomatis menunduk melihat juga tampilannya. "Gak usah kepo deh, lo!" semburnya kemudian.

Gak ngaca emang tuh cewek....

"Lo ditanya baik-baik nyolot! Udah, lo mau minta tolong apa sama gue?"

"Gue gak minta tolong ya ... gue nyuruh lo balas budi."

Ana memejamkan mata, mengatur napasnya agar tidak lagi terpancing, dan membuat keributan di tempat umum seperti saat ini.

"Ok, lo mau gue balas budi apa?"

Begitu Keenan menarik sudut bibirnya ke atas sembari tersenyum sinis ke arahnya, Ana sadar jika hidupnya setelah ini akan semakin rumit dan tidak akan baik-baik saja.

....🔥🔥....

"Lo pokoknya nanti diam aja ya An, pokoknya iya-iya aja gak usah bawel!" seru Keenan.

Keenan mengambil jaket, lalu melemparnya ke wajah Ana. "Pakai tuh jaket! Gak dingin apa lo pakai baju bolong-bolong seperti itu!"

Ana cemberut memakai jaket yang baru diterimanya. Bukannya dari tadi cowok itu yang lebih bawel? Lagi pula, Ini itu namanya kebaya, apa dia bilang? Baju bolong-bolong? Dasar manusia primitif! Ana melihat sekeliling dan baru menyadari ke mana ia dan Keenan tengah berada.

"Eh, Keen?" panggil Ana gugup. Semoga apa yang baru saja terlintas di kepalanya tidaklah benar.

"Apa?"

"Gue mau ngomong."

"Ntaran ngomongnya," putus Keenan.

"Tapi, Keen?"

"An bawel banget sih lu, bawelnya nanti aja deh ... ditunda dulu!" keluh laki-laki itu.

Keenan lalu berjalan dengan tergesa, tanpa melepas cekalan tangannya dari Ana. Ia akan membekap mulut Ana saat wanita itu mulai akan berbicara, dan begitu seterusnya. Akhirnya, sampailah mereka di dalam sebuah gedung yang sudah banyak orang-orangnya di dalam sana.

Ana tiba-tiba sulit bernapas, jantungnya berpacu dengan begitu cepatnya, apa lagi saat melihat orang-orang yang berpakaian formal itu berseliweran menatap mereka.

Ana menghentikan langkah kakinya, menarik tangan Keenan agar laki-laki itu mau mendengarkannya, walaupun hanya sebentar saja.

"Keen, please dengerin gue...," mohon Ana. Tampangnya entah seperti apa saat ini.

Keenan akhirnya berhenti, ia mengamati wajah Ana yang mendadak terlihat pucat. Ia pun memegang kening Ana dengan telapak tangannya, memastikan keadaan wanita itu. "Enggak panas kok," ucapnya kemudian.

Ana menepis tangan Keenan jengkel. "Emang gue gak sakit dodoool!"

"Jadi kenapa? Lo uda janji tadi, An. Gue juga uda bantuin lo."

Ana sama sekali tidak merasa berjanji apa pun kepada Keenan. Laki-laki itu sendiri yang dengan seenaknya memaksanya, bahkan mengancamnya dengan berbagai macam hal, tapi sekarang bukan itu masalahnya.

"Bukan itu masalahnya, Keen!!!!" sergahnya.

"Terus?"

Keenan memutar kepala mencari keberadaan orang tuanya, tanpa berniat menunggu jawaban dari Ana. Ia semakin bersemangat menarik tangan perempuan itu, begitu berhasil menemukan mereka.

"Ma ... Pa!" panggil Keenan kepada dua pasang manusia yang tengah berdiri tak jauh dari mereka saat ini.

"Dari mana saja kamu? Semua bingung nyariin, tahu enggak?"

"Ma ... Pa ... Keenan gak bisa terima perjodohan ini."

Mama dan papa Keenan saling pandang, lalu berganti menatap Ana, yang ditatap malah mundur bersembunyi di balik punggung Keenan.

Matiiii ... mati ... mati .... habis sudah riwayatnya....

"Keenan sudah punya pacar, Ma. Lebih baik Keenan gak nikah sekalian, kalau enggak sama pacar Keenan. Perjodohan ini lebih baik dibatalin saja, Please...."

Ana hampir tersedak mendengar penuturan Keenan. Laki-laki itu belajar drama dari mana sih? Lebay amat.

"Mama gak setuju, kalau kamu masih berhubungan sama Sinta," tegas mama Keenan.

"Sampai kapan pun Mama gak akan pernah setuju," lanjut beliau.

Kayaknya dari dulu perempuan yang bernama Sinta memang sangat meresahkan. Dari sekian juta penduduk di dunia, herannya kenapa selalu nama itu yang ada sangkut pautnya dengan dirinya.

Keenan menggeleng. "Keenan udah lama gak berhubungan sama Sinta, ini pacar Keenan yang sekarang."

Demi kutangnya spiderman....

Ana melotot mendengar penuturan Keenan, bahunya benar-benar lemas saat menyadari apa yang ia pikirkan selama ini memanglah benar.

Keenan menoleh dengan ekspresi yang seolah-olah Ana adalah udara yang ia butuhkan, yang bila Ana tidak ada dia akan benar-benar mati. Putus asa sekali sepertinya laki-laki ini, sama juga seperti dirinya.

Keenan menoleh kepada Ana yang bersembunyi di balik punggungnya. Laki-laki itu menariknya, lalu merangkul bahu Ana dengan begitu posesif.

Ana melotot menatap Keenan dengan tampang horor.

Laki-laki ini benar-benar enggak waras....

Kedua orang tua Keenan saling pandang dan malah tersenyum.

"Ma ... Mama bersedia, kan ngebatalin perjodohan ini?"

"Ngapain harus dibatalin?" Papa Keenan kali ini yang mulai bersuara. Laki-laki yang masih kelihatan rupawan, walau sudah berumur itu mendekati anaknya lalu menepuk-nepuk pundaknya.

"An, ya ampun kamu dicari dari tadi!" seru mama Ana.

"Mama...," cicit Ana takut-takut begitu mamanya mendekat ke arahnya.

Keenan menatap wajah Ana kaget. Dia tidak salah dengar, kan? Telinganya masih normal, kan?

"Mama?" tanyanya ragu.

Mama Keenan memeluk mama Ana. "Aduh Jeng, kalau tahu gini gak usah deh pakai acara jodoh-jodoh paksa gini, ternyata mereka pacaran."

"Pacaran?"

Mama Ana bingung, menatap anaknya meminta penjelasan. Ia baru saja bingung mencari anaknya tadi. Sekarang ketika melihat Ana, dirinya semakin dibuat lebih bingung lagi.

"Iya anakku sendiri lo Jeng yang bilang, gak mau nikah kalau gak sama Ana cinta, katanya."

Mama Keenan melirik Keenan jenaka. Kentara sekali jika beliau sangat bahagia mendapati anaknya berpacaran dengan Ana.

Mama Ana memandangi putrinya penuh selidik, berharap anaknya akan memberikan penjelasan. Karena yang dia tahu, pacar Ana terakhir kali adalah Beni. Sampai mendekati hari “H” pertunangan pun anaknya itu masih saja ngotot memintanya untuk membatalkan acara ini.

Ada yang salah pikirnya, sebab dia kira anaknya tadi kabur....

"Hahaahha...," tawa menghiasi bibir orang tua Keenan, yang mau tidak mau mama Ana ikut juga tertawa dibuatnya.

"Mampus...," batin Ana.

Keenan menatap Ana horor. "An, maksudnya apa?" tanyanya masih belum juga mengerti apa yang sedang terjadi.

"Makanya dengerin dulu gue tadi mau ngomong. Lo sih ... sia-sia gue kabur kalau ujung-ujungnya datang ke sini lagi."

"Lo yang dijodohin sama gue, An?"

Keenan masih saja belum juga memahami apa yang sebenarnya terjadi kepada mereka, dia benar-benar masih belum seratus persen mencerna apa yang tengah terjadi.

"Gue itu pengen banget narik tuh rambut lo, lalu gue gujek-gujek. Sebel gue sama lo," bisik Ana sarat akan peperangan.

"Sia-sia gue kabur," gerutu Ana lagi. Ia menghembuskan napas lelah setelahnya. Kenapa dia tidak sadar sih dengan kebetulan yang sebenarnya dari tadi sudah menjadi petunjuk?

"Mesra-mesranya nanti dulu ya An, kamu lebih baik ikut mamamu ngerapiin rambut kamu itu," sindir mama Keenan, ketika melihat Keenan dan Ana saling berbisik satu sama lain.

Ana tersenyum canggung, lalu dengan pasrah mengikuti mamanya ke kamar semula ia di make up.

Tempat ini lagi....

"Mau jelasin ke Mama?"

"Gak dijelasin enggak apa-apa deh, yang penting kamu ada di sini bersedia menerima perjodohan ini," lanjut mamanya.

Ana tidak berniat membalas perkataan mamanya, dia sudah lelah dengan gejolak batinnya.

"Mama pikir kamu tadi berniat kabur lo, An...," sindir mamanya.

Padahal sebenarnya mamanya tahu, jika Ana sepertinya memang benar-benar berniat untuk kabur. Entah apa alasannya, anaknya itu kembali lagi ke sini.

Ana merengut, ucapan mamanya terdengar seperti sindiran bagi Ana. "Mbak tolong rapiin rambut saya, ya?" pinta Ana kepada mbak-mbak MUA.

Mama Ana mengendikan bahu, ia mendekati anaknya dan memeluknya.

"Mama sama papa sangat sayang sama kamu dan Tiara, apa pun akan kami lakuin meskipun bertentangan dengan kamu sendiri. Kita lebih tahu siapa anak kita dibanding anaknya sendiri ... kamu mengerti feeling seorang ibu, An?"

Kali ini Ana membalas pelukan mamanya, ia tergugu. Sementara ini biarlah dia mengikuti arus dan takdirnya, mungkin.

"Sekarang gantian Ana, selipkan cincin kejari manis Keenan."

Ana menarik napasnya yang terasa semakin bertambah berat. Mengikuti arahan dari MC, ia pun menautkan cincin itu pada salah satu jari Keenan, lalu tepuk tangan pun terdengar setelahnya.

"Kak, aku tahu kenapa Kakak tadi gak jadi kabur."

Ana menoleh malas ke arah sang adik. Ia dapat melihat, jika Tiara tengah tersenyum manja ke arah Keenan. Beberapa kali bahkan adiknya itu menyelipkan helaian rambut pada telinganya dengan gerakan kalem yang dibuat-buat.

"Karena calon Kakak ternyata ganteng gitu ... tahu gitu aku mau banget kalau aku tadi yang gantiin Kakak, kok gak dilanjut sih kaburnya?"

Ana memutar bola matanya malas.

Tunggu ... jadi adiknya itu tahu, jika dia berniat kabur?

Tiara hanya nyengir lalu kembali mengusap lengan Ana. "Kak ... Kakak...," bisik Tiara.

Ana melotot, dia benar-benar tidak dalam suasana yang sedang baik-baik saja saat ini. Dia malas sekali sebenarnya meladeni adik satu-satunya itu.

"Kak Keenan pakai skincare apa ya? Kok mulus gitu mukanya, aku aja ini ada jerawatnya lo."

Kali ini Ana tidak tinggal diam, ia mendorong muka adiknya dengan telapak tangannya, gemas.

Keenan yang sedari tadi mendengar percakapan kedua orang yang ada di depannya itu tersenyum, ia lalu menaikkan salah satu alisnya menatap Ana. Akan tetapi, perempuan itu malah pura-pura tidak melihatnya.

"Kakak emang gini Kak ... suka main tangan. Jahatnya itu lo, sudah mendarah daging masuk ke dalam sumsum tulang. Kalau nanti Kakak berniat ganti calon sama saya aja ... free bonus kenyamanan dan kasih sayang."

Keenan akhirnya tertawa juga, sejenak melupakan kemelut yang ada di hatinya. Ya, hitung-hitung hiburan sebelum dia memikirkan apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Karena banyak sekali PR yang musti ia selesaikan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isthifa Dylan
hahaha ngakak ... mampus si ana
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status