Share

Bab. 5 Melinda Pergi Dari Rumah Yusuf

"Hahaha bodyguard sekaligus sopir pribadi katanya, yank. Nih bodyguard tu harus nya badan nya ideal kayak saya, bukan kayak kamu kurus kering gitu," ucap Riko memamerkan ototnya sambil terkekeh.

"Dan untuk anda, anda, dan kamu terutama Mel! Masih untung keluarga ku mau menampung mu tinggal dirumah mewah ini. Kalau gak kamu pasti masih tinggal di gubuk orangtua mu atau mungkin di kolong jembatan. Kamu juga dikasih makan secara gratis disini. Jadi wajar dong jika Melinda menbantu pekejaan rumah ini. He to llo jangan sok mengaku sebagai sultan ya kalau aslinya hanya upik abu! Nih barang bawaan nya juga pakai kardus, mana ada sultan bawa kardus!" sinis mbak Santi menunjuk kearah pak Kusuma, Ibu Marisha dan Melinda secara bergantian dengan senyum mengejek.

"Hey anak kemarin sore! Jangan berani-berani tangan kamu menunjuk ke wajah saya, gak sopan! Saya pastikan kalian akan menyesal melakukan hal ini kepada kami! Ayo Mel kita pergi dari sini, kita akan menginap di hotel selama menunggu suami mu pulang!" ucap pak Kusuma terlanjur emosi, dia menarik paksa lengan Melinda.

"Husshh, pergi sana cepat! Upik abu aja belagu mau menginap di hotel. Paling juga tidur di kolong jembatan huu. Sekalian aja angkut baju kamu Mel gak usah kembali kesini!" teriak mbak Santi masih bisa di dengar oleh keluarga Melinda.

Mereka tak menghiraukan ucapan mbak Santi lagi. Pak Wowo dengan sigap membukakan pintu mobil untuk majikannya.

"Kakak ipar mu itu gak punya attitude, gak pernah mengemban bangku pendidikan kayaknya. Bapak sampai dibuatnya geram begini loh. Apakah mertua mu tak tau sikap dan kelakuan anak serta menantunya itu Mel?" Ujar pak Kusuma saat di dalam mobil.

Melinda berusaha mengalihkan pembicaraan, dia tak mau bapaknya darah tinggi jika mengetahui perbuatan keluarga suaminya, "Em anu pak, apa sebaiknya aku tinggal dirumah mas Yusuf saja sembari menunggunya pulang dari luar kota? Soalnya aku belum pamit sama mas Yusuf, pak,"

"Bapak sudah mengatakan pada Yusuf tadi untuk membawa mu pergi. Pasti suami mu juga setuju jika bapak marah besar pada perlakukan kakaknya itu. Udah kamu nurut saja sama orangtua, lebih baik kamu tinggal di hotel selama menunggu rumah kalian selesai dibangun. Gak perlu jadi pembantu dirumah mertuamu, meskipun pembantu dirumah sedang sakit. Seharus nya mereka bisa memasak, mencuci, dan membersihkan rumah sendiri. Kan mereka punya tangan yang sempurna. Sudah Mel kamu diam dan nurut ya," ucap bapak Kusuma panjang lebar dan tak mau dibantah lagi.

Melinda tak bisa menjawab lagi karna keputusan final sudah dibuat bapaknya tak bisa diganggu gugat. Jika ia membantah pasti bapaknya akan marah besar.

Setelah hening beberapa saat, ibu Marisha membuka suara, "Mel, cuman mereka saja kan yang bersikap seenaknya kepadamu? Gak ada yang lain kan?"

Melinda terhenyak mendengar pertanyaan ibunya. Dia bingung harus menjawab apa, karna hampir seluruh keluarga suaminya memperlakukan nya begitu kecuali kedua mertuanya. Melinda juga tak tau apa alasan yang membuat keluarga suaminya berlaku seenaknya kepada dirinya.

"Kok gak dijawab Mel? Kamu sedang memikirkan apa? Apakah benar dugaan ibu kalau semua keluarga suami mu memperlakukan mu begini?" tanya ibu Marisha lagi karna tak mendapat jawaban dari Melinda.

"Jujur saja sama ibu dan bapak Mel. Jangan dirahasiakan hal yang tak baik," desak ibu Marisha lagi karna Melinda terus saja bungkam.

Karna terus didesak oleh orangtuanya, akhirnya Melinda membuka suara, "Jadi begini pak, bu. Hampir semua keluarga mas Yusuf memperlakukan ku begitu, saat arisan minggu lalu dirumah bude Ami, kakak tertua mama Imel aku juga disuruh mencuci semua peralatan kotor juga membereskan rumahnya. Sedangkan keponakan dan saudara lainnya hanya ungkang kaki sambil memainkan ponselnya. Kemarin acara mbak Santi dirumah, aku juga yang disuruh mengerjakan semuanya dibantu bik Ramlah juga sih tapi malam harinya bik Ramlah terpeleset jadi aku yang membersekan semuanya," Melinda menjeda kalimatnya, setelah menarik nafas dalam dia melanjutkan ucapannya lagi, "Entahlah aku juga bingung kenapa mereka semua memperlakukan ku begitu. Mereka semua mengaggapku seperti upik abu yang dipungut menjadi tuan putri. Mungkin karna aku memang baru menjadi bagian dari keluarga mereka, atau gak karna baju yang lebih sering mengenakan daster ya bu?"

"Astaga Mel, jadi mereka semua memperlakukan mu begitu?"

Melinda hanya mengaguk dan menundukan kepalanya.

"Kurang ajar! Apa mereka kira kamu pantas diperlakukan begitu?" geram pak Kusuma.

"Iya benar sekali. Mereka sangat keterlaluan pak. Kita harus bicara dengan Yusuf dan kedua orangtua nya tentang hal ini," timpal ibu Marisha tak kalah geramnya.

"Tentu saja bu. Enak saja mereka melakukan hal yang tidak pantas kepada putri kesayangan kita. Dan kamu Mel, kenapa tidak cerita dari awal kalau perlakukan mereka sangat buruk kepadamu? Jika bapak dan ibu tau dari awal, pasti kami tak akan pernah mengizinkan kamu tinggal dirumah mertuamu!"

"Sebenarnya bukan ingin merahasiakan semuanya dari ibu dan bapak, hanya saja Melin masih bingung dengan perlakuan mereka. Apa mungkin karna aku lebih sering memakai daster ya pak, bu?"

"Bisa jadi Mel. Lagian kamu juga kenapa gak mau bergaya, baju mu selalu saja daster. Pergi keluar rumah juga kamu lebih pakai daster. Pakaian dan tas branded mu kamu tinggalkan begitu saja dirumah," jawab Ibu Marisha.

"Tapikan aku lebih nyaman pakai daster bu. Kan daster ku juga mahal, ibu sendiri yang membelikan yang waktu keluar negeri,"

"Jadi kalau itu masalahnya, mulai sekarang kamu harus tampil lebih mencolok dan elegant. Kita belanja sekarang, bapak tidak mau kamu direndahkan karna daster!"

"Jangan dikira daster yang dipakai Melin itu murah pak! Ibu yang belikan dasternya, itu seharga berlian pak. Gak liat di bagian dada dan lengan nya berlian asli," sewot ibu Marisha mendengar perkataan suaminya yang meremehkan baju Melinda.

"Tapi kan orang kaya baru gak tau fashion bu. Kalau penampilan mencolok baru dikira sultan, kalau pakai daster mah hanya sekelas upik abu," timpal pak Wowo membuat suasana yang tegang menjadi mencair.

Ibu Marisha mendelik ke arah pak Wowo, "Terserah saya dong, mau daster atau gaun kalau gak punya attitude tetap aja nol besar,"

"Iya nyonya saya yang salah deh. Sultan mah bebas, kalau upik abu mah apa atuh," kekeh Pak Wowo.

Tring! Tring!!!

Saat pak Wowo dan ibu Marisha sedang bercanda, terdengar dering ponsel Melinda.

"Telpon dari siapa Mel?" tanya pak Kusuma penasaran.

Melinda pun menatap layar ponselnya, dan tertera nama My bojo, "Dari mas Yusuf, boleh Melin jawab telpon nya pak?"

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status