Share

Masih Dia

🌹🌹🌹

"Nai, kaukah ini?" tanya seorang gadis dalam keremangan senja. Naira mengangguk merekapun saling berpelukan diiringi tangisan yang mengharukan.

"Mengapa kau setega ini padaku, Nai! Pergi tanpa berita, apakah kau tidak merindukanku, eoh!" ucap Tasya memandang tajam pada sahabatnya tersebut.

"Maafkan aku!" lirih Naira tanpa berani menatap Tasya. 

"Aku kehilanganmu, Bodoh! Kamu kemana saja selama ini, tidak sempatkah kau memberiku kabar sedetik saja." 

"Maafkan aku!" Naira hanya mampu mengucapkan kata-kata itu. Dia merasa bersalah karena pergi tanpa berpamitan pada Tasya.

"Tidakkah kau mengijinkan aku untuk duduk lebih dulu, sebelum aku bercerita?" tanya Naira sambil menekuk wajahnya menatap Tasya.

"Tidak!!! Ini hukumanmu karena hilang tanpa kabar?" sungut Tasya berpura-pura marah pada Naira

"Ayolah ... aku capek berdiri! Dan maafkanlah kesalahanku ini, kumohon," rajuk Naira sambil menarik kedua kupingnya sendiri.

Ekspresi inilah yang membuat Tasya tak mampu menahan tawa dan meluluhkan hatinya. Sudah empat tahun berlalu Tasya tak pernah melihat senyum ini. Kini takdir Tuhan mempertemukan kembali pada pemilik senyum ini.

"Sekarang ceritakan kemana kamu selama ini, Nai?" tanya Tasya mulai serius.

Naira menarik nafas dalam sebelum mulai bercerita. Gadis itupun menceritakan segalanya tanpa ada yang tersimpan.

"Jadi sekarang kamu jadi dokter di rumah sakit Raha itu?" tanya Tasya tak percaya kini sahabatnya telah menjadi seorang dokter.

"Aku tahu, kau tak akan percaya, Sya!" 

"Bukan... Bukan itu maksudku. Aku bangga karena keberhasilanmu ini!" ucap Tasya sambil menggengam tangan Naira

"Tapi tunggu ....!!" 

"Ada apa??" Naira terkejut saat melihat Tasya memandang tajam padanya.

"Tadi aku dari rumah sakit itu, aku melihat seorang dokter menangis sambil berlari. Benarkah itu kamu!" Naira terdiam tak menyangka jika sahabatnya sudah melihatnya sejak tadi.

Naira hanya tersenyum.

"Mengapa kau menangis?" tanya Tasya ingin tahu.

"Maaf aku belum bisa menceritakan padamu saat ini?" elak Naira.

Tasya terlihat kecewa tapi semua itu adalah privasi bagi diri sahabatnya.  

Dan malam itu Tasya tak mengijinkan Naira untuk pulang. Akhirnya kedua gadis itu bernostalgia tentang masa-masa SMA. Yang sejujurnya Naira enggan mengenangnya.

"Setelah kepergianmu itu, hidupku terasa hampa, Bodoh!" ucap Tasya sambil menatap kedua bola mata Naira yang begitu bening. 

Naira membiarkan sahabatnya itu mengoceh tiada henti. Baginya itu hanya sebuah ungkapan kerinduan saja.

"Apa kau masih menjadikan Andika satu-satunya idola di hatimu! Atau kau sudah ada idola lain!" singgung Tasya ingin tahu bagaimana perkembangan perasaan Naira saat ini. Ia kembali ingat kegilaannya dulu yang mengagumi kapten sekolah. 

"Tidak adakah pertanyaan lainmu?" 

Tasya menggelengkan kepalanya.

"Ceritalah! Nanti aku akan ceritakan perkembangan terbaru dalam hidupku saat ini!" celetuk Tasya sambil menopang dagu menatap Naira.

"Ah, ....!" 

"Ayolah ....!" paksa Tasya dengan wajah lugunya.

"Aku tak sempat memikirkan dia!" tukas Naira malas.

"Kamu membohongi perasaanmu! Aku tahu kamu masih mengagumi dia kan!" sanggah Tasya sambil tersenyum simpul.

Naira segera berpaling, ia tak mau sahabatnya itu semakin jauh mengungkit tentang perasaannya. Naira akui sampai saat ini hatinya masih di penuhi dengan sosok pria itu. Naira terkadang sedikit menyesal mengapa hatinya hanya tertaut pada pria yang tak pernah sekalipun melihat keberadaannya. 

"Sudahlah! Aku malas membahasnya lagi!" kilah Naira.

"Jangan lari dari kenyataan, Nai! Matamu tak bisa membohongiku!" kekeh Tasya.

"Terserah kamu! Saat ini aku hanya ingin fokus pada karirku saja! Jika dia jodohku pasti akan ditakdirkan untukku!" putus Naira mantap dan disambut senyuman simpul sahabatnya. 

"Apa kau percaya akan Takdir!" 

Naira tercenung mendengar pertanyaan Tasya yang ia pikir konyol itu. 

"Tentu"

"Andai kau bukan takdirnya, apakah kau akan ikhlas melepaskannya!"

"Sudah pasti! Lagian aku kan, hanya mengagumi, tidak berniat untuk memilikinya!" 

Tasya manggut-manggut mengerti. Ia percaya pada Naira. Bahwa gadis itu hatinya telah sekuat baja.

***

Malam ini Andika duduk termenung dalam keremangan sinar bulan yang begitu anggun.

Pikirannya melayang pada kejadian empat tahun silam saat ia masih duduk di bangku SMA. Saat itu begitu indah dimana ia selalu memandang diam-diam dan menjadi fans panatik seorang gadis yang baginya sangat cantik dan kecantikannya itu hingga kini tak mampu ditepis dari hatinya.

Sayangnya kala waktu itu, ia tak punya keberanian untuk mengungkapkan perasaannya pada gadis itu. Karena gadis itu terlanjur pergi tak tahu rimbanya. 

"Kini takdir kembali membawaku padanya?" bisik Andika seraya memijit kepalanya yang terasa pening.

"Aku tak akan melepaskanmu! Sekarang aku akan memperjuangkan cinta ini, hingga kau jadi milikku!" ucapnya tegas memantapkan hatinya untuk kembali mengejar cinta yang sempat hilang. 

Tapi pikirannya kembali pada kenyataan tentang permintaan ayahnya yang akan menjodohkan dengan wanita pilihan ayah tersebut. Tak urung membuat hati Andika terasa kacau.

"Ya Tuhan ... Mengapa disaat aku sudah menemukannya, ada lagi yang akan menghalangiku untuk mendapatkannya?!" Andika mengacak rambutnya.

"Apakah aku harus pasrah! Dan mengubur perasaan ini!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status