Share

Part 5 Santai Saja, Mas

Mendengar obrolan mas Arga dengan teman-temannya, membuataku ingin giat kerja agar bisa mandiri. Akan kubeli mobil atas nama Ibu ataubapakku agar tidak dipandang rendah. Insya Allah ....

“Berapa, Mbak!” sahutku sambil berdiri. Sengaja suaradikeraskan agar Mas Arga mendengar. Seketika suara tak jauh di belakangkuterdiam. Entah bagaimana ekspresi wajah Mas Arga. Aku sih santai saja. Lagianaku dalam situasi kerja. Ya anggap saja berusaha profesional.

“Lima ribu, Bu,” jawab mbak warung.

Setelah membayar, aku membalikan badan ingin menuju pintukeluar. Dengan santainya aku melangkah seperti tak melihat Mas Arga. Tepatnyapura-pura tak kenal. Namun ia terlihat mangap, pasti terkejut. Aku sih cuekbebek.

“Hey, Ga! Kok malah lihatin wanita itu?” Terdengar seseorangbertanya pada Suamiku.

“Ooh, ng-nggak kok. Mm anu ....”

Loh, kok kamu gugup Mas?

“Ada apa sih, Ga? Dia siapa?”

“Bentar, aku ada perlu.”

Aku sudah melewati pintu. Mempercepat langkah, ingin rasanyasampai di area proyek. Kupalingkan sekilas ke belakang. Mas Arga berlarimengejarku. Dan aku tetap melangkah tidak peduli.

“Sarah! Tunggu, Sarah!” Terdengar Mas Arga memanggil. Akutetap pura-pura tidak mendengar.

Rasanya hati ini panas. Ia suamiku yang selalu kujunjung dandihormati. Tapi tega mengumbar berita bohong seolah ia yang membiayai orangtuaku. Selama aku berhenti kerja, tak pernah sepersen pun uang darinyakugunakan buat membantu orang tua. Itu karena uang yang diberi Mas Arga takcukup. Rasanya tak terima jika ia mengatakan orang tuaku adalah keluarga takmampu karena kami dari kampung. Meskipun orang tuaku dari kampung, tapi merekatak pernah menyusahkan Mas Arga. Bahkan untuk kebutuhan sehari-hari merekabertani dan punya kolam lele lumayan luas.

“Tunggu, Sarah!” Mas Arga berhasil menyusulku. Tangankuditahan supaya langkah ini terhenti. Dan ia berhasil.

“Ada apa ya?” tanyaku dengan ekspresi wajah tidak marah.Justru aku berucap sambil tersenyum. Lagian buat apa marah-marah? bisa buat akustres dan kerjaan terganggu. Sekarang yang terpenting bagaimana caranya agarhasil kerjaku bagus dan karir tetap lanjut. Sulit sih, tapi harus bisa.

“Kamu kok berada di sini?”

“Hah? Maksudnya?”

“Kenapa kamu berada di sini? Bukankah ini hari pertamamukerja?”

“Kamu juga ngapain di sini, Mas? Bukankah juga jam kerja?”tanyaku balik.

“Aku lagi mengawasi proyek pesantren itu.” Ia menunjuk kelokasi proyek tujuanku. “Kamu tau? Itu proyek dari perusahaanmu berkerja. Mau dipecat karena ketahuan jam kerjakeluyuran?”

“Kamu juga pengawas lapangan proyek itu, Mas?”

“Iya,” jawabnya. “Nggak mungkin juga kamu yang menggantikanpengawas lapangan PT Bajatama yang sedang sakit. Belum ada pemberitahuan kokdari atasanku.”

Astaga, ternyata Mas Arga bawahan dari Pak Rudi, orang yangaku cari di sini. Selama ini aku tahu Mas Arga kerja posisi pengawas lapanganproyek. Lagian selama ini aku tak tahu ia mengawasi proyek di mana dan apa. Dirumah tak ada pembicaraan masalah pekerjaannya.

Teringat dulu, pertemuan kami dimulai waktu aku kerja diperusahaan yang juga kerja sama dengan perusahaan Mas Arga bekerja. Namun tidakmenyangka saja, jika sekarang terulang lagi. Tadi Susi sudah memberikan daftarpekerja lapangan dalam map merah, namun belum sempat aku baca. Dan map itumasih kusimpan di tas kerja yang kujinjing sekarang. Hanya bermodalkaninformasi lokasi dari Susi, aku ke sini. Untuk daftar para pekerja itu masalahbelakangan karena hanya membaca nama saja dan melihat ke lapangan. Yang pentingaku tahu siapa yang bertanggung jawab di sini. Lagian tugas ini mendadak. Belumlagi aku harus menghitung anggaran proyek besar yang baru masuk. Rencananya mapmerah itu aku baca di sini saja.

Oh iya, bukannya tadi malam Mas Arga sudah cerita kalauperusahaan pak Ismail juga sering kerja sama dengan perusahaanya bekerja. Efekkesal karena aku dituduh masalah uang, hingga tidak kepikiran tentang itu.Ditambah paginya kami bertengkar hingga belum memberitahu posisiku. Lagian MasArga juga tidak bertanya. Untuk memberitahu saja aku malas, ya itu lagi,suasana hatiku sedang tidak enak.

“Sebaiknya kamu balik ke kantormu. Aku sibuk di sini jaditak bisa antar. Sekali naik angkot kamu sampai kok.”

“Aku tau, Mas.” Lalu aku lanjut melangkah.

“Tapi kok nggak nyetop angkot? Di sini aja juga bisa kok.”Tentu Mas Arga heran kenapa aku tetap melangkah menuju lokasi proyek.

Sebenarnya ingin menjelaskan, tapi hatiku sedang panas danberperang dengan rasa sabar itu sulit. Jika menjelaskan akan memakan wantu lamaberhadapan dengan Mas Arga. Yang ada mungkin pertengkaran akan berlajut. Akuharus mengendalikan diri, dengan berusaha profesional meskipun aku juga akanbertemu dia di lokasi.

“Aku ada perlu,” jawabku, tanpa menoleh ke belakang.

Aku memasuki area proyek. Terlihat para pekerja lapangansedang bekerja giat. Dan aku mendekati beberapa orang yang terlihat sedangduduk merokok. Apakah mereka nama-nama yang ada pada daftar map merah? Tapikenapa mereka duduk santai. Bukankah jam makan siang setengah jam lagi.

“Permisi, Mas. Pak Rudi ada?” tanyaku.

“Ooh, Pak Rudi. Biasanya jam dua baru datang, Mbak. Kalauada perlu sebaiknya sama Pak Arga aja. Biasanya ia di warung kopi sebelah,”jawab seorang dari mereka.

“Kenapa nggak telpon dulu kalau mau ke sini, Mbak? Biarnggak repot nyari,” kata seorang yang lainnya.

“Oh, aku kira Pak Rudi sudah ada di sini, makanya aku takperlu nelpon dulu,” jawabku menjelaskan. Sebenarnya ingin melihat keadaanselama pengawas dari pihak tempatku bekerja tidak masuk. Jika aku langsungmenelepon pak Rudi, pasti pengawas lapangannya akan bergiat kerja karena tahupihak dari pak Isamil datang.

“Nah, itu Pak Arga dan Pak Rudi, Mbak.” Ia menjuk ke arahpagar. Kupalingkan pandangan ke sana. Mas Arga sedang melangkah dengan seorangpria, semakin mendekat.

“Ayo kita kerja.”

“Hey, Pak Rudi datang.”

Mereka langsung menyibukkan diri bekerja. Jadi seperti inikondisi jika pengawas lapangan tidak di tempat.

Situasi sekarang seharusnya Mas Arga harus mengawasi parapekerja lapangan. Pak Rudi atasannya langsung. Namun Mas Arga sepertinya tidakmelakukan tugas itu dengan baik hingga para pekerja bangunan terlihat santaisambil merokok. Jika seperti ini, penyelesaian proyek akan lama. Efeknya, klienakan  kecewa karena tidak tepat waktu.Sebelum itu terjadi, tugas aku yang memberi laporan ke pak Ismail, dan kerjasama ini bisa tidak berlanjut. Tepatnya cari perusahaan lain yang bisa diajakkerjasama. Dalam MoU, biasanya ada perjanjian itu untuk mengantisipasi agarkerjasama tidak mengecewakan satu belah pihak. Namun juga sering terjadi denganbanyak alasan jika tidak seperti MoU. Dan masalah bisa diselesaikan denganjalan kekeluargaan jika berhubungan baik dengan perusahaan ini. Tapi itu lagi,perusahaan akan dicap dengan kinerja kurang bagus. Takutnya tidak dapat kepercayaandari klien hingga untuk proyek berikutnya belum tentu menang.

“Cari siapa, Bu?” tanya pak Rudi. Sepertinya ia tak tahujika aku adalah istri lelaki yang ada di sampingnya. Kenapa Mas Arga tidakmemberitahu?

“Pak Rudi, mungkin Ibu ini hanya tersesat dan biar aku yangurus,” ucap Mas Arga percaya diri.

“Oh, kenal Ibu ini, Ga?” Ia menunjukku.

“Kenal, ia Istriku, Pak.” Ternyata aku salah. Aku kira iatak mau mengakui.

“Ooh, silahkan urus Istrimu, Ga. Nggak baik ada wanita diarea proyek karena ini banyak lelaki yang kerja,” ucap pak Rudi terdengar ketus,lalu mulai melangkah menjauh.

“Tunggu, Pak!” Aku mencoba menghentikan pak Rudi. Tujuankuke sini ingin bertemu dia. Lagian ada keluhan yang ingin kusampaikan meskipunhanya sekilas melihat proyek ini.

Ia membalikkan badan. ”Ya?”

“Kamu ngapain sih, Sar? Jangan bikin aku malu. Pak Rudiadalah atasanku. Mau dipecat karena ada laporan kamu keluyuran?” ucap Mas Arga.Ternyata suamiku ini belum juga sadar jika aku di sini bukan tanpa sebab.Astaga ....

“Saya ke sini ingin mencari Bapak. Benar Bapak adalah PakRudi yang bertanggung jawab atas pengerjaan proyek ini?” tanyaku. Ucapan MasArga kuabaikan.

“Ya, emangnya ada apa ya?” tanyanya terlihat cuek karenamulai menyalakan rokok. Bahkan ia tak menyebut kata sapaan seperti ‘bu ataumbak’. Apakah karena aku istri dari bawahannya?

“Saya manager baru dari PT Bajatama. Pak Ismail meminta saya kesini melihat keadaan proyek karena pengawas lapangan kami sedang sakit,”jawabku.

“A-apa?” kata mereka serentak dengan mata membulat. Tepatnyapasti terkejut dong.

Bersambung ....

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Cengok kau
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status