Bab 5: Orang-orang dari masa lalu
"Pokoknya aku enggak mau, Yah, dijodohkan dengan laki-laki itu. Aku menolak perjodohan ini!"Suara protes Tila terdengar menggema di ruang keluarga sepuluh menit setelah keluarga besar Tirtando pergi dari rumahnya.Iya. Keluarga Tirtando yang dijodohkan dengannya adalah Adam Tirtando. Pria yang teramat sangat dibenci Tila sampai mendarah daging. Pria yang teramat sangat tidak ingin Tila temui bahkan sampai akhir hayat hidupnya. Tapi, nyatanya takdir memaksa mereka untuk bertemu dalam ikatan sebuah perjodohan. Hal yang teramat dibenci Tila."Kamu enggak bisa mengelak, Tila. Nyatanya perjodohan ini sudah pasti dan positif di jalankan. Enggak ada pengelakan. Kamu harus terima itu.""Ayah tahu sendiri 'kan kalau keluarga itu yang sudah buat hidup aku hancur. Apa ayah tega masukin aku ke neraka itu?" teriak Tila penuh emosi."Maka dari itu, siapa yang buat kamu hancur, dia yang akan bertanggungjawab. Kamu enggak bisa menolak perjodohan ini. Kamu--" Herman memegang kepalanya yang mendadak pusing. Terlihat dari raut wajahnya yang menahan sakit dan membuat Tila, Haikal, serta Jumi cemas."Ayah kenapa?" Tila memapah lengan ayahnya di bantu oleh Haikal. Sementara Jumi segera menginstruksi agar membawa suaminya masuk ke dalam kamar.Herman di baringkan di atas tempat tidur dan Jumi segera mengeluarkan beberapa butir pil yang langsung diserahkan pada Pak Herman. Sementara air putih di atas meja kecil samping tempat tidur segera diserahkan Jumi agar suaminya lancar menelan pil."Ibu, ayah sakit apa? Kenapa minum pil?" tanya Tila cemas. Tila tidak bodoh untuk tahu jika pil yang di telan ayahnya adalah pil yang bisa ditebus di apotek sesuai anjuran dokter."Hanya darah tinggi. Mulai kumat sejak satu minggu yang lalu saat ayah ke Surabaya."Jawaban dari ibunya membuat Tila tersentak. Di tatapnya sang ibu dengan tatapan tak percaya. Bisa-bisanya bapak sakit dan ia tidak tahu."Kenapa ibu enggak kasih tahu aku?""Ibu enggak bisa kasih tahu kamu, Tila. Satu minggu yang lalu kamu bahkan sering lembur dan pulang malam dengar wajah letih. Ayah juga yang larang ibu beritahu kamu." Bu Jumi berkata dengan lembut agar anaknya itu tidak merasa bersalah."Ibumu benar, Tila. Ayah yang larang ibu untuk enggak boleh memberitahu kamu," ucap Pak Herman mulai sadar. "Lagi pula, ayah hanya darah tinggi biasa. Bukan penyakit serius," tambahnya."Tapi--""Sudah, ayah tidak apa-apa. Kamu hanya perlu fokus pada pernikahanmu. Jangan cemaskan ayah, Nak."Tila menundukkan kepalanya menatap ayahnya yang terlihat lemah terbaring di tempat tidur. Mau tidak mau ia memang harus terpaksa menerima perjodohan yang dilakukan bapaknya dengan Adam Tirtando.Keesokan paginya.Sekretaris Tila memberitahu jadwal Tila di luar jam kerjanya. Siang ini Tila ada janji bertemu dengan Adam Tirtando. Meski enggan, mau tidak mau ia harus menemui pria itu. Pria yang memberikan luka mengerikan yang sulit untuk disembuhkan."Saya pergi dulu," ujar Tila pada Tantry."Iya, Bu."Setelah itu Tila memasuki lift yang akan membawanya ke lantai dasar. Mobil yang di pesan Tila melalui aplikasi sudah menunggu di depan kantor. Jadi, tanpa menunggu lama lagi, Tila segera masuk ke mobil dan duduk di kursi belakang."Sesuai aplikasi ya, Kak?" ujar sopir."Iya, Pak."Mobil melaju pergi meninggalkan pelataran kantor menuju sebuah restoran di mana tempat yang sudah disebut ayahnya.Sesampainya di restoran yang dimaksudkan, Tila segera turun dari mobil. Sebelum pintu tertutup sopir kembali mengingatkan Tila untuk memberi bintang lima.Tila masuk ke dalam restoran yang sudah di reservasi dan di sambut oleh seorang pelayan yang membawanya langsung ke dalam ruangan khusus di mana Adam Tirtando diberitahu sudah tiba sejak sepuluh menit yang lalu.Tila melangkah masuk ketika daun pintu di buka oleh pelayan. Kemudian ia mendudukkan dirinya tepat di depan pria yang ia benci sekaligus yang akan menjadi suaminya."Saya pesan ini, ini, dan ini. Terima kasih," ucap Tila pada pelayan."Baik, Kak. Mohon tunggu sebentar." Pelayan yang mengantar Tila tadi mengalihkan tatapannya pada Adam yang sejak tadi hanya diam menatap Tila tajam."Mau pesan apa, Kak?" tanya pelayan pada Adam."Kopi hitam satu.""Baik. Itu saja?"Adam mengangguk tanpa mengeluarkan suara. Setelah pelayan tadi pergi, terjadi keheningan di antara keduanya. Saling menatap dengan tatapan tajam tidak membuat keduanya mengalah untuk berhenti saling bertatapan.Adam menyungging senyum sinis menatap Tila yang memang terlalu banyak perubahan. Hampir sepuluh tahun lebih mereka tidak bertemu dan kebetulan dipertemukan dalam acara perjodohan konyol yang diciptakan papanya, Aris Tirtando."Aku lihat kamu terlihat baik-baik saja setelah kita berpisah," ujar Adam buka suara lebih dulu. Terlalu banyak diam akan menimbulkan akward yang membuatnya jengah."Memangnya apa yang kamu harapkan? Saya akan terpuruk dan memutuskan bunuh diri. Begitu?" tandas Tila, membalas tatapan Adam dengan tak kalah tajam."Setidaknya kamu akan merasa bersalah, mungkin.""Bersalah atas apa, Adam? Apa yang saya perbuat sampai saya harus merasa bersalah pada bajingan tengik sepertimu?" Tila terkekeh melihat wajah Adam yang sudah merah menatap tajam dirinya. Tidak ada yang perlu ia takuti dari laki-laki pengecut seperti Adam. Baginya Adam tak layak di hargai. Bahkan, keset kaki mungkin lebih berharga darinya."Kamu--" Rahang Adam mengeras menatap Tila tajam. Namun, ucapannya harus tertahan saat beberapa pramusaji masuk ke dalam ruangan membawa meja dorong yang terdapat menu pesanan Tila di atasnya.Entah mengapa pesanan datang begitu cepat. Biasanya, pengunjung akan menunggu selama beberapa menit sampai hidangan tiba. Namun, belum 10 menit mereka berada di ruangan yang sama, pelayan datang membawa hidangan mereka."Terima kasih." Tila mengucapkan terima kasih setelah hidangannya tersusun di atas meja. Tanpa menatatap Adam atau menawarkan makanannya pada pria di depannya, Tila mulai menyantap habis makanannya. Baginya terlalu banyak berbicara dengan Adam hanya membuang waktu dan tenaganya saja.Wanita itu tidak peduli jika saat ini Adam terus menatap padanya. Terserah mau apa yang dilakukan oleh pria itu. Pertemuan ini tentu saja hanya formalitas semata agar ayahnya senang."Ternyata kamu hidup dengan baik dan nyaman," komentar Adam, di sela keheningan."Memangnya kamu mengharapkan apa? Saya juga merasa kamu hidup dengan baik dan nyaman." Tila meletakkan garpu dan pisau di atas meja. Ia tidak lagi bernafsu untuk melanjutkan makan siangnya. "Saya terpaksa menerima perjodohan ini, karena permintaan Ayah saya. Kalau enggak, saya mungkin enggak akan pernah mau punya suami seperti kamu."Tila kemudian bangkit berdiri dan mengambil tasnya. Wanita itu memutuskan untuk pulang karena terlalu muak untuk menatap wajah Adam yang tidak merasa bersalah sama sekali.Hari ini Tila akan bertemu klien sesuai dengan janjinya. Ini tepat setelah satu minggu pertemuan antara Tila dan Adam. Hubungan keduanya masih jalan di tempat dan tidak ada kemajuan berarti. Tila dengan kesibukkannya, begitu juga dengan Adam.Usai bertemu dengan klien, Tila tidak langsung kembali ke kantor. Wanita itu memutuskan untuk duduk sejenak di restoran sambil menikmati sajian musik dan hidangan yang berada di depannya.Gawai Tila berdering menandakan panggilan telepon masuk. Tila segera mengangkat panggilan telepon yang ternyata berasal dari Samuel, sahabatnya."Kamu di mana, La?""Restoran. Kenapa?" sahut dan tanya Tila."Berarti aku enggak salah lihat."Sambungan telepon langsung dimatikan Sam membuat Tila menatap gawainya bingung. Tidak mau memusingkan tingkah Sam yang memang selalu aneh dan sok misterius, Tila mengangkat bahunya dan meletakkan kembali gawainya di atas meja.Suara lonceng pertanda pintu terbuka tidak membuat Tila yang berada di pojok ruangan menoleh. Bagin
Bab 7: Hari sial tibaTidak terasa waktu yang telah ditentukan akhirnya tiba di mana pernikahan antara Adam dan Tila dipercepat.Semua berjalan lancar dan batin Tila bertanya-tanya mengapa tidak ada halangan sama sekali. Dari tadi malam Tila bahkan hingga kini mereka berdiri di atas pelaminan, Tila tidak berhenti berdoa agar pernikahan yang tengah terlaksana seperti sekarang ini bisa batal dan menemui halangan.Tapi, Tuhan berkehendak lain. Sepertinya Tuhan tidak akan mendatangkan masalah besar yang bisa menggagalkan pernikahannya."Dia di mana?" Tila menatap Sam yang berdiri di pelaminan seorang diri tanpa kehadiran Lula di sisinya. Tentu saja hal itu membuat Tila bertanya-tanya di mana keberadaan wanita cerewet yang menjadi istri sahabatnya ini."Dia masuk rumah sakit kemarin sore. Pendarahan kecil dan dokter menyarankan untuk bedrest total." Sam menjawab lirih. "Sebelum aku datang kesini, dia sempat memaksa untuk ikut, tapi aku menghalanginya. Sekarang, dia tengah merajuk.""Astaga.
Bab 8: Suami istri Tila melangkah keluar dari kamar mandi dengan piyama polos bahan satin warna putih yang ia bawa dari rumahnya. Tidak ada drama membuka sleting gaun yang tersangkut dan tidak ada drama memerah hanya karena melihat seorang pria dewasa keluar kamar mandi hanya mengenakan selembar handuk. Tila mengeringkan rambutnya dengan handuk. Tak lama, ponselnya bergetar menandakan ada sebuah pesan masuk. "Mbak Tila, selamat malam pertama." Tila memutar bola matanya ketika mendapat pesan dari istri Sam--Lula--yang kata Sam sedang berada di rumah sakit. Ini sudah jam 11 malam dan wanita cantik itu belum tertidur. Tila kemudian membalas, "anak kecil diam aja." "Aku bukan anak kecil. Aku sudah pernah melahirkan bayi lucu." Balasan terakhir dari Lula tidak lagi Tila tanggapi. Meladeni Lula tidak akan ada akhir yang bagus. "Sibuk mengirim pesan dengan kekasihmu, eh?" Tila segera melirik ke arah tempat tidur dimana sesosok manusia berwujud laki-laki dan memiliki sifat iblis teng
Bab 9: Hari pertamaHari pertama pernikahan harusnya adalah hari bahagia untuk pengantin baru. Hari di mana mempelai pengantin menghabiskan waktu berduaan di kamar atau di mana pun mereka berada. Namun, hal itu tidak berlaku untuk Adam dan Tila. Kedua pasangan suami istri yang baru saja menikah kemarin itu sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Ada Adam yang sibuk dengan laptopnya menyelesaikan pekerjaan yang tertunda karena cuti menikah. Sementara Tila sendiri sibuk mengganti chenel televisi yang sedang ia tonton. Tak lama suara dering ponsel Tila terdengar, membuat wanita itu segera mengangkatnya. "Halo, Sam." "Tila, kamu enggak jadi ke rumah sakit?" Suara Sam terdengar dari seberang sana, membuat Tila menepuk dahinya pelan. Ia lupa memberitahu pada Sam jika ia harus menunda kunjungannya ke rumah sakit. "Maaf, aku enggak bisa datang, Sam. Aku sedang ada urusan. Sepertinya rencanaku harus di tunda." Sambil berkata, Tila melirik sinis ke arah Adam, kemudian ia kembali
Pulang dari kantor Tila tidak langsung pulang ke kediaman Aris Tirtando. Wanita itu langsung menuju bengkel guna mengambil mobilnya yang sudah 1 minggu di sana. Taksi yang ditumpangi Tila akhirnya tiba di bengkel. Saat memasuki bengkel yang sudah menjadi langganannya, Tila bertemu dengan bang Anton yang sudah menjadi montir langganannya juga."Bang!" Anton menoleh kemudian tersenyum lebar. "Wah, pengantin baru." Anton menyapa Tila dengan ramah.Tila tersenyum santai sebagai balasan sapaannya. Wanita itu kemudian menanyakan keadaan mobilnya."Mobil aman, Neng. Tinggal ambil dan bayar. Beres," jelas Anton pada Tila. "Oh, thank you, Bang. Kalau begitu saya masuk buat bayar dulu." Tila kemudian melangkah masuk menuju ruang administrasi untuk membayar biaya perbaikan kendaraannya. Tila tersenyum membalas sapaan gadis administrasi yang Tila ketahui bernama Mona. "Totalnya, tiga juta, empat ratus ribu." Mona menyerahkan kuitansi pada Tila yang langsung dibayar wanita itu secara cas
Tila baru saja keluar dari ruangannya ketika Randy menghadang jalannya. Tila mengerut kening melihat pria playboy satu ini berdiri di depannya."Mau apa?" Tila bertanya to the point. Tila bukanlah wanita yang suka basa-basi. Randy tersenyum lebar. Pria itu kemudian berkata, "aku mau ajak kamu makan siang bareng. Mau?""Traktir?" Tila menatap Randy dengan sebelah alis terangkat. Tila menduga jika playboy satu ini mengajaknya makan siang bersama bukan hanya untuk makan siang. Pasti ada tujuan lain."Oke." Randy mengembangkan senyumnya. "Kita ke restoran yang dekat dengan gedung Fezah aja," putus Randy. Tila tentu saja mengangguk setuju. Mau makan di mana pun, Tila tidak masalah yang terpenting adalah Randy mau mentraktirnya.Keduanya berjalan menyusuri lobby kantor hingga tiba di parkiran mobil. Mobil hitam milik Randy adalah tumpangan yang akan mereka gunakan menuju restoran yang dimaksud.Hanya membutuhkan waktu 25 menit hingga mereka tiba di restoran. Tila dan Randy duduk disebuah
Siang ini kita makan di restoran FM. Sepupuku ingin bertemu kamu._Adam_Tillia Januari mengerut kening ketika mendapat pesan dari nomor baru yang ternyata dari Adam, pria yang berstatus sebagai suaminya. Tila menghela napas dan meletakkan kembali ponselnya tanpa membalas pesan dari Adam.Tila memfokuskan perhatiannya pada layar laptop yang tengah menampilkan pekerjaannya. Urusan Adam? Tila akan mencoba untuk tidak peduli."Selamat siang, Bu."Tila beralih menatap ke arah pintu di mana sosok Lula berdiri dengan perut buncitnya. Berapa usia kehamilan Lula? Tila tidak ingat. Namun, perutnya yang sudah semakin membesar, Tila yakin usianya sudah memasuki 8 atau 9 bulan. Anehnya, wanita itu masih bisa bergerak lincah dan berkeliaran tanpa memikirkan beban yang dia bawa."Lula, kenapa? Sam bukan berada di lantai ini. Dia di lantai lain."Lula tersenyum kemudian menghampiri meja kerja Tila. Wanita itu duduk tepat di depan Tila dengan kedua tangan bertumpu di atas meja."Nanti malam mau ada
Tila dilarikan ke rumah sakit oleh Adam. Wanita itu sedang diperiksa oleh dokter sementara Adam sendiri menunggu di luar. Tidak peduli dengan pakaiannya yang basah kuyup, Adam tetap berdiri teguh di depan ruangan di mana Tila dirawat.Tidak berselang lama, dokter melangkah keluar dari pintu rawat Tila dan menjelaskan jika kondisi Tila sudah mulai membaik. Hal tersebut membuat Adam diam-diam menghela napas lega mendengarnya."Baiklah kalau begitu, terima kasih." Adam kemudian melangkah masuk untuk melihat kondisi Tila yang masih tak sadarkan diri. Adam menatap sekujur tubuh Tila dan men-scanning untuk melihat apakah ada luka atau tidak. Adam tertegun ketika melihat cakaran di kulit lengan Tila yang Adam duga jika itu adalah bekas cakaran Eddel.Sambil menghela napas, Adam mendudukkan dirinya di kursi yang terletak di samping tempat tidur.Tak berselang lama pintu ruang rawat Tila diketuk dan muncul sosok Sopian yang membawa tas berisi pakaian Adam."Pak, ini pakaian bapak yang terting