Sejak hari di mana Gaby dengan begitu tega membiarkan Gibran berjibaku dengan rasa sakit akibat kehabisan stok obat, hubungan antara Gaby dan Gibran semakin renggang.
Ke duanya memang tinggal dalam satu atap namun seperti orang yang tidak saling kenal.
Gaby dengan segala ego dan gengsinya yang lebih memilih diam dari pada meminta maaf atas kesalahannya, sementara Gibran yang memang sudah tak lagi perduli apapun mengenai Gaby.
Kekecewaannya pada Gaby sudah mencapai titik klimaks dan Gibran tak ingin hal itu justru membuat kondisi kesehatannya menjadi down, itulah sebabnya lelaki itu lebih memilih untuk diam.
"Hari ini gue mau ke Bandung, Rayyan baru balik dari London, gue mau nengok dia sekalian ziarah ke makam Mamah," beritahu Gibran saat dirinya kini sarapan bersama
Kuy berikan vote dan ulasan kalian ya...
Malam ini, Gibran dan Gaby terpaksa menginap di Bandung, di kediaman orang tua Gibran karena ulah Dinzia.Dinzia yang menahan kepulangan Gibran saat itu dengan alasan remaja itu sangat merindukan sosok Kakak lelaki satu-satunya itu.Sementara Gibran sendiri memang paling tidak bisa menolak permintaan Dinzia, adik kesayangannya.Malam itu Dinzia menangis dipelukan Gibran.Akibat percakapan di meja makan tadi yang membahas tentang Luwi, Dinzia jadi terbawa suasana. Mendadak dia rindu Luwi. Almarhumah ibunya..."Zia kangen Mamah, Kak..." bisik Zia dipelukan Gibran.Saat itu mereka sedang bercakap di tepi kolam renang.Mereka duduk di tepi kolam renang dengan kak
Hampir dua minggu berlalu. Gibran belum juga mendapati titik terang dalam penyelidikannya mengenai Mirella. Wanita itu terus saja berkelit dengan beribu alasan yang dimilikinya setiap kali Gibran mencoba untuk menemuinya. Mirella tetap bersihkeras mengatakan bahwa dia tidak mengenal Gibran dan dia bukan Mimi. Padahal, Gibran sudah berhasil mengumpulkan beberapa fakta akurat yang membuatnya semakin meyakini bahwa Mirella adalah Mimi. Pertama, tanda luka bakar di sekitar tengkuk Mirella. Ke dua, ketika tanpa sengaja Mirella mengucapkan kata 'Ib' sewaktu memanggil namanya dan ke tiga, Gibran menemukan sebuah buket bunga tulip baru di makam sang Ibunda ketika kemarin Gibran berziarah ke sana bersama Gaby. Saat Gibran mengkonfirmasi hal itu pada keluarga besarnya di Bandun
Sesampainya di rumah, hari sudah larut.Gibran sangat lelah.Berkendara jarak jauh pulang pergi dalam satu hari cukup menguras energinya.Tapi satu hal yang ada di dalam benak seorang Gibran saat itu adalah tentang bagaimana dia meluapkan kemarahannya pada Gaby.Gibran benar-benar tidak terima, Gaby memperlakukannya seperti ini.BRAK!!!Gaby terperanjat hebat saat pintu kamarnya di buka paksa oleh Gibran.Dia buru-buru menyudahi teleponnya dengan seorang lelaki yang tadi mengantarnya pulang."Lo kenapa sih? Kebiasaan masuk kamar orang seenaknya!" maki Gaby sewot.Gertakan ke
Ini sudah lewat satu minggu dan Gibran sama sekali tak menghubunginya. Jangankan mendatangi Gaby ke apartemen pribadinya, menelepon atau kirim sms saja tidak. Gibran memang benar-benar keterlaluan! Gaby yang frustasi cuma bisa mundar-mandir sendirian di dalam apartemennya. Sesungguhnya dia bosan tinggal di apartemen ini sendirian. Terlebih setelah surat pengunduran dirinya di kantor firma hukum tempatnya bekerja sudah di Acc oleh atasannya. Menjadi pengacara memang bukan passion seorang Gaby. Gaby terpaksa mengambil mata kuliah jurusan hukum dikarenakan permintaan Tante dan Omnya. Mereka mengatakan
"Udahan belum ngambeknya?" tanya Gibran saat Gaby sudah mempersilahkannya masuk ke dalam apartemen. Kini mereka berdua duduk bersisian di sofa panjang.Gaby terus memalingkan wajahnya ketika Gibran justru menatapnya. Lelaki itu duduk dengan posisi menyamping menghadap Gaby."Pulang ya? Besok, Mamah dan Papah mau ke Jakarta. Gue takut mereka mampir," ucap Gibran saat Gaby tak kunjung bicara.Dari wajahnya yang super jutek Gibran tahu kalau Gaby masih marah padanya setelah aksi Gibran yang menghancurkan ponsel milik Gaby tempo hari.Gibran sadar tidak seharusnya dia berbuat seperti itu pada Gaby, hanya saja, waktu itu pikiran Gibran memang sedang benar-benar kalut di tambah faktor tubuh lelah,
Malam itu Gaby ikut pulang bersama Gibran ke rumah mereka di Raffles.Di perjalanan Gaby minta dibelikan es krim pada Gibran.Gibran membeli dua es krim magnum.Lelaki berjaket kulit coklat itu baru saja keluar dari minimarket dan hendak memasuki mobil, tapi tangannya sudah lebih dulu ditahan oleh Gaby.Gaby menarik Gibran ke arah seberang minimarket di mana di lokasi tersebut terdapat taman bermain umum."Lo inget nggak, dulu waktu SMP kita sering main ayunan sambil makan es krim di taman bermain umum dekat sekolah?" tanya Gaby saat mereka sedang menyeberang jalan.
"Jim, nanti kalau ada bagian engineering datang, langsung disuruh masuk aja ya, soalnya saya udah telepon tadi pagi ke bagian office, kalau air wastafel mampet," perintah Mirella pada salah satu bodyguardnya saat dirinya hendak masuk ke dalam apartemen."Siap, Non," jawab sang bodyguard yang bernama Jimmy, lelaki berkepala pelontos itu mengangguk patuh.Di dalam apartemen, Mirella melepas jaket kulitnya, sepatu high heelsnya dan berjalan ke arah pojok ruangan, menghadap kamera Cctv di atas kepalanya yang menempel di dinding apartemen.Mirella menyalakan musik. Sebuah music house dengan tempo cepat.Dia tersenyum menggoda ke arah Cctv itu. Lalu mulai membuka satu pe
Dering ponsel Jimmy berbunyi menandakan sebuah panggilan masuk.Panggilan dari Theo, atasannya yang bertugas mengawal Boss besar mereka, Freddy."Ya, Hallo? Ada apa Pak?" tanya Jimmy mengangkat teleponnya."Lo ada di mana sekarang?" tanya Theo di seberang sana.Ditanya begitu Jimmy langsung salah tingkah. Rasanya sangat tidak mungkin jika dia mengatakan bahwa kini dirinya berada di apartemen sebelah sedang membantu seorang wanita pindahan."Sa-saya lagi jaga di depan apartemen Non Ella, emang kenapa Bos?" jawab Jimmy terbata."Gue sama Bos Besar lagi di perjalanan ke sana. Sebentar lagi kita sampai," beritahu Theo yang langsung memutus sambungan teleponnya.Mampuskan!Pekik Jimmy terkaget-kaget dalam hati.Lelaki berkepala pelontos itu menyimpan cepat ponselnya ke dalam saku celana lalu menghampiri Alan yang sedan