Cuaca di keesokan harinya masih sama panasnya dengan kemarin. Yu Shi sama sekali tak menyukai hawa panas di Tukhestan yang derajat panasnya berkali-kali lipat dibanding hawa panas di An Chang, masih ditambah hembusan angin kering padang pasir. Memang kota barat seperti Yitmaiszk ini paling cocok menjadi tempat hukuman bagi orang-orang Han seperti dirinya dan Cao Xun.
Namun di hari itu Raja Tukhestan Yerzhan, tiba-tiba saja muncul di penambangan disertai iring-iringannya yang megah. Hal ini cukup mengherankan Yu Shi, mengingat sang Raja biasanya hanya muncul saat musim yang sejuk dan menyegarkan, dan bukan di saat yang panas dan menyiksa seperti sekarang ini.
Mandor Karkysbai datang terbungkuk-bungkuk ke hadapan sang Raja yang bertanya, "Apa yang menyebabkan kalian lama sekali mengumpulkan permata yang diminta?"
"Ampun Baginda, akhir-akhir ini para budak tidak mampu bekerja sesuai harapan," Karkysbai menjawab takzim.
"Oh..." Raja Yerzhan memanglingkan wajahnya menatap Yu Shi yang segera menyibukkan diri menggali tanah. Semua orang di penambangan tahu sang Raja Tukhestan memiliki dendam pribadi terhadap Yu Shi, lebih disebabkan karena masalah kerajaan terutama leluhurnya. Pendahulu Yu Shi, Kaisar Han Ming Shi berhasil menaklukkan seluruh dunia pada zamannya, dan tentunya termasuk Tukhestan. Sang Kaisar menerapkan sistem pemerintahan yang sama sekali tidak disukai bangsa Tukhestan, namun pemberontakan-pemberontakan yang mereka lancarkan selalu berhasil ditumpas. Mereka baru berhasil memerdekakan diri saat pemerintahan Han di bawah Kaisar Han Cheng Shi melemah. Dan setelah Kekaisaran Han jatuh, kaisar baru yang mengetahui kebencian Raja Tukhestan terhadap mantan anggota istana Han tersebut lantas mengirimkan mereka semua ke Tukhestan sehingga dapat menjalin hubungan diplomatik yang lebih baik dengan mereka. Raja Tukhestan menerima mereka semua dengan senang hati. Karena dengan begitu ia bisa melampiaskan kejengkelan dan sentimennya terhadap keturunan Kaisar Han Ming Shi tersebut. Dan kini hanya tertinggal Yu Shi seorang, karenanya dialah yang selalu menjadi sasaran sang Raja.
Raja Yerzhan melangkah perlahan mendekati Yu Shi. Mengikuti nalurinya sebetulnya pemuda itu ingin sekali berlari menghindar, namun ia tahu itu takkan ada gunanya, malah yang ada membuat masalah semakin runyam. Ia pun semakin memusatkan konsentrasi pada pekerjaannya, sementara sang Raja telah berdiri di sampingnya dan merutuk keras, "Kenapa selalu kau yang paling lambat? Penambang yang lain telah mengumpulkan enam puluh permata, kau bahkan belum mendapatkan sepertiga jumlah mereka!"
Tapi itu memang benar. Walaupun Yu Shi tahu kenapa. Karkysbai telah mengatur supaya ia ditempatkan di area yang mengandung paling sedikit permata.
"Jawab pertanyaanku!" Raja Yerzhan membentak. Namun alih-alih merasa gentar, Yu Shi tetap tak mengacuhkannya dan terus bekerja dalam diam.
"Prajurit!" Raja Yerzhan yang kebetulan sedang tidak enak pikiran dan tengah membutuhkan pelampiasan, segera memerintahkan anak buahnya untuk menghukum Yu Shi. Para prajurit tidak perlu diberitahu secara terperinci, mereka mengerti apa yang harus mereka lakukan. Begitu pula Yu Shi. Pemuda itu lantas memejamkan mata dengan pasrah saat para prajurit mengikat tangannya dan memukulnya keras-keras.
Raja Yerzhan tak dapat menyembunyikan keterkejutannya saat melihat Yu Shi sama sekali tidak mengeluarkan teriakan walaupun prajuritnya memukul dengan sangat keras. "Lebih keras lagi!" teriaknya.
Yu Shi mengatupkan bibir keras-keras. Pukulan-pukulan yang bertubi-tubi menderanya ini benar-benar menyakitkan. Ia sudah tak kuat lagi, ia harus mengeluarkan jeritan kesakitan...
Tapi dengan begitu, ia akan memberikan apa yang diinginkan sang Raja Tukhestan. Dan ia tidak rela melihat sang raja bergembira atas penyiksaan terhadap dirinya.
Karena itulah, ia kembali menelan semua jerit kesakitan itu ke dalam dirinya. Sampai seorang prajurit dengan tergopoh-gopoh mendatanginya. "Lapor Yang Mulia... Yang Mulia Putri sakit keras!"
"Apa?!" Raja Yerzhan menggelegar. "Bukankah tadi ia masih baik-baik saja?!"
"Laporan ini baru saja datang, dikirimkan oleh burung merpati barusan..."
Raja Yerzhan mendesah keras. Ia sangat menyayangi putrinya, dan kini sang putri sakit keras. "Perintahkan pasukan untuk kembali ke Istana!" Ia berbalik menatap Yu Shi. "Anggap saja kali ini kau beruntung. Tapi akan kupastikan lain kali kau tidak seberuntung hari ini!" Ia bergegas pergi.
Yu Shi memperhatikan rombongan bangsawan Tukhestan beranjak menjauh, kemudian mengalihkan pandangannya ke tembok di belakangnya. Seketika itu juga ia mengetahui, bukanlah karena keberuntungannya semata Raja Yerzhan bisa meninggalkannya begitu saja. Semuanya ditentukan oleh sepasang mata yang berkilat menatapnya, yang seakan tengah memberinya sebuah tanda.
Tanda itu sangat jelas maknanya. Orang asing itu ingin ia menemuinya.
Tapi yang pasti tentunya bukan sekarang. Terlalu banyak prajurit. Setidaknya di malam hari setelah mereka semua tertidur, itu jauh lebih aman, batin Yu Shi.
Sepasang bola mata itu berkedip seolah dapat membaca apa yang dipikirkan Yu Shi, sebelum ia menghilang dari pandangan.
Kira-kira pukul sebelas malam, Yu Shi disertai Cao Xun mengendap-endap menuju tembok tempat Yu Shi melihat "sang bola mata" siang tadi. Sebetulnya ia tidak ingin membawa Cao Xun turut serta, bagaimanapun ini adalah urusannya. Bila mereka sampai tertangkap prajurit, maka Cao Xun akan dihukum karena kesalahan yang tidak diperbuatnya. "Tapi sekarang ini hanya kita berdualah yang merupakan orang Han. Kita senasib sepenanggungan satu sama lain. Kita harus saling membantu satu sama lain," ujar Cao Xun sungguh-sungguh. Melihat kesungguhan dan solidaritas Cao Xun yang begitu tulus, Yu Shi pun mengizinkannya menyertainya. Mereka harus berjalan dengan mengendap-endap seperti maling untuk bisa menghindari penjagaan prajurit, karenanya setelah lama kemudian mereka baru dapat tiba di tempat tujuan. Suasana saat itu sunyi senyap, tak ada tanda-tanda kehadiran manusia sama sekali. Yu Shi melongok ke balik tembok. Tidak ada siapa-siapa.
Di dalam Istana... Seisi Aula Utama terdiam dalam kesenyapan yang mengerikan tatkala si utusan selesai membacakan petisinya. Mereka semua pun ganti memandangi Kaisar Liang Wang Di, yang kini menatap utusan tersebut dengan sorot mata tajam menusuk. "Jadi intinya, bangsa Khanate ingin memerdekakan diri?" Sang Kaisar bertanya perlahan. Si utusan menelan ludah. "Anu... Yang Mulia... mereka sudah memerdekakan diri..." Sunyi. Kemudian Kaisar Liang memukul meja di sebelahnya keras-keras. Kemarahan membuat wajahnya memerah. Ia segera bangkit berdiri. "Benar-benar keparat! Segera kirim pasukan ke Khanate dan seret para pemberontak itu ke sini!" Seorang menteri veteran keluar dari barisan para pejabat. "Baginda, mohon Anda pertimbangkan masak-masak perintah Anda tersebut. Kita telah mengirim puluhan, bahkan mungkin ratusan
Bagaimanapun juga, Tuan Li bertekad untuk membuat Yu Shi mencapai keberhasilan secepat mungkin. Ia menyusun jadwal sangat ketat di mana Yu Shi boleh dibilang nyaris tidak memiliki waktu istirahat kecuali saat makan, mandi dan tidur - tidur pun hanya kurang lebih lima jam sehari. Tuan Li menginginkan Yu Shi mempelajari sebanyak mungkin pengetahuan, mulai dari ilmu politik dan ketatanegaraan, manajemen dan administrasi pemerintahan, strategi perang, bahkan juga mencakup seni, kesusasteraan serta budaya. Yu Shi sendiri tidak mengeluh. Ia telah terbiasa hidup dalam kesengsaraan perbudakan, jadi jadwal ketat ini bukan apa-apa baginya. Bahkan Yu Shi meminta Tuan Li mengajarinya ilmu beladiri. "Saya ingin menjadi sempurna, Guru. Karena saya berasal dari kasta rendah, dan orang tidak akan memandang kasta rendah kecuali mereka memiliki sesuatu yang lebih dan bernilai." Tuan Li memandang paras Yu Shi yang pucat dan tubuhnya yang ku
"Waktunya telah tiba." Tuan Li menyerahkan secarik kertas besar pada Yu Shi yang langsung membacanya. "Ujian seleksi pemilihan pejabat negara..." Ia mendongak, kembali memandang Tuan Li dengan bola mata melebar. "Pada minggu ini, Guru?" "Kenapa? Kau tak siap?" "Tidak! Tentu saja saya siap!..." Yu Shi buru-buru menukas. "Saya hanya merasa sedikit gugup..." "Oh, baguslah kalau hanya begitu. Aku nyaris khawatir kau tidak siap." Tuan Li tersenyum lebar. Sambil menepuk pundak muridnya, ia kembali meneruskan, "Kita telah berlatih sangat keras, Nak, dan kau telah memperlihatkan kemampuanmu yang sangat baik itu. Kau pasti akan lulus, Nak. Lebih dari itu, kau pasti akan menjadi zhuangyuan." Nampak jelas Tuan Li sangat yakin dengan kata-katanya, Yu Shi pun ikut tersenyum lebar. "Terima kasih, Guru. Murid tidak akan mengecewakan Guru." Keesokan harinya, Yu
Tuan Li kurang lebih telah dapat menebak hasil seperti apa yang didapatkan Yu Shi, karena mimik depresi yang ditampakkan pemuda itu sangat jelas. "Kau tidak berhasil?" "Lebih parah lagi, Guru. Aku tidak bisa memberikan jawaban apapun." Selanjutnya Yu Shi menceritakan apa persisnya yang telah dialaminya. Tuan Li segera bangkit berdiri, berseru marah. "Mereka jelas telah melanggar ketentuan! Bahkan negara dengan pemerintahan terbodoh sekalipun tidak akan mengeluarkan jenis soal seperti itu!" "Percuma saja Guru. Rasa-rasanya memang seperti itulah jenis soal yang mereka ujikan setiap tahunnya," Yu Shi menggumam letih. "Kalau begini caranya, kita harus menempuh cara lain..." Tuan Li menarik nafas, kemudian menepuk bahu Yu Shi. "Ya, pasti ada cara lain."*** Dua tahun kembali berlalu, namun Yu Shi masih belum mendapatkan jalan masuk ke istana. Tuan Li telah mencoba
"Berangkat!" Yu Shi duduk di atas kuda putihnya, menyerukan aba-aba pada pasukannya yang langsung berderap maju. Saat itu masih pagi buta dan para prajurit belum terjaga sepenuhnya, bagaimanapun instruksi yang datang dari atas mengharuskan mereka bergerak di saat musuh masih terlelap. Yu Shi mengamati pasukannya tidak dengan sepenuh hati mengikuti aba-abanya. Mereka berjalan dengan langkah berat dan gontai. Yu Shi mendesah. Timnya terdiri dari pasukan yang seluruhnya berasal dari kaum awam dan tidak memiliki pengalaman perang sama sekali, tentu saja mereka tidak bisa diharapkan memiliki mental selayaknya seorang prajurit. Memang Panglima Liu selaku panglima tertinggi dapat memaklumi keadaan mereka sehingga mengizinkan mereka berada di barisan belakang, tetapi bagaimanapun ini adalah perang. Segalanya menjadi tidak pasti. Bisa saja mereka tahu-tahu diinstruksikan maju ke barisan paling depan. Betapapun, Yu Shi masih bisa sed
Jenderal salah besar. Dia sendiri tidak pernah mengamati langsung para prajuritnya, karena itu dia tidak tahu seberapa besar rasa takut para prajurit terhadap An Dao Dui, dan strateginya yang memutar jalan berbelit-belit itu tidak melenyapkan ketakutan mereka, yang ada hanya memperpanjang perang dan semakin lama mengekang mereka dalam rasa takut. Kalau saja ada cara yang lebih baik... Secara kebetulan ia melihat salah seorang prajurit yang merupakan anak buahnya melintas. Yu Shi bergegas menghentikan si anak buah. "Kau tahu, seperti apa persisnya An Dao Dui?" "Maafkan saya, Tuan. Saya sendiri juga kurang mengerti karena belum pernah melihat mereka secara langsung. Hanya menurut kabar burung saja, kalau mereka..." "Ada di antara kalian yang pernah melihat An Dao Dui dengan mata kepala sendiri?" Si prajurit berpikir sejenak. "Katanya A Lan pernah bertatap muka langsung dengan mereka." "
"Akhirnya kau sendiripun ikut ketakutan terhadap An Dao Dui?" tanya Cao Xun. Yu Shi menggeleng. Cao Xun kebingungan. "Tapi kau sendiri yang memerintahkan kami semua untuk mundur?..." "Percuma saja melawan mereka. Mental pasukan kita sudah kalah sebelum bertempur. Pula musuh sangat pintar menciptakan efek dramatis dengan muncul dari daerah berkabut tebal serta memakai pakaian dan cadar serba hitam." Yu Shi meletakkan siku tangannya ke atas kakinya yang duduk bersila. "Dan aku juga tidak takut terhadap Song Qiu. Hanya saja kata-katanya barusan memberikanku letikan ide." Cao Xun langsung tertarik. "Ide?" "Ya," Yu Shi lantas bangkit berdiri. "Aku ingin pergi ke suatu tempat. Sementara itu, tolong bantu aku mengawasi prajurit dan keadaan. Bila terjadi sesuatu, segera kirimkan si Perak kepadaku." Si Perak adalah burung merpati peliharaan Yu Shi. "Tapi kau mau pergi ke ma