“Sayang, aku sangat bangga padamu. Kaisar Han Wen Xing, terpandai sekaligus paling menawan dari seluruh kaisar generasi negeri kita.”
Ming Shi tidak menoleh sama sekali kepada si pemberi pujian. Dari dulu ia memang tidak suka wanita itu memanggilnya “Sayang” dan mencumbuinya. Harga dirinya amat ternodai karena ia harus bercinta dengan orang terlarang, padahal dia sendiri masih belum menikah. Itu semua ia lakukan demi ambisi terbesarnya, karena wanita yang tergila-gila padanya itu adalah isteri Putera Mahkota Han Hao Shi, kakaknya sekaligus rival terbesarnya.
Mei Qing, wanita yang dimaksud, adalah seorang wanita yang amat haus kasih sayang. Ia amat kecewa dengan perlakuan suaminya yang sama sekali tidak mempedulikannya dan lebih sering menghabiskan waktu dengan melamun dan menulis syair. Lalu, ia mendapatkan Ming Shi, nampak berkharisma, menawan, pula rupawan. Dan saat ia mencoba-coba merayu Ming Shi, pemuda itu bukan hanya menerimanya, bahkan memberinya kepuasan hasrat lebih dari yang diharapkannya.
Memang itulah bakat alam Ming Shi. Ia mampu memikat siapa saja bilamana ia membutuhkan mereka. Ia berhasil membuat Mei Qing takluk seratus persen padanya dan rela melakukan apa saja yang ia perintahkan. Termasuk memata-matai kakakknya.
Saat ia mengetahui mengarang esai yang menjadi tema utama pertandingan penentu ambisinya itu, Ming Shi lantas menyuruh Mei Qing mengeluarkan karangan esai yang ditulis Hao Shi selagi ia marah dan mabuk. Mei Qing-lah yang diam-diam telah mengambil kertas itu. Malah Mei Qing melihat seluruh proses sejak dari suaminya begitu marah sampai menjerit-jerit bagaikan orang gila, minum anggur sebanyak-banyaknya dan akhirnya menulis esai yang kini membawanya nyaris ke alam kematian. Gadis itu lalu menaruhnya di kamarnya seperti yang diperintahkan Ming Shi untuk “berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan”.
Tapi tentu saja bukan hanya itu faktor penentu kemenangannya. Kepala kasim istana, Kasim Huan, patut diperhitungkan juga peranannya.
Mengetahui kelemahan semakin banyak pihak adalah kunci faktor kemenangan dalam dunia politik. Ming Shi benar-benar mengikuti prinsip tersebut. Ia dengan rajin mengamati, pula mencari-cari “celah hitam” orang-orang di dalam istana. Termasuk pula Kepala Kasim Huan. Ia tahu kasim itu sebenarnya tidak menghilangkan kejantanannya seperti yang didaulatkan peraturan istana, ia masih berkeliaran menggauli banyak wanita istana. Bahkan baru-baru ini, ia tidur dengan Permaisuri. Hal ini sebetulnya Ming Shi ketahui secara tidak sengaja. Suatu malam pemuda itu merencanakan datang tanpa pemberitahuan sebelumnya, sekadar untuk mengunjungi ibunya saja. Tiba-tiba ia melihat bayangan orang berkelebat keluar dari pintu belakang. Memicingkan mata, tampak lebih jelas Kasim Huan celingukan kiri kanan, kemudian melengkingkan tawa aneh tampak tamak, seolah baru saja mendapatkan hal indah namun tak seharusnya ia miliki. Ming Shi lantas tidak tinggal diam. Lewat penyelidikan yang tidak memakan banyak waktu, ia berhasil memaksa pengakuan bersalah keluar dari bibir si kasim.
“Ya... Ya... Yang Mulia... ha...hamba mohon... jangan... jangan bocorkan hal ini” Kasim Huan merengek-rengek, hampir menangis. “Hamba... bisa dipenggal!”
“Tenang saja. Aku tidak akan melaporkanmu, tapi dengan satu syarat...”
“Syarat apapun yang Anda minta, akan hamba penuhi!”
Sejak saat itulah, Kasim Huan resmi menjadi anjing pengikut Ming Shi. Dengan mudahnya Ming Shi menarik tali kekangnya ke sana kemari, dan Kasim Huan yang telah terikat tali “kesalahannya” itu hanya bisa mengikuti apa yang Ming Shi perintahkan. Termasuk mengganti kertas esai karangan kakakknya dengan esai curian Mei Qing.
Mereka telah menaruh esai curian itu di bawah kertas cokelat yang menjadi alas baki. Saat si kasim mengumpulkan kertas esai dan “tersandung jatuh”, secepat kilat ia menukar letak kertas esai itu. Esai yang asli diletakkannya di bawah alas baki, sedangkan esai curian ditaruh di atas alas. Begitulah kronologis kisah sebenarnya.
“Sayang, sudah lama kita tidak...” Mei Qing menggelayut manja di bahu Ming Shi. “Kita lakukan sekarang, yuk. Ayo...”
Ming Shi tidak tahan lagi. Setelah kakaknya disingkirkan, ia sudah tidak lagi membutuhkan wanita itu. Dengan tiba-tiba sang Kaisar berdiri, mengambil pedang kerajaan dan mengarahkannya ke leher Mei Qing. Gadis itu ternganga.
“Istri mantan Putera Mahkota, sungguh lancang kau berani melecehkan Kaisar! Pula tidak setia terhadap suami! Perbuatanmu ini mencemarkan nama baik kekaisaran! Kau harus dihukum mati!”
Tubuh Mei Qing gemetaran. “Kau kau mau menghukum mati a aku???...” Ia menggertakkan giginya, berseru penuh amarah, “Kau berniat menghilangkan bukti! Bukti keterlibatanku dalam strategi kotormu!...”
“Pengawal, cepat seret dia dan hukum gantung!”
Mei Qing meronta-ronta saat para pengawal hendak menyeretnya. “Aku akan membocorkannya bahwa”
Gadis itu tidak mampu lagi melanjutkan kata-katanya; Ming Shi telah melilitkan seutas kain sutera panjang ke leher Mei Qing, secepat kilat mencekiknya.
Setelah memastikan Mei Qing sudah tidak bernyawa lagi, Ming Shi melempar jasad wanita itu dengan kasar ke arah para pengawal. “Gantung dia di halaman istana dan umumkan kalau dia dihukum mati dengan alasan hendak melecehkan nama baik Kaisar.”
Pandangannya tertumbuk ke arah Kasim Huan. Sang kasim kepala tengah merepet ke tembok, sekujur tubuhnya gemetaran hebat bahkan bulir-bulir keringat dingin membasahi wajahnya. Ming Shi mendelik ke arahnya sekilas seakan memberi tanda peringatan, kemudian melangkah pergi.
***
“Yang Mulia, Negeri Tse-Kuan mengirimkan duta besarnya kemari,” Sekretaris Li melapor. “Beliau mengajukan penawaran dagang dan ekspor impor dalam bidang hasil laut”
Ming Shi berpikir sejenak. “Tidak layak benar kita harus membeli dari mereka. Mereka harus memberi secara cuma-cuma kepada kita, karena” Kilat kelaparan terpancar dari bola matanya saat ia meneruskan, “Kita akan menaklukkan mereka.”
Sekretaris Li tercegang, “Yang Mulia maksud Anda?!”
“Tentu saja kita akan mengerahkan pasukan menyerang mereka!”
“Tapi Yang Mulia, bukankah hubungan kita dengan Tse-Kuan sangat baik? Mereka bahkan telah banyak membantu kita”
“Kita pun telah banyak membantu mereka. Tidak ada yang benar dan salah dalam dunia politik,” Ming Shi berujar kalem. “Cepat keluarkan perintah, serang Negara Tse-Kuan sekarang juga!”
Sejak saat itu, Politik “Ekspansi Delapan Penjuru” merambah luas ke seluruh dunia.
***
“Politik Ekspansi Delapan Penjuru” yang didekritkan Kaisar Wen Xing Han Ming Shi membawa dampak yang sangat besar pengaruhnya bagi dunia. Hanya dalam kurun tiga tahun, negara Han telah berhasil menaklukkan sembilan negara besar dan menguasai tiga perempat dunia. Bala tentara Han bergerak sangat cepat pula tak terdeteksi, dan saat negara-negara korban mereka masih menganggap Han sebagai mitra kerjasama yang baik, prajurit Han dalam skala raksasa telah muncul di depan istana mereka. Kebanyakan negara kalah telak dalam segi strategi perang, kecakapan tentara dan teknologi senjata. Namun ada beberapa negara tertentu yang harus dilawan dengan taktik lain, misalnya negara Tukhestan yang terlindung oleh gunung-gunung raksasa, tebing-tebing curam dan padang pasir tandus yang mematikan keadaan tersebut amat menyulitkan tentara bila harus menyerang langsung ke sana. Maka Ming Shi menetapkan “Taktik Penguncian” - menutup jalur penyaluran sandang pangan yang dibutuhkan Tukhestan dari negeri lainnya. Lima bulan kemudian, Raja Tukhestan secara resmi mengumumkan mengakui Kaisar Han Wen Xing sebagai kepala negara baru mereka.
Jadi sekarang, hanya tinggal empat negara yang belum berhasil dikuasai oleh Han. Yeong-Shan karena posisinya terletak paling jauh, Khanate karena bangsa tersebut terlalu barbar dan semrawut, Qi karena negara itu terlalu tertutup dan terisolir pula rakyatnya dikenal memiliki tenaga spiritual yang aneh sehingga prajurit Han sudah keder sebelum berperang, takut “disantet”. Mengenai Ming, negara itu terkenal dengan kekompakan para raja vassal yang amat setia kepada negara, yang menyebabkan pertahanan negara menjadi sangat tangguh dan sulit ditembus.
Tapi kemudian, terdengar desas-desus keretakan dalam politik kekaisaran Ming. Kaisar Ming wafat, digantikan oleh puteranya yang baru berusia tujuh belas tahun. Sang Kaisar baru polos dan lugu, dan dibenci oleh beberapa pejabat istana. Banyak dari mereka diam-diam menyusun siasat untuk menjatuhkan sang Kaisar. Mengetahui semua ini, hati Ming Shi bersorak gembira. Ia segera mengirimkan mata-matanya ke para vassal pemberontak itu, mengobarkan api provokasi di antara mereka, yang pada akhirnya membuat mereka berseru tidak akan bersedia taat pada Kaisar mereka. Ming Shi tertawa. Ia yakin, tidak sampai seminggu Ming akan jatuh dalam genggamannya.
Tetapi ironisnya, rakyat Ming tidak menyadari negeri mereka telah berada di ambang kehancuran. Mereka masih tertawa bahagia, para anak muda bahkan menenggelamkan diri ke dalam pesta-pesta yang memabukkan. Di Paviliun Miao Yuan, pesta diadakan siang dan malam. Siang untuk anak-anak muda yang belum bekerja ataupun pengangguran, malam untuk para tua-tua keladi yang masih haus akan hiburan. Salah satu pelanggan setia Paviliun Miao Yuan adalah seorang pemuda awal dua puluhan bernama Sun He Xian. Ia datang boleh dibilang setiap hari. Sun He Xian adalah seorang pemuda yang periang, bebas dan selalu seenaknya sendiri. Ia pandai menikmati waktunya untuk bersenang-senang. Biasanya yang ia kerjakan di Miao Yuan adalah bernyanyi, menari, bersyair, pula membicarakan banyak tema yang suka diangkat orang dalam obrolan. Banyak orang salut akan wawasan dan cara berpikirnya yang dianggap dalam namun menginspirasi. Yang terakhir ini sangat aneh
He Xian memang teramat sering melewati dan memandang Istana Chang Le, namun sama sekali tidak pernah terbayang olehnya ia akan mendapat kesempatan memasukinya. Ia memang selalu penasaran dengan bagian dalamnya. Betapa tercegangnya ia saat menyaksikan kemegahan istana bagian dalam masih melebihi luarnya. Dan sebentar lagi, ia akan menemui sang pemilik istana megah ini. Sang Kaisar Negara Ming. Seorang kasim datang menghampiri. "Tuan-tuan, silakan. Hamba akan mengantar ke Aula Utama." Perdana Menteri menepuk pundak He Xian. "Tenang sajalah, jangan gugup begitu." "Aku tidak gugup kok!" He Xian cepat-cepat menukas. Padahal hatinya berkata sebaliknya. Mereka mengikuti si kasim penunjuk jalan membawa ke aula di mana para pembesar lainnya telah berada. Tiba di sana, He Xian lebih keder lagi. Bukan karena ia mendapatkan para pembesar kerajaan - yang padahal selama ini
Mereka telah sampai ke taman Istana Belakang yang sangat luas. Jenderal Wei membacakan titah Kaisar Han yang menentukan akan dibawa ke mana mereka, dan nasib apa yang akan menimpa mereka selanjutnya. Begitu dekrit dibacakan sampai Puteri Yan Xu, Ibu Suri kontan menjerit. "Puteri Ming Yan Xu, akan diangkat menjadi selir Perdana Menteri Kang." "TIDAK!!!" Ibu Suri meraung histeris, ia kini sibuk menyembah-nyembah. "Ampunilah Puteriku, dia baru lima belas tahun! Kalian boleh membunuhku, tapi jangan ambil puteriku!..." Jenderal Wei tidak mempedulikannya, "Mengenai Perdana Menteri Zhan..." Ibu Suri kini merangkak sampai tepat di bawah lutut Jenderal Wei, "Tuan Kami mohon kemurahan hati kalian, kami mohon..." "Diam kau, nenek tua! Bukan kau yang berkuasa lagi di sini!" Jenderal Wei menendang Ibu Suri, menyebabkan ia
"Apa katamu?! Bisa-bisanya kalian malah membunuhnya!" Ming Shi tampak amat murka, Jenderal Wei yang ketakutan cepat-cepat berlutut meminta pengampunan, "Beribu maaf saya haturkan atas kesalahan saya, Yang Mulia, namun ini bukanlah hal yang kami sengajai. Semua ini terjadi karena kekacauan yang ditimbulkan seorang pemuda..." "Lantas, apa hanya karena seorang pemuda kalian jadi boleh melanggar perintahku seenaknya?! Kau tahu, bagitu inginnya aku bertemu dengan Perdana Menteri Zhan. Ia adalah Perdana Menteri legendaris, dengan adanya dia di sini akan sangat membantu kemajuan negeri kita!" "Saya sangat menyesal..." "Menyesal saja tidak cukup untuk menebus kesalahanmu. Satu-satunya yang bisa menebusnya hanyalah dengan nyawamu!" "Saya..." Tapi belum sempat Jenderal Wei melanjutkan kalimatnya, Sekretaris Li tiba-tiba maju dan berlut
"Yang Mulia, kami telah membawa Sun He Xian kemari." He Xian kini telah sampai ke ruang pribadi di mana Kaisar Han berada. Dengan pandang penuh kebencian ia mengarahkan tatapannya ke sang Kaisar. Betapa terkejutnya ia ketika menemukan sang Kaisar sangat bertolak belakang dengan bayangannya tentang kaisar kejam dan mengerikan yang sangar; pemuda ini sangat tampan rupawan, mimik wajahnya pula amat ramah, dan saat ia membuka mulut berbicara, suaranya terdengar sangat lembut. "Selamat datang di istana kami, Tuan Sun, dan mohon maafkan kami bila Anda diperlakukan sangat buruk. Terjadi kesalahpahaman karena Anda dulunya adalah pejabat negeri Ming. Namun Anda boleh yakin kami tidak akan mengulangi kesalahan yang sama." He Xian menangkap sekilas kilatan aneh dalam bola mata sang Kaisar. "Kaisar Han, saya adalah pejabat musuh. Membiarkan saya hidup hanya akan me
Setelah berpikir semalaman, He Xian siap melaporkan keputusannya pada Ming Shi. “Saya berterima kasih atas penghargaan Yang Mulia terhadap saya. Saya bersedia menjabat Menteri Teras Kiri... ” Pemuda itu berhenti sejenak. “... namun dengan satu syarat.” Aula langsung gaduh. Beberapa pejabat memprotes keras He Xian yang mereka anggap sudah kelewatan. Ming Shi mengangkat tangan, membuat mereka terdiam. “Silakan Tuan Sun katakan apa syarat Anda. Aku akan mempertimbangkan.” “Saya minta Yang Mulia tidak menghukum mati mantan junjungan saya, Kaisar Ming, serta kolega-kolega pejabat Ming.” Aula kembali gaduh, lebih dari pada sebelumnya. Ming Shi terdiam sejenak. “Baiklah,” katanya akhirnya. “Toh, pada dasarnya aku memang tidak berniat menghukum mati mereka. Sekarang juga aku akan menyuruh pengadilan
Yan Cheng dan He Xian datang tepat pada waktunya. “Apa yang kaulakukan, orang gila keparat?! Lepaskan adikku, atau kubunuh kau!” Yan Cheng berteriak marah. Perdana Menteri Kang tampak beringas, “Hah! Kaukira siapa kau berani memerintahku! Kau hanyalah kaisar yang telah kehilangan kekuasaan! Kalian orang-orang Ming hanyalah para pecundang yang sudah kalah, yang hidup matinya tergantung dari belas kasihanku, dan karenanya harus tunduk padaku!” “Perdana Menteri Kang, hentikan! Atau aku akan melaporkan pada Baginda!” He Xian ikut berseru. “Hah, silakan saja! Aku tak takut! Kaisarpun tidak berani seenaknya terhadapku!” “Betulkah demikian, Kang Qin Song?” Suara itu membuat jantung Perdana Menteri Kang berdegup kencang. Ia mengangkat kepalanya, dan tampaklah Ming Shi berdiri tepat di hadapannya.
Sementara para tentara bersantai dan mengistirahatkan tenaga mereka, He Xian membentangkan peta Chang, mempelajarinya. Ia tidak tahu banyak tentang Chang. Yang diketahuinya hanyalah, negara itu mempunyai budaya dan kesenian yang sangat indah. Seni tari dan seni musik mereka, terutama yang berhubungan erat dengan mistik dan religi, keindahannya tak dapat diungkap dengan kata-kata. Dan rakyat Chang telah berhasil mempertahankan budaya itu selama ribuan tahun. Keindahan seni budaya itulah yang banyak menarik turis dari negeri lain untuk datang ke Chang. He Xian sendiri bahkan berniat untuk menyaksikan tarian Chang yang termashyur itu, tentu saja ketika ia berhasil menyelesaikan tugas! Namun selain keindahan seni budayanya, He Xian tidak tahu apa-apa lagi tentang negara itu. Karena itulah sekarang ia tengah mencari daerah-daerah strategis di Chang yang bisa ia jadikan basis penyerangan. Dari peta, ia berhasil mendapatkan beberapa, namun me