Share

Bab 4 Dunia Malam untuk Nico

"Nico, ayo kita ke club!" ajak Rendy.

"Ke club?" Nico menggeleng, "tidak, aku mau pulang sa ...."

"Ayolah! Yang lain juga ikut, kok!" paksa Rendy, "kapan lagi kita senang-senang?"

"Tapi ... di sana bukannya tempat yang tidak baik."

"Rendy melongo memandang Nico lalu tawanya meledak. "Tentu saja tidak! Club hanya tempat bersenang-senang. Apanya yang tidak baik?"

Nico hanya diam. Di pikirannya, club malam tak lain adalah tempat untuk mabuk-mabukkan sambil berjogeg dan menurutnya itu adalah hal yang negatif. Sebagai pria yang dididik sedemikian rupa, tentu nalurinya menolak ajakan Rendy.

"Ayolah!" bujuk Rendi, "Kau sepertinya belum pernah main ke club. Bagaimana kalau kau mencobanya sekali?"

"Aku ...."

Rendi langsung menarik tangan Nico. "Jangan terlalu lama berpikir, nanti kita ketinggalan sama yang lain!"

Akhirnya, Nico terpaksa mengikuti ajakan Rendy. Walaupun ia menganggap club adalah tempat tak baik namun sejujurnya ia juga penasaran tempat seperti apa di sana. Benarkah di sana tempat untuk mabuk-mabukkan?

Musik dari disk jockey terdengar begitu menggelegar ketika Nico dan lainnya memasuki club malam. Lampu disco berwarna-warni menerangi ruangan itu. Nico mengikuti karyawan lainnya, duduk di sofa dan mulai memesan minuman.

Nico melemparkan pandangannya ke segala arah. Ada begitu banyak wanita-wanita cantik dengan gaya pakaian yang minim, meliuk begitu menggoda.

"Ayo kita joget!" seru seseorang.

Rendy menarik Nico namun Nico menolak dan memilih untuk duduk di sofa bersama para karyawati yang lebih memilih untuk minum. Sementara Rendy dan beberapa karyawan lainnya dengan semangat menuju ke panggung dan berjoget dengan heboh di sana.

"Hai Nico ...," sapa seseorang karyawati, kamu sudah punya pacar belum?" tanyanya.

"Astaga ... pertanyaanmu itu loh, Via!" Lalu semuanya tertawa.

Nico menunduk malu dengan salah tingkah. "Belum ...."

"Kenalin dong, namaku Rachel," kata gadis bernama Rachel itu sambil mengulurkan tangannya.

Dengan canggung Nico menjabat tangan Rachel. "Salam kenal, Rachel," balasnya.

"Kenalin juga, temanku!" kata Rachel, "namanya Marintan dan yang ini Via."

"Hai, aku Nico," kata Nico sambil mengulurkan tangannya ke arah gadis-gadis itu.

Kedua gadis itu menjabat tangan Nico secara bergantian.

Nico menoleh ke arah Marintan. Gadis itu memiliki paras yang amat ayu dengan rambut panjang yang dicat berwarna coklat gelap.

"Panggil aku intan saja," kata gadis bernama Marintan itu.

Nico mengangguk.

"Nico, sebelumnya kamu bekerja di perusahaan apa?" celetuk Via.

"Sebelumnya aku bekerja di digital marketing untuk produk kesehatan."

"Oh, begitu ...," gumam Via. "Minum dong! Kamu haus, kan?"

"Ah, tidak ...," tolak Nico sambil menggeleng.

Rachel lalu mengambil segelas minuman berwarna merah dan menyodorkannya ke Nico. "Ayo, diminum! Ini pertama kalinya kau main ke club, kan? Rugi kalau tidak minum!"

Nico ragu-ragu mengambil gelas minuman itu namun ia tetap mengambilnya. Ia mengendus sekali minuman itu, tercium jelas aroma alkoholnya namun ia juga penasaran seperti apa rasanya.

Namun, sebelum ia menenguk minuman itu, tiba-tiba seseorang duduk di samping Nico dan tangan mungilnya merebut gelas minuman itu dan langsung menenguk isinya. Nico mendelik saat melihat Jessica yang duduk di sampingnya, menenguk habis minuman itu.

Jessica, kamu ke mana saja?" seru Rachel setelah Jessica menaruh gelas itu di meja.

"Tadi aku bertemu klien dengan Pak Arya," sahut Jessica.

"Oh ...." Tampak Rachel dan yang lainnya menyunggingkan senyum mereka ke karyawati lainnya, semacam memberi kode satu sama lain.

Jessica menoleh ke arah Nico. "Kenapa? Kau mau juga?" katanya pada pria itu, "kau tidak cocok dengan minuman seperti itu."

Jessica lalu mengangkat tangannya ke arah pelayan lalu pelayan itu segera menghampirinya. "Segelas Blue Ocean, katanya pada pelayan itu. Pelayan itu mengangguk lalu berlalu.

Nico memilih patuh dan duduk diam mendengar para gadis-gadis bercerita. Entah berapa jam sudah berlalu namun Nico mulai tak nyaman berada di sana. Musik disco yang menggelegar ditambah dengan lampu berwarna-warni yang berkedip-kedip membuat kepalanya pusing.

"Aku ... pulang dulu ...."

"Kau sudah mau pulang?" tanya Rachel, "kita belum lama di sini."

Nico melihat jam tangannya, sudah jam sebelas malam lebih dan besok ia harus mulai mengerjakan tugas pertamanya. "Aku harus istirahat ...."

"Kau pulang sendiri?" tanya Rachel.

"Iya, tidak apa-apa. Aku bisa naik bis atau taksi."

"Sekitar sini tidak ada bis dan taksi juga sudah jarang lewat," kata Rachel, "tunggu Rendy saja!"

"Biar aku yang antar pulang!" kata Jessica, "aku juga sudah mau pulang, kok."

Nico menoleh ke arah Jessica dan wanita itu tengah tersenyum padanya. "Aku bawa mobil, kok," kata wanita itu, di mana rumahmu?"

***

Nico mengikuti langkah Jessica menuju parkiran. Wanita itu memainkan kunci mobilnya di jari telunjuknya. Begitu wanita itu memasuki mobil, Nico juga ikut masuk dan duduk di samping Jessica.

"Jangan lupa pasang sett belt-nya!" kata Jessica memperingati sambil tersenyum pada Nico.

Nico lalu cepat-cepat mengenakan sabuk pengamannya dengan gerakan yang sangat kikuk dan Jessica mulai menyalakan mesin mobilnya. Mobil itu pun melaju begitu perlahan saat keluar dari area parkiran.

Tubuh dan tatapan Nico menegang saat Jessica mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang luar biasa. Sesekali ia melirik ngeri ke arah Jessica yang tampak santai menyetir mobilnya yang melaju bak kesetanan.

"Apa kau selalu mengemudi seperti ini?" tanya Nico.

"Kau bilang apa?" Jessica malah bertanya balik dengan setengah teriak dan terus mengemudi mobilnya.

Akhirnya, mobil berhenti tepat di gedung apartemen tempat Nico tinggal. Nico melepas sabuk pengamannya dengan perasaan lega, ia merasa beruntung karena nyawanya belum melayang. Nico keluar dari mobil Jessica dengan sempoyongan karena kepalanya pusing.

"Kau baik-baik saja?" tanya Jessica ketika ia menurunkan kaca mobilnya untuk melihat Nico.

"Ya, agak pusing sedikit," jawab Nico sambil memegang pelipisnya.

Jessica malah tersenyum dengan manis. "Kalau begitu, good nite dan sampai jumpa besok!" pungkasnya.

"Nite," balas Nico.

Tidak lama kemudian Jessica melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Nico hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan wanita cantik itu lalu dengan agak terhuyung-huyung ia berjalan masuk ke gedung apartemen sederhana.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status