Kannaya mengusap air matanya setelah kepergian Dean. Dia masih terisak pelan beberapa kali lalu menatap sekitar apartemen yang kosong. Meninggalkan bekas aroma asap rokok yang dipakai oleh pria itu tadi.
"Dia hanya terbawa-bawa tentang kesan malam pertama tadi. Aku bisa memastikan kalau itu hanya kata-kata iseng. Mana mungkin Mas Dian mau dengan seorang gadis biasa sepertiku. Sebaiknya aku tidak usah terlalu banyak bermimpi, ini semua tidak mungkin." Kannaya memegang kepalanya yang terasa pusing lalu duduk di sofa itu.Semangatnya untuk pergi ke kampus seolah redup karena dia harus mendapatkan kenyataan itu."Aku tidak bisa jika seperti ini, aku yakin dia akan membenciku nanti. Sebaiknya aku mulai melakukan sesuatu yang bisa dibencinya. Dia sangat tidak suka ada mahasiswa yang tidak masuk ke dalam kelasnya, dengan aku yang tidak masuk maka dia tidak akan suka denganku."Merenung di sofa yang ada di ruangan itu, Kannaya menetralkan jantungnya lebih dulu baru kemudian dia melangkah ke arah atas dan mengambil tas kuliahnya. Dia memang akan tetap kuliah tapi dia tidak akan masuk kelas yang diajar oleh Dean."Terserah dia mau marah atau tidak, aku hanya melakukan semuanya dengan sesuai kemampuanku. Dia kira menjadi istrinya sangat mudah? Aku tidak siap! Dia bisa saja menghancurkan aku dengan segala peraturannya. Menjadi istri berkedok pembantu saja sudah kulakukan dengan susah payah. Menikah denganmu dan tetap menjadi istrinya adalah sebuah kehancuran."Kannaya terisak lagi, namun kali ini dia sambil turun dan mengusap air matanya pelan. Dia tampak terisak kecil, terlihat sangat rapuh tapi dia harus memperkuat dirinya sendiri. Dia tidak bisa kalau harus mengandalkan orang lain karena seumur hidupnya dia hanya berjuang untuk dirinya sendiri.Menuruni apartemen, Kannaya melihat jadwal pelajaran lagi sebelum pergi. Dia tampak menatap jadwal pria itu yang akan masuk pertama kali hingga dia memutuskan untuk tidak datang ke universitas dan malah menuju ke tempat dimana dia dan temannya membuka usaha sebelum nanti dia datang ke universitas.***Dean menatap seluruh mahasiswa yang ada dikelasnya, semuanya lengkap, tanpa satu orang yaitu Kannaya alias istrinya. Dia meletakkan tasnya sementara semua mahasiswa yang ada di sana sudah diam dan tidak berani bicara apapun. Selama ini diam selalu dikenal sebagai dosen killer makanya mereka tak berani memancing amarahnya."Ada yang tahu kemana Kannaya?" tanyanya datar membuat para mahasiswa yang ada disana mulai melihat ke arah bangku yang kosong tempat Kannaya selalu duduk."Tidak tahu, Mister. Tidak ada yang tahu ke mana dia dan tidak ada pesan apapun yang diberikan pada kami kalau dia tidak masuk," jawab seorang mahasiswa membuat Dean menghela napas.Mereka semua tahu tentang masalah yang dialami Dean dan Kannaya. Sehingga mereka tahu kalau tidak datangnya ada di situ akan membuat masalah besar yang terjadi. Mereka hanya bisa berharap semoga Kannaya baik-baik saja."Aku tahu, dia pasti merajuk padaku makanya dia tidak masuk. Biarkan saja, dia pantas untuk menyembuhkan sebentar saja hatinya, aku yakin besok dia pasti akan baik-baik saja." Dean menghela napas dan duduk.Dia tahu kalau apa yang dia lakukan cukup mendadak. Kannaya yang dia tahu cukup membencinya atas semua yang sudah terjadi tentu saja tidak mengharapkan semua ini. Selama tiga bulan dia melihat sifat Gadis itu tidak berubah dan tidak ada mengaguminya sama sekali, tentu saja itu membuatnya tertarik dan ingin tahu lebih dalam bagaimana seorang Kannaya bersikap dan berpendirian."Keluarkan tugas kalian yang saya berikan semalam. Masing-masing satu orang maju ke depan untuk mempresentasikannya."Pelajaran hari itu berlangsung tanpa ada Kannaya yang dia perhatikan karena Gadis itu benar-benar tidak masuk sampai habis kelasnya. Ketika jam pelajaran berakhir dan mahasiswa diberikan waktu sekitar setengah jam untuk beristirahat dan mempelajari materi selanjutnya, Dean berjalan ke arah taman untuk menyendiri dan melihat sosok wanita yang sedang duduk sambil makan di sana."Kannaya ..." gumamnya dengan alis terangkat. "Ternyata Gadis itu ada di sini sejak tadi dan benar-benar sengaja tidak masuk. Aku tidak tahu apakah kamu mulai menghindariku sekarang?" batinnya menambahkan.Dia sudah akan berjalan mendekati Gadis itu tapi seperti menahan langkahnya. Kannaya sedang makan dan dia tidak mau membuat gadis itu malah kehilangan selera. Dia memutuskan untuk membuka sebuah aplikasi kantin, memesan beberapa makanan dan melangkah ke arah meja yang ada disana.Kannaya menatap ke arah depannya dan dia menghela napas. Dia sudah selesai makan tapi tiba-tiba ada seorang mahasiswa yang mengantarkan makanan padanya."Jack? Apa ini?" Kannaya menatapnya tak paham membuat Jack tersenyum."Makanlah, kamu biasanya sangat suka cake red Velvet. Jadi ketika melihatmu sedih, aku berinisiatif untuk memberikannya." Jack tersenyum dan menatapnya yang sudah balas tersenyum."Terima-"Ucapan Kannaya terhenti ketika sebuah tangan mengambil red Velvet itu dari tangannya dan membuangnya ke tanah."Apa yang kamu lakukan-" Kannaya kembali berhenti bicara ketika melihat siapa yang ada di sebelahnya."Mister Dean." Jack tersenyum sopan padanya sementara Dean menatapnya dengan tatapan tajam dan datar."Kau tidak perlu bersifat terlalu manis pada istri orang. Kau tidak perlu melakukan hal-hal kecil yang tidak berarti ini padanya. Kau tidak usah terlalu sibuk memberikannya perhatian. Kannaya Richard Agnajaya tidak membutuhkan semua itu. Kau tahu?" tekan Dean menatap Jack yang wajahnya langsung berubah.Kannaya tak mengatakan apapun, dia hanya menatap ke arah Jack dengan tatapan tidak enak karena pria itu berniat baik untuk menghiburnya yang sedang malas. Dean saja yang sok akrab dan mengatakan semua itu."Anda salah paham, saya dan Kannaya hanya berteman saja." Jack membela diri.Dia tidak terima, sebelum Dean dia duluan yang mengenal Kannaya. Ucapan itu membuat wajah Dean gelap, dia memegang tangan Kannaya dan menariknya hingga berdiri di sebelahnya dengan tatapan mulai kesal.Namun untuk membantah dia tidak berani. Kadang-kadang Dean mau bersikap menjadi seorang yang sangat protektif."Tidak ada pertemanan antara laki-laki dan perempuan yang berakhir dengan baik, aku tidak akan mengizinkanmu menyukai istriku!" Dean menekan setiap kata-katanya hingga keringat mulai jatuh di dahi Jack. "Jangan mengira aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, usiaku tidak untuk bermain-main dengan pria ingusan sepertimu!"Tanpa menunggu jawaban Jack Dean langsung berjalan membawa Kannaya yang ditariknya. Kannaya menghela napas pelan lalu menatap jalanan yang dia ketahui akan kemana. Dan benar saja, dalam sekejap dia sudah masuk ke dalam ruangan pribadi khusus milik Dean dan terduduk di kursi pria itu sebelum Dean berbalik usai mengunci pintu."Mas mau apa?" tanya Kannaya panik.Dean tampak tersenyum santai lalu memagut bibir istrinya itu dengan lembut dan sontak membuat tubuh Kannaya menegang."Jangan pernah dekati Jack!" tegasnya di sela ciuman yang semakin dalam dia lakukan.Kannaya merasakan Dejavu akibat apa yang dilakukan oleh Dean saat ini. Dia merapatkan bibirnya sementara Dean sudah tahu kalau wanita ini akan menolak. Dia mengasak tubuh Kannaya hingga menghimpitnya."Buka mulutmu, Sayang ..." geramnya menahan gairahnya yang mulai naik.Kannaya menggeleng, masih merapatkan bibirnya hingga Dean melepaskan ciumannya dan menatap wajah Kannaya berkeringat dan terlihat begitu menggemaskan.Dean tampak tersenyum, mengungkungnya separuh menunduk dan menatap wajah Kannaya yang berusaha untuk menjauh sebisa mungkin walaupun tubuhnya sudah mentok di sandaran kursi pria itu.Tangan Dean terangkat dan mengusap wajahnya dengan lembut. Hal itu membuatnya Kannaya jantungan, tak menyangka kalau Dean akan melakukan ini lagi padanya."Kenapa kamu tidak masuk ke kelas dan malah ada di taman?" tanya Dean membuat Kannaya tak mau menjawab. "Kenapa tidak menjawab? Apakah karena kucium tadi sudah menghilangkan suaramu?" tanyanya lagi tapi Kannaya tak mau bicara.Dia tak mau
Kannaya tak menjawab, dia berusaha untuk memikirkan cara yang mungkin bisa berguna. Pria ini harus dikasari supaya dia tahu kalau apa yang dia mau tidak semudah itu. Tetapi ketika dia sedang berpikir, Dean malah membuka jasnya masih sambil mencium bibir Kannaya. Dia melepaskan kancing kemejanya membuat Kannaya membulatkan matanya."Mas mau apa?" tanya Kannaya susah payah diantara ciumannya yang belum usai."Apalagi?" Dean terengah pelan dan menatap mata Kannaya dengan tatapan penuh nafsu. "Aku akan memberikan hukuman karena kamu tidak masuk ke kelasku, tidak menjawab pertanyaanku dan tidak menjawab penawaranku, kamu hanya diam saja. Maka dari itu aku akan menghukummu sekarang," ujarnya lalu menekan sandaran kursinya hingga menjadi lurus untuk telentang.Setelahnya dia mendorong Kannaya, lalu menaiki tubuh gadis itu dan menatap wajahnya dengan serius sebelum memagut bibirnya lagi. Kannaya memberontak tak senang, mau sampai kapanpun dia tidak akan mau mengulang malam itu lagi."Apa yang
Kannaya terengah, mendesah di bawah kungkungan suaminya yang menghujamnya dengan penuh nafsu dan semangat. Tangan pria itu tak tinggal diam, ikut meremas buah dadanya dengan gerakan yang masih naik turun. Dia menatap wajah istrinya yang tampak terengah menahan kenikmatan hingga senyumannya terlihat diantara wajahnya yang menampilkan kepuasan."Ah ... Ah ... Mas," desah Kannaya seraya memegang sisi kanan kirinya yang merupakan pinggiran kursi yang dia tiduri.Sementara pria itu malah makin terpacu semangatnya ketika dia mendengar Kannaya memanggilnya dengan balutan desahan yang mendominasi bibir seksinya yang terbuka itu."Kamu itu nikmat, ini nikmat, Sayang. Kamu rasakan, bukan?" ujar Dean dengan suaranya yang serak.Kannaya tak bisa berpikir jernih, dia hanya menganggukkan kepalanya seolah setuju dengan apa yang dikatakan Dean. Pria itu tampak tersenyum lagi, seraya meremas buah dada Kannaya hingga tubuh gadisnya itu menggelinjang dibawah kuasanya."Ah! Emmhh ..." Kannaya melepaskan
Kannaya menarik napas panjang dan tak mau melihat Dean yang masih ada di atas tubuhnya, mereka masih menyatu hanya saja sedang menahan diri agar bisa menikmati sisa-sisa pelepasan itu.Setelah beberapa saat, Dean menatap wajah Kannaya yang sudah kelelahan dengan keringatnya yang masih mengalir deras di pelipis."Bagaimana?" tanyanya dengan suara serak dan seksi yang membuat telinga Kannaya merinding. "Aku berhasil memuaskanmu, 'kan, Sayang?" tambahnya lagi dengan jemari yang menelusuri leher Kannaya yang sudah penuh dengan ciumannya.Kannaya menarik napas, menggigit bibirnya karena merasa tidak nyaman dengan milik suaminya yang masih ada di dalam miliknya. Dia menatap wajah Dean yang juga menatapnya hingga dia bisa melihat tatapan penuh pesona dari pria mapan yang ada di atas tubuhnya saat ini."Mas juga sudah puas, 'kan? Kalau begitu kita impas," ujar Kannaya dengan suara lemahnya karena sejak tadi dia sudah berteriak dan mendesah tanpa kendali. "Anggap saja kita sudah saling memuask
Kannaya diam di gendongan Dean, selain karena tubuhnya lemah, tidak etis bila pria ini menciumnya di depan umum. Dean yang melihatnya patuh dengan senyuman menang terlihat menatap sekitarnya dan menemukan seorang satpam yang sudah biasa menyapa Kannaya dengan centil itu di dekat resepsionis dan sedang memperhatikan mereka. Dean tampak menatap tajam wajahnya sebagai peringatan, hingga satpam itu terlihat menatap wajahnya dengan alis berkerut."Terjadi sesuatu dengan Kannaya, Pak? Biar saya saja yang menggendongnya, bukankah dia pembantu anda?" tanya Satpam itu dengan tatapan penuh prihatin.Dia sama sekali tidak mempedulikan tatapan tajam dari Dean dan malah mengajukan dirinya untuk menggendong Kannaya. Dan itu tentu saja membuat emosi memuncak di kepala Dean. Sementara Kannaya, dia lebih mementingkan dirinya karena perutnya yang sakit dan rasa lemah yang menggerogotinya."Sebaiknya kau jaga jaraknya darinya sebelum aku memanggil atasanmu agar kau dipecat!" ujar Dean tajam membuat pr
Kannaya menatapnya yang balas menatap wajahnya. Dia sudah tahu kalau Dean pasti tidak akan terima, maka dari itu dia menunggu kemarahan suaminya.Namun beberapa lama dia menunggu, Dean tak kunjung bersuara melainkan hanya diam dan menyiapkan lagi red Velvet itu padanya. Kemarahan pria ini biasanya meledak-ledak, kalau dia hanya diam artinya dia belum marah."Berhentilah melakukan hal konyol, Mas. Kamu pantas mendapatkan yang lebih dariku," ujar Kannaya tanpa menerima suapan itu padanya. "Hal konyol apa?" Dean menaikkan alisnya tak mengerti. "Memangnya kita melakukan sesuatu yang konyol?""Tentu saja, aku-""Kamu mendesah tadi ketika kita bercinta juga konyol?"Wajah Kannaya memanas mendengarnya, dia tampak menatap wajah pria itu yang sudah menaikkan alisnya, seolah menjadi sebuah hal tak dia pahami. Hal itu membuat Kannaya berhenti bicara dan tak mau membuat masalah apapun. Dia akui kalau dia menikmati percintaan tadi tapi itu bukan berarti kalau hatinya luluh."Makanlah agar kamu seg
Dean tak menjawab ucapan istrinya yang ada di depannya ini. Dia terlihat menatap wajah Kannaya yang mulai memerah. Namun gadis itu tampak menatap wajah suaminya yang sudah tersenyum kecil dan menghela napas sambil menatapnya."Pergilah istirahat kalau Mas memang lelah, mengapa malah menggangguku." Kannaya berkata tak senang membuat Dean tersenyum kecil dan menghela napasnya.Dia melepaskan pelukannya dan bisa melihat ada bekas keringatnya yang menempel di tubuh Kannaya. Gadis itu sudah bergerak menunduk, mengambil lagi kemoceng yang dijatuhkan oleh Dean dan menatap wajahnya tajam."Jangan menggangguku, cepatlah mandi!" Dean tersenyum kecil mendengar perintahnya. "Apakah kamu sedang menjadi seorang istri yang memerintah suamimu?" tanyanya santai sementara Kannaya sudah mendengus."Terserah kamu mau menganggapnya apa. Aku malas berurusan denganmu," ujarnya seraya berjalan pergi dan membersihkan kaca yang menjadi hiasan di salah sisi lemari televisi."Siapkan air mandiku," ujar Dean san
Kannaya menoleh ke arah pintu yang terbuka. Dia mengerutkan dahinya ketika melihat pria yang tak lain adalah Dean. Dia masuk dengan tenang dan menatap datar wajah Kannaya."Mas butuh sesuatu?" tanyanya sambil membuka headset besar yang ada di telinganya.Melihat tatapan Kannaya yang santai bertanya, Dean berkacak pinggang. "Santai sekali kamu bertanya, seolah tidak melakukan sesuatu yang salah," ujarnya membuat Kannaya mengerutkan dahinya."Memangnya apa yang kulakukan?" tanya Kannaya membuat Dean menatap wajahnya serius."Kenapa meninggalkan makanan di meja makan dan kamu masuk kamar? Kenapa tidak makan denganku?" tanyanya membuat Kannaya mengerutkan dahinya."Memangnya biasanya bagaimana? Aku makan sesuai dengan kebiasaan selama ini, 'kan? Mas makan di ruangan makan seorang diri karena tidak mau diganggu dan aku juga tidak mau mengganggu. Jadi apa lagi yang salah?" tanya Kannaya tak mengerti.Kadang-kadang pemikiran pria ini harus diluruskan, dia bisa bersikap seenaknya tanpa memiki