Kiara duduk di depan jendela sambil menatap taman belakang rumah. Bunga-bunga tampak bermekaran menguarkan aroma semerbak, membuat suasana pagi Kiara terasa lebih baik. Matahari mulai mengintip di sela-sela pepohonan membentuk lukisan bayangan tumbuhan di bumi. Pagi ini, Kiara merasa seperti hidup kembali setelah beberapa bulan mengalami mati suri. Ya, hidupnya selama beberapa saat mengalami stagnasi karena hubungannya dengan sang suami yang semakin meruncing. Kiara berharap, perubahan suaminya tak hanya sekadar kamuflase untuk membuatnya tetap stay di rumah ini. "Mama!" Tiba-tiba Cantika sudah berada di belakangnya. Gadis kecil itu masuk dengan membawa segelas susu untuk Kiara. "Lihat, Cantik bawain susu buat dedek bayi!" ujar Cantika antusias. Gadis kecil itu berjalan memutar hingga kini berhadapan dengan Kiara. Senyum teduh Kiara berikan pada putri sambungnya itu. Keharuan menyeruak di dalam dada saat Cantika menyodorkan segelas susu ibu hamil untuknya."Diminum ya, Ma! Kata Pa
"Ha ha ha, dia pikir karena punya kuasa dia bisa berbuat seperti ini padaku? Samudra, tunggu saja, kamu akan bertekuk lutut padaku," ujar Melisa.Wanita yang berprofesi sebagai model itu tampak tersenyum bengis. Tatapannya menerawang ke depan sembari terus tertawa seolah-olah apa yang dilakukan sesuatu yang sangat membahagiakan. "Sam-sam, kamu mau main-main sama aku?" Kekeh Melisa sembari memainkan kukunya yang dicat merah. Saat ini, wanita itu berada di atas angin karena merasa telah menang melawan Samudra. Dia merasa Samudra pasti akan memohon-mohon padanya. Namun satu hal yang tidak pernah dia sadari bahwa media tetap akan berpihak pada siapapun yang mampu membayar mahal. Ya, itulah realistas sekarang."Melisa! Apa yang sudah kamu lakukan? Di luar sana banyak media yang berkumpul menantimu keluar!" Tiba-tiba manager Melisa datang dengan tatapan panik.Melisa menurunkan kakinya yang semula nangkring di atas meja. Lalu berdiri sembari menatap sang manager dengan tatapan aneh. "Mer
Samudra segera menghubungi orang-orangnya tanpa menghentikan laju kendaraan yang ia kemudikan. Tak lupa juga menghubungi satpam rumah untuk tidak membukakan pagar bagi siapapun yang ingin masuk. Dia benar-benar tak Sudi bertemu dengan wanita yanh telah berani main-main dengannya.Melisa sendiri memilih untuk tidak mengejar Samudra dan menunggu di depan pagar. Dia berpikir bahwa Samudra tidak mungkin tidak pulang. Dengan santai dia kembali masuk mobil dan menunggu sembari menikmati musik kesayangannya. Selang 10 menit, gerombolan pria berpakaian serba hitam datang mengepung mobil merah yang terparkir di samping pagar rumah Samudra. Mereka memaksa Melisa pergi dari sana hingga terlibat percekcokan. Karena wanita itu memaksa untuk tetap menunggu Samudra, akhirnya para pria gagah itu menyeret Melisa keluar dari mobil dan membawanya pergi. Salah seorang mengendarai mobil Melisa dan mengikuti rombongan menuju tempat yang sudah ditentukan. Samudra tersenyum miring menyaksikan hal itu. Kem
Tiara berjalan santai bersama dengan Putri sambungnya sembari terus mengobrol. Sebenarnya mencari siomay hanya alasan Kiara saja untuk menghindari suaminya. Dia hanya masih belum siap terlalu dekat lagi dengan pria itu. Selain karena takut hatinya jatuh ke dalam pesona pria itu dia juga masih belum benar-benar siap untuk memutuskan menjalani kehidupan rumah tangga seperti impiannya dulu. "Mama, itu penjual siomay-nya!" Pekik Cantika kegirangan. Kiara menggenggam tangan mungil Cantika agar berjalan di sampingnya dan aman dari pengendara di jalan raya. Keduanya berjalan santai di trotoar sembari sesekali bergurau sehingga tidak terasa capek. "Iya, ayo kita ke sana!" Kiara tersenyum melihat putri sambungnya begitu bahagia.Setelah sampai di tempat yang dituju, Kiara langsung pesan pada penjual. Sedangkan Cantika mencari tempat duduk tanpa diminta. Gadis kecil itu seolah paham bahwa mamanya akan makan di tempat."Mama, sini!" Cantika melambaikan tangan saat Kiara sudah selesai memesan.
"Dokter, tolong istri saya!" teriak Samudra sembari berlari membawa sang istri memasuki ruang UGD. Sementara Cantika ikut berlari di belakang papanya dengan air mata terus berderai. "Baringkan di sini, Pak!" Seorang perawat menunjukkan sebuah brankar yang sudah tersedia di ruang UGD. "Tolong tunggu di luar, Pak!""Istri saya sedang hamil, Sus! Tolong selamatkan mereka," mohon Samudra dengan mata berkaca-kaca. "Kami akan berusaha, Pak. Bantu dengan do'a, ya." Perawat dengan sabar meminta Samudra untuk keluar. Meskipun enggan meninggalkan istrinya sendiri di dalam tapi pria itu tetap menurut. Ia menggandeng tangan mungil Cantika dan berjalan keluar ruangan. "Papa, Mama sama dedek bayi nggak papa, kan?" Cantika menatap sang papa penuh harap. Ada gurat kesedihan bercampur takut di wajah gadis kecil itu. Samudra meraih tubuh Cantika dan mendudukkan di atas pangkuannya. Memeluk erat tubuh sang buah hati dengan perasaan berkecamuk. Ayah dan anak itu terdiam dengan pikiran masing-masing
Kiara duduk termenung menghadap jendela. Tubuhnya tidak bergerak seperti payung bahkan saat di ruangan itu ada percakapan antara mama mertua dengan suaminya. Sesekali terdengar celoteh riang Cantika. Tatapan mata Kiara tampak kosong. Wajahnya masih sedikit pucat dengan bibir memutih. Tubuhnya juga kurus karena saat hamil susah makan. "Apa tidak sebaiknya kita kabari orang tua Kiara, Sam?" Melinda menatap sang menantu dengan tatapan iba. "Kita butuh persetujuan Kiara, Ma. Aku khawatir Ayah kaget mendengar kabar ini. Beliau baru saja sembuh," jawab Samudra bijak.Pria itu sangat ingin memeluk sang istri dan memberikan motivasi padanya. Namun ia khawatir wanita yang menjadi istrinya itu menolak dan membuat suasana hatinya makin kacau. Melinda duduk di samping Kiara lalu menatap ke arah yang sama dengan menantu tercintanya itu meski sorot matanya tampak berbeda. "Allah tidak membebani hamba-Nya di luar batas kemampuan. Apa yang diberikan pada kita semua itu milik-Nya dan Dia berhak m
Samudra berjalan ke lemari lalu mengambil sesuatu dari sana. Setelahnya dia menunjukkan dua buku berwarna merah dan hijau yang dikeluarkan oleh KUA setempat. "Pernikahan kita sudah resmi, Kiara. Pernikahan kita sudah tercatat di KUA," ujar Samudra.Tiara menatap suaminya dengan tatapan penuh tanya. Kapan pria itu mengurus buku nikah di KUA? Kenapa jadinya tidak tahu? Lalu tanda tangan siapa yang tertera di dalam buku nikah tersebut kalau dirinya saja tidak merasa menandatanganinya? "Itu buku nikah palsu, kan? Tidak sulit bagimu untuk membuatnya." Cara memasang wajah datar. Setelah kehilangan bayinya Tiara sudah bertekad untuk lepas dari keluarga Tri Anggoro. Dia akan bekerja keras setelah ini untuk mengembalikan uang yang digunakan untuk membiayai pengobatan ayahnya. Mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama tapi dia tetap harus berusaha. Baginya bertahan dengan lelaki yang tidak bisa tegas terhadap wanita lain hanya akan membuatnya semakin terluka. "Kamu bisa mengeceknya kalau t
Samudra memilih diam. Niat hati menginap di kantor untuk menenangkan diri, justru kedatangan Vino membuatnya semakin emosi. Mendadak pria berhidung mancung itu teringat kembali kata-kata sang istri. "Tidak, aku tidak akan bercerai apapun alasannya. Kiara, tak bisakah kamu merasakan cintaku yang begitu besar padamu? Apa dendam sudah menutupi kelembutan hatimu, Sayang?" desah Samudra. Beruntung dia gerak cepat mengurus buku nikah saat Kiara di rumah sakit kemarin. Dia sudah memprediksi sebelumnya kalau Kiara akan minta pisah setelah bayi yang dikandung tiada. Untuk itu Samudra segera mengurus buku nikah mereka berbekal surat bukti kalau mereka sudah menikah siri. Terkait tanda tangan Kiara, sebenernya Samudra memintanya di rumah sakit saat kondisi Kiara setengah sadar sehingga dia tidak menolaknya. Bahkan wanita yang sudah membuatnya jatuh cinta sedalam ini tak menanyakan perihal tanda tangan tersebut. Terlebih saat itu bersamaan dengan tanda tangan berkas rumah sakit untuk melalui t