Share

Bab 4

"Hah,, apa pi,,," dengan sedikit tersentak kaget, aku menoleh ke arah Kelvin yang sedang menatapku curiga.

" Mami itu kenapa sih, orang tanya begitu saja sudah kaget. Memang ada yang mami sembunyikan dari papi?" Tatapan tajam Kelvin seolah mau menerkam habis aku.

"Ya papi bikin kaget mami. Tidak tahu apa sekarang ini mami lagi pusing. Distributor skincare sekarang ngasih peraturan baru lagi. Uang harus lunas di awal. Baru distributor bisa kirim barangnya." Sungutku kesal.

Sengaja membuat alasan yang masuk akal. Bukan berbohong, tapi sempat aku baca di grup jualan skincare ku sekilas, bahwa akan ada peraturan baru. Padahal sih itu sama sekali tidak buat aku pusing. Hanya saja itu sebagai alibi untuk menutupi rasa gugup ku.

"Oh, kirain sial kenapa. Ya sudah kalau gitu papi berangkat kerja dulu ya mi? Masalah jualan mami tidak perlu di pikir dalam begitu. Nanti asam lambung mami kambuh kalau terlalu banyak pikiran." Ujar Kelvin seraya berlalu pergi.

Aku melihat chat Jordan, ternyata sudah tidak aktif lagi.

'Ah,, Jordan,,, kenapa isi otakku hanya ada kamu saja sih.'

"[Ayaaank,, jangan marah. Maaf, iya semalam aku sengaja tidak buka hp aku. Suami aku semalam minta tidur di kamar aku. Jangan marah lagi ya ayank]". Aku melanjutkan chat Jordan lagi.

Centang dua warna biru, berarti chat aku sudah di baca. Tidak sabar buat menunggu jawabannya. Tapi apa boleh buat, Jordan sama sekali tidak membalas chat dari aku.

Tanpa ambil pusing, aku alihkan rasa galau ke hal lain. Ya aku sama istri Jordan memiliki profesi yang sama. Bedanya kalau istri Jordan bergerak di bidang fashion, sedangkan aku di kecantikan. Menjual skincare dan alat make-up penunjang kecantikan wanita. Itu kenapa, usiaku yang sudah 38 tahun masih terlihat tampak awet muda seperti umur 25 tahun.

Daripada memikirkan suami orang yang mulai uring-uringan, lebih baik aku lanjut packing pesanan para reseller ku yang sudah tidak sabar untuk segera di kirim paketan skincarenya.

Karena kurir langganan aku libur, jadi mau tidak mau aku harus kirim sendiri ke ekspedisi j*t yang jaraknya lumayan jauh dari rumah.

Saat sedang menunggu resi keluar, aku asyik nonton video di tiktok. Tanpa menyadari ada sepasang mata yang memperhatikan aku.

"Tumben ngantar orderan sendiri. Kurirnya mana?" Suaranya yang sangat familiar membuat aku mendongakkan kepalaku. Aku tertegun, karena pria yang dari tadi menuhin isi otakku sudah ada di depanku.

"Hmmm, lagi libur dia." Jawabku pura-pura cuek.

"Oh gitu. Sendirian saja?" tanyanya lagi dan aku hanya membalas dengan mengangguk saja.

"Keluar bentar ya. Kangen." Bisiknya tepat di telingaku. Aku tertegun sejenak. Kaget dengan ajakannya. Tanpa menjawab, aku langsung berdiri menghampiri mbak kasir yang sudah selesai mencetak resi pesananku.

Aku menoleh sekilas ke arah Jordan.

"Kemana?" Tanyaku kemudian yang membuat senyum Jordan kembali merekah.

"Tunggu sini dulu dah. Aku mau menyelesaikan paketan nyonya dulu." Pungkasnya. Akupun kembali duduk di sebelahnya dan memilih diam tanpa memulai obrolan.

"Yank, udah makan siang belum? Kalau belum kita makan di lalapan Sangkuriang mau?"

"Boleh juga. Kita sama-sama naik motor kan?" Kataku buat memastikan kalau aku tidak akan meninggalkan motorku di parkiran j*t.

"Iyalah yank. Disini kan banyak orang yang kenal sama aku. Jaga-jaga saja agar tidak ada hal buruk terjadi." Terangnya kemudian.

"Kok banyak diam sih yank?" Sentuhan tangan Jordan saat bertanya mampu membuatku susah menelan saliva.

" Eee...kan aku bingung mau ngomong apa. Soalnya aku w* tadi aja kamu tidak mau balas. " Susah payah aku bicara dengan lancar agar mampu menutupi gejolak hati yang meronta-ronta bahagia.

" Bukan tidak mau balas. Cuma tidak sempat. Tadi aja hampir ketahuan lho kalau aku pegang hp khusus ini. Dira anakku tiba-tiba muncul begitu saja. Jadi aku sembunyikan di laci kamar belakang. Dari pagi itu aku bantu nyonya packing." Ujarnya sambil mengusap lembut pipiku. Jordan memang selalu menyebut istrinya dengan sebutan nyonya. Istri yang selalu dia keluhkan suka membentak dirinya.

"Owh..." Akupun hanya merespon singkat.

Pesanan makanan sudah datang. Kami pun makan dengan lahap. Sesekali Jordan menyuapi aku.

"Enakan mana suapan aku sama suapan Suamimu?" Celetuk Jordan ketika sudah selesai makan. Aku tertegun dengan pertanyaan Jordan.

" Gak usah bingung. Semalam aku ada di dalam cafe itu bersama pak hendik. Tapi kamu tidak menyadari itu toh? Pastinya tidak akan menyadari itu. Orang lagi asyik sama suami tua. Suami mudanya di abaikan." Sindir Jordan dengan senyum getir.

"Oalah yank, kamu cemburu ya." Godaku kemudian dengan menjawil pipi Jordan.

"Ya jelas aku cemburu melihat tawa kamu yang lepas begitu sama suamimu. Sakit aku yank. Tapi aku sadar, aku tidak ada hak buat marah." Ujarnya dengan suara parau. Jelas sekali aku melihat kesedihan di matanya.

" Hubungan kita hampir jalan 4 bulan. Kita jarang ketemu walaupun tiap hari kita telponan. Jujur yank, rasa cinta aku jauh lebih besar ketimbang rasa aku terhadap istriku sendiri. Kamu prioritas aku saat ini setelah anak-anak." Imbuhnya lagi.

Aku tidak sanggup lagi berkata apapun. Aku makin menundukkan kepala semakin dalam. Gejolak perang bathin terjadi dalam diriku. Di sisi lain aku bahagia. Di sisi lain aku takut. Karena kebahagiaan aku dan Jordan adalah penderitaan Almira dan Kelvin. Tentu yang paling kecewa adalah anak-anak juga.

"Kamu kok diam?" Jordan mengangkat daguku dan mencium lembut bibirku sekilas.

" A,, a,, a,, aku takut pasangan kita tahu hubungan ini mas." Kataku mengungkapkan rasa kekhawatiran yang terjadi di hati ini.

"Selama kita bermain cantik. Semua akan baik-baik saja. Kita ikuti arus kehidupan. Jangan sampai melawan arus." Ucapan Jordan dengan penuh percaya diri. Mau tidak mau aku ikut mengiyakan dan larut dalam dekapan polisi tampanku.

"Yank, aku pingin leluasa peluk dan cium kamu. Next time kita check in ya."

Pertanyaan Jordan mampu membuat tubuhku bergetar hebat saking takutnya. Yaa Tuhan, apa iya aku akan melakukan hal yang tidak semestinya aku lakukan dengan pria lain selain Kelvin?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status