Share

Bab 5. Tidak Takut Ancaman.

Hari minggu adalah hari di mana Kinan libur tugas melayani Nyonya Rose. Jadi hari ini, dia tidak harus memakai seragam kerja. 

Tapi meskipun begitu, dia masih sesekali mengecek keadaan Nyonya Rose di kamarnya, sambil menanyakan sesuatu yang mungkin dibutuhkan oleh wanita itu. 

Namun, Nyonya Rose mengatakan, hari ini Kinan beristirahat saja, agar besok bisa memulai kerja kembali dengan tubuh yang bugar.

Meskipun hari ini ia bebas pergi kemanapun, ia memilih untuk berada di rumah saja. Ia gunakan waktunya untuk bersih-bersih kamar dan mencuci pakaian.

Lagi pula, ia tidak tahu akan berjalan-jalan ke mana. Apa lagi, ia sudah tidak memiliki kekasih. 

Kinan menghela nafas berat, Kembali dia teringat akan sakit hatinya putus dari sang mantan pacar. Nyeri di dada kembali muncul. 

"Mbak, sini sekalian aku cuciin," tawar Atun saat memasuki ruang laundry, sambil membawa keranjang berisi pakaian kotor. Kinan sudah lebih dahulu berada di tempat itu dengan satu keranjang kecil berisi pakaian-pakaian kotor miliknya selama seminggu.

 

"Nggak usah, Tun. Aku cuci sendiri aja." Di dalam ruangan ada dua mesin cuci besar. Jadinya, kedua wanita itu bisa tidak perlu bergiliran.

"Mbak Kinan, emangnya Mbak ngelakuin apa kok aku sama Bi Imah nggak jadi dipecat?" tanya Atun saat keduanya menunggu cucian mereka.

"Minta bantuan Nyonya Besar. Lagian alasan kalian dipecat itu nggak masuk akal banget. Ada-ada aja itu Tuan Muda Gendeng," ucap Kinan sewot. 

Dia juga masih sangat kesal dengan perbuatan Shaka yang sudah sangat kurang ajar padanya. Tapi, hingga saat ini, Shaka belum berbuat aneh-aneh lagi padanya. Padahal, setiap hari Kinan merasa was-was jika pemuda itu ada di rumah. 

"Eh, Mbak Kinan ... bener kan, Mbak Kinan digodain Tuan Muda Shaka melulu."

 

'Tidak hanya digoda, tetapi sudah dikurang ajari.' Kinan menghembuskan napas kasar.

 "Tuan Muda kamu itu ya, Tun ... orang paling menyebalkan yang pernah aku kenal," sungutnya.

"Memangnya Mbak Kinan sudah pernah diapain sama Tuan Muda?" tanya Atun sambil menyikut pelan lengan Kinan.

Kinan menggeleng. "Pokoknya amit-amit deh, Tun."

"Amit-amit apa imut-imut ya, Mbak," seloroh Atun.

 "Tuan Shaka itu ganteng banget ya, Mbak. Kalau aku cantik dan bukan babu begini, sudah aku tawarin diriku buat jadi pacarnya."

Kinan bergidik. Lelaki macam Shaka adalah lelaki yang tidak mungkin ia impikan untuk menjadi kekasihnya.

Doni, mantan pacarnya, yang terlihat seperti pemuda baik-baik saja ternyata selingkuh di belakangnya. Apa lagi Shaka yang terang-terangan bergonta-ganti wanita, dan tidak tahu caranya menghargai seorang wanita.

 

"Kalau aku, tidak sudi berhubungan dengan laki-laki macam Tuan Muda kamu itu!" ucap Kinan berapi-api. 

"Tuan Muda yang mana?"

 

Kinan dan Atun menoleh ke arah pintu. Wajah keduanya seketika pucat pasi saat melihat sosok Shaka berdiri di ambang pintu. 

Atun yang ketakutan buru-buru menyembunyikan dirinya di balik badan Kinan. Kini hanya Kinan dan Shaka yang saling beradu tatap.

 

"Kalian lagi ngomongin aku?" tanya Shaka seraya menaikkan kedua alis tebalnya.

"Saya enggak, Tuan. Sumpah!" Atun menjawab seraya melongokkan kepala dari balik punggung Kinan. 

Shaka meloloskan seringai jahatnya. Ia menatap Kinan seraya menyipitkan mata. "Kamu ... mau nyari masalah dengan saya, ya? Mentang-mentang dapat perlindungan dari Oma, ngelunjak kamu ya, menjelek-jelekkan saya di belakang."

Kinan memang sedikit punya kuasa melawan Shaka, dikarenakan dirinya selalu mendapat pembelaan dari Nyonya Rose. Jadi, kali ini ia tidak akan gentar dengan intimidasi yang dilakukan Pria itu padanya. 

"Apa tadi? Aku adalah orang paling menyebalkan yang pernah kamu kenal? Terus ... aku amit-amit katamu?" Shaka menyilangkan kedua lengan di depan dada.

Sementara Atun di belakang Kinan mulai komat-kamit membaca doa keselamatan.

 

"Saya hanya mengungkapkan apa yang saya rasakan." Kinan berusaha menjaga intonasi suaranya agar tetap stabil. Tidak bergetar maupun goyah. Dan, ia tidak ingin terlihat takut pada Shaka.

 

"Berani ya kamu melawan kata-kataku? Apa kamu nggak takut ada bahaya yang setiap saat bisa menghampiri kamu?" Shaka melangkahkan kaki masuk ke ruang laundry mendekat ke arah Kinan yang tetap tenang.

"Kamu tahu, Kinan ... aku bisa berbuat lebih dari yang aku lakukan beberapa hari lalu. Saat itu terjadi, kamu akan sangat menyesal berani melawanku."

"Saya bisa jaga diri. Dan selama saya masih punya Tuhan, saya tidak takut dengan ancaman manusia. Meskipun manusia itu merasa dirinya raja sekali pun."

Shaka bertepuk tangan ironis. "Bagus banget ucapan kamu, Kinan," ujarnya seraya meraih segenggam rambut Kinan dan mengendusnya. Seketika Kinan menepis tangan pria itu. Tingkah sang tuan muda semakin aneh saja.

 

"Inget, Kinan ... kamu nggak akan lolos begitu saja," ancam Shaka seraya terkekeh dan melangkah keluar dari ruang laundry. 

Atun menghela napas lega, namun cukup heran saat tadi mendengar pembicaraan antara Kinan dan Shaka. Sepertinya ada sesuatu di antara mereka yang tidak ia ketahui.

 "Apa Tuan Shaka suka sama Mbak Kinan?" tanyanya polos.

"Eh, ngaco kamu, Tun." Kinan mendorong bahu Atun pelan.

"Itu tadi kenapa Tuan Shaka kaya serius banget ngancam Mbak Kinan?" 

"Itu karena aku berani melawan, Tun. Dia merasa harga dirinya sebagai tuan muda keluarga Adiwiguna terinjak-injak. Apa lagi sama seorang pekerja rendahan kaya aku." Jawab Kinan.

Atun mengangguk-angguk. Tapi, setahu dia, selama ini Shaka tidak pernah setegang ini saat berhadapan dengan perempuan. Pasalnya, selama bekerja di rumah ini, banyak perempuan datang mencari Shaka, dari selebritis papan atas, mantan-mantan pacarnya yang rata-rata memiliki kecantikan dan tubuh bak model, Shaka selalu bersikap biasa saja. 

Tetapi, saat tadi melihat tatapan mata sang majikan pada Kinan, Atun merasa ada sesuatu yang disembunyikan di sana. Entah apa pun itu.

Beberapa hari kemudian, begitu pulang dari kantor, Shaka keluar lagi dengan pakaian casual yang cukup rapi.

Dia berencana pergi ke club untuk minum-minum dengan beberapa temannya. Teman sewaktu ia kuliah di Amerika, yang sampai saat ini masih berhubungan baik.

Tentunya, ia tidak meminta izin pada sang nenek karena pasti akan dilarang dan mendapatkan nasihat panjang lebar. Ia pun tidak melihat Kinan di mana-mana. 

Tapi baguslah, jika melihat gadis itu, rasanya ia tidak bisa menahan diri untuk tidak membuat masalah dengannya.

 

Di club, kedua temannya masing-masing membawa wanita-wanita cantik. Sedangkan Shaka hanya datang sendiri. Dia sedang malas berdekatan dengan wanita. Sepertinya, kekesalan pada Kinan mempengaruhi moodnya terhadap wanita. 

"Tumben nggak bawa cewek?" ucap Aldi pada Shaka. Pemuda bermata sipit itu memangku seorang wanita cantik dengan balutan dress merah yang kekurangan bahan. 

"Lagi males." Shaka meneguk cairan biru di dalam sloki.

 

"Shaka males bawa cewek? Nggak salah denger, nih?" seloroh Mike, teman Shaka yang lain. Sama halnya dengan Aldi, pemuda berambut sedikit panjang itu pun memangku wanita dengan dress super mini. 

Shaka terkekeh hambar. Ia juga tidak tahu kenapa hari ini ia malas sekali berdekatan dengan wanita. Rasanya, setiap kali ia memikirkan ingin mereguk kehangatan dari para wanita, wajah jutek Kinan tiba-tiba saja muncul dan membuat moodnya hancur. 

Bahkan siang tadi, yang biasanya adalah waktu ritualnya dengan Tika di jam istirahat kantor, Shaka tidak berminat sama sekali. Yang ada di kepalanya hanya, bagaimana caranya membuat Kinan merasa terintimidasi olehnya. Itu saja. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status