Share

Bab 3

Bu Asri hanya terdiam tak menjawab sepatah kata pun dengan apa yang ditanyakan Sintia.

Dia hanya berdiri di depan pintu sambil menyilang kedua tangannya.

Sintia terus memohon dan bersujud di kaki ibu Asri, tapi Bu asri tetap tak bergeming. "Sekarang kamu secepatnya enyah dari sini, aku sudah muak dengan wajah mu." ujar Bu asri kesal.

Sintia menangis, "Bu jawab pertanyaan ku kenapa ibu mengusirku?" tanya kembali Sintia yang tak puas dengan apa yang di ucapkan oleh ibu tirinya itu.

Bu asri menjelaskan jika dirinya sudah muak dengan sikap Sintia yang tak pernah membantu ekonominya selama ini, 

"Jadi buat apa aku harus merawatmu, kamu sama sekali tidak menghasilkan apa pun." jawab ketus Bu Asri.

Bu Asri semakin kesal dengan wajah Sintia yang mengis memohon di depannya, lalu Bu asri mendorong Sintia sampai jatuh ke tanah dan Bu asri membalikan badannya dan melangkah masuk ke dalam rumah, Bu Asri mengunci rumah dari dalam supaya Sintia tidak bisa lagi masuk rumahnya.

Sintia yang sedang terjatuh akhirnya bangkit dan berdiri, Sintia mengetuk pintu rumahbibu tirinya, "Bu, tolong bukan pintunya, aku janji aku akan menuruti apa yang ibu mau." teriak Sintia di depan pintu rumah Bu Asri.

Bu asri yang berada di balik pintu mendengar semua yang di katakan Sintia. "Sudahlah Sintia kamu pergi jauh dari sini, aku sudah tidak membutuhkan mu lagi." jawab Bu Asri yang mulai kesal.

Bu asri pun melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumahnya dan tak menghiraukan lagi Sinta yang ada di depan rumahnya.

Sintia yang berada di rumah merasa sudah tidak ada harapan lagi, akhirnya Sintia memutuskan untuk bangkit, dan membawa semua tasnya dan berjalan pergi menjauh dari rumah Bu asri.

Di pinggir jalan Sintia terus berjalan tanpa arah, hari semakin sore Sintia berhenti di sebuah pohon yang rindang. Sintia duduk sambil menangis meneteskan air matanya.

Kali ini Sintia meluapkan tangisannya, Sintia menangis sekencang-kencangnya sampai mengeluar air matanya yang tak terhitung berapa tetes yang keluar, Sintia kini duduk di bawah pohon rindang, pohon salah satu taman di kawasan yang sepi.

Kawasan itu hanya di lalu orang yang memiliki rumah di kawasan komplek mewah. Bisa dikatakan itu adalah taman komplek yang sangat luas rindang dan sejuk.

Sintia hanya duduk tersungkur di bawah pohon merenungkan nasibnya yang begitu sangat menyedihkan.

Ketika Sintia menangis merenungkan nasibnya, Sintia melihat sekelompok laki-laki yang sedang naik sepedah kebut-kebutan sedangkan di pinggir jalan ada seorang wanita yang paruh baya mau menyebrang.

Seketika Sintia berdiri dan berlari menuju wanita tua itu lalu Sintia menarik baju nenek tersebut supaya tidak tertabrak sepedah motor yang di kendari sekelompok orang yang tengah balapan.

Setelah di tarik baju nenek tersebut, Sintia dan nenek itu langsung jatuh ke tanah bersamaan.

"Ahhhhh," teriak Sintia yang kepalanya terbentur batu.

Nenek tersebut ikut terjatuh, untung saja nenek tersebut tidak ada luka satu pun di tubuhnya.

Melihat Sintia yang kepalanya terbentur batu, nenek tersebut segera bergegas menelpon ambulan untuk segera datang menolong Sintia.

"Ya ampuuunnn, nak bangun nak," ujar wanita tua tersebut sambil menepuk pipi Sintia khawatir.

Beberapa menit kemudian ambulan datang membawa Sintia untuk segera pergi ke rumah sakit terdekat.

Namun wanita tua itu ketika akan masuk mobil dia melihat tas besar di bawah pohon rindang yang tergeletak begitu saja.

Lalu wanita tua itu berjalan ke arah pohon tersebut untuk memastikan itu tas siapa.

Lalu wanita tua itu membuka tas itu dan melihat sebuah ijazah dengan atas nama Sintia Thalita.

"Ini mungkin tas anak yang menolongku tadi." gumamnya.

Lalu wanita tua itu membawa tas tersebut dan segera masuk mobilnya dan menyusul mobil ambulan ke rumah sakit.

Di dalam ambulan Sintia tersadar dan memegang kepala bagian belakangnya yang terasa sakit.

"Ahhh kepala ku sakit sekali," gumam Sintia.

Namun Sintia menutup matanya kembali, dan dia tak sadar diri lagi.

Sesampai rumah sakit Sintia masuk ke dalam sebuah kamar rawat vvip. Kamar yang sangat luas dan bercat putih dengan guci besar yang berada di sudut ruangan.

"Ahhhh sakit sekali kepala ku, aku di mana ini?" ujar Sintia memegang kepalanya.

"Nona sekarang ada di rumah sakit, nona istirahat dulu ya," sahut perawat yang ada di sampingnya yang sedang memeriksa dirinya.

Sintia memejamkan matanya mengingat apa yang telah terjadi.

Semakin mengingatnya semakin merasakan sakit kepalanya.

"Ohh ya aku tadi menolong nenek tua itu," gumamnya dalam hati.

Saat Sintia mengingat kejadian yang telah membuatnya masuk rumah sakit, tiba-tiba wanita tua itu masuk ke dalam ruang rawat inap Sintia. Dia melangkahkan kakinya mendekati Sintia.

"Selamat malam cantik, bagaimana keadaanmu?" tanya wanita tua itu dengan mengelus rambut Sintia.

Sintia tersenyum dan menganggukan kepala, "Aku sudah merasa lebih baik nek," jawab Sintia.

Sintia hanya menatap jendela keluar kamar betapa kagetnya ketika dia tersadar hari sudah malam, terdapat raut gelisah yang terpancar dari wajah cantik Sintia.

nenek tua itu menatap wajah Sintia yang sedang melamun.

"Nama kamu siapa nak?" tanya wanita tua itu.

Sintia menatap wanita tersebut dan tersenyum. meskipun umurnya sudah tua tapi gaya berpakaiannya sangat modis.

"Nama ku Sintia nek, oh ya nek apakah nenek tau tas besar berwarna hitam?" tanya Sintia dengan gelisah.

"Yaa ada di mobil, kamu tenang saja," jawab wanita tua itu.

Sintia kembali tersenyum lega namun dia menarik nafas panjang seolah banyak beban yang ditanggungnya.

"Nek apakah besok aku boleh pulang aku harus kerja?" tanya Sintia dengan menatap wajah wanita tua itu yang tersenyum.

"Tidak boleh kamu masih dalam perawatan, kamu kerja dimana biar nanti nenek meminta izin untuk mu?" jawab wanita tua itu.

wanita tua itu pun memeluk Sintia dan mengucapkan terima kasih telah menolongnya. wanita tua itu mengusap rambut Sintia dengan lembut, usapan yang tak pernah didapatkan Sintia semenjak ibunya pergi meninggalkannya.

"Aku kerja di kantor industri greenfood nek, aku melamar kesana dan aku masih magang, besok hari pertama ku kerja. Aku takut kehilangan pekerjaanku." jabar Sintia panjang lebar.

Seraya wanita tua itu langsung melepas pelukannya dan tersenyum.

"Serahkan kepada oma Ratih ini, akan aku urusi, kamu istirahat di sini sampai sembuh," jawab wanita tua itu yang bernama Oma Ratih.

"Ohh ya rumahmu mana nak?" tanya oma Ratih sambil menyuapi Sintia.

"Aku gak punya rumah nek, aku di usir oleh ibu tiri ku tanpa alasan," jawab singkat Sintia dengan mata berkaca-kaca.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status