Share

Demi Candy

“Perlu apa buat dapetin Candy, Yan?” desak Uzy, mulai tak sabar dengan gaya Yandi.

“Cukup ini aja, Bro,” senyum Yandi bertambah lebar. Satu tangannya terangkat, lalu ibu jari dan telunjuknya digesekkan satu sama lain.

Uzy terpana.

“Uang maksudmu?” tegas Uzy.

Yandi mengangguk, senyumnya lebar tersungging.

“A—apa Candy ...” Uzy tergagap.

Sekali lagi, Yandi mengangguk.

“Ya. Candy bisa diajak kencan asal ada ini.” Yandi kembali menggesekkan jempol dan telunjuknya.

Suara Yandi lirih saja, namun akibatnya laksana bom atom yang jatuh di dada Uzy. Gemuruhnya melebihi riuh suara para mahasiswa baru yang diminta meneriakkan yel-yel kesetiaan pada kampus tercinta.

Mata Uzy terbelalak, setengah tak percaya ia menatap sosok cantik di depan sana. Candy tengah turut meneriakkan yel-yel kampus penuh semangat.

Yel-yel usai, kondisi kembali tenang. Para mahasiswa yang semula berdiri, diminta duduk kembali. Uzy menoleh ke arah Yandi lagi.

“Kamu pernah ken--kencan dengan Candy?” tanya Uzy.

Ada nada ketakutan dalam suaranya. Uzy takut Candy sudah pernah jalan bersama Yandi.

Yandi menggeleng, membuat Uzy menghela napas lega. Entahlah. Uzy dilanda perasaan aneh dan tak tentu. Candy bukan siapa-siapanya, bahkan Candy tak mengenalnya. Namun, ada rasa tak rela di hati Uzy jika mengetahui Candy bersama lelaki lain.

“Mahasiswa kere macam aku mana bisa bawa dia? Hanya orang berkocek tebal yang bisa dekat dengannya,” jawab Yandi.

“Kamu kan mahasiswa baru juga, Yan. Dari mana kamu tahu banyak tentang Candy?” selidik Uzy.

Mendadak rasa penasaran menggelitik hati Uzy. Ia ingin mengetahui segalanya tentang Candy.

“Aku kan banyak kenal senior di kampus ini, Zy. Dari mereka aku tahu tentang Candy. Seperti yang aku katakan, Candy itu populer. Hampir semua mahasiswa lelaki tahu tentangnya,” ulas Yandi.

“Ja—jadi, sudah banyak mahasiswa di sini yang kencan dengan dia?” Uzy terbata.

Yandi mengangkat bahu.

“Siapa yang tahu siapa yang sudah pernah mengajak kencan Candy? Semua cowok mengaku pernah kencan dengan Candy, tapi aku yakin kebanyakan hanya sesumbar. Dengar-dengar, Candy itu punya selera mahal,” jelas Yandi panjang lebar.

Uzy manggut-manggut. Ia tercenung.

“Heh! Melamun, kamu. Mau dengannya? Siapkan dompet. Awas jangan sampai jebol,” seloroh Yandi.

Uzy menatap Yandi yang terbahak sendiri dengan candaannya.

***

Orientasi mahasiswa baru sudah usai. Sekarang, Uzy sudah mulai mengikuti perkuliahan di kampus baru. Semenjak menjadi mahasiswa, Uzy memiliki kebiasaan baru. Ia senang duduk-duduk bersama beberapa teman di depan ruang kelas. Mereka mengobrol sambil menunggu dosen mata kuliah datang, seperti saat ini.

Enam orang mahasiswa duduk di bangku depan kelas, termasuk Uzy. Sebagian besar yang lainnya sudah berada di dalam kelas.

“Kamu suka nggak jadi mahasiswa, Zy?” tanya Milo.

Pemuda berambut lurus yang gemar merokok itu menatap Uzy serius. Sementara jari-jari tangannya menjepit sebatang candu pembawa penyakit itu. Uzy merasa aneh dengan pertanyaan Milo, namun ia jawab juga.

“Ya, suka nggak suka. Pastinya jelas beda rasanya. Dulu sekolah dari pukul tujuh sampai pukul satu, lalu pulang. Sekarang masuk kelas bisa pagi, siang, atau sore. Untungnya nggak ada kuliah malam hari,” jawab Uzy.

“Kalau aku, nggak suka,” timpal Milo.

“Kenapa?” tanya Uzy.

“Kuliah itu banyak belajar mandirinya. Enakan jadi anak sekolah, tinggal terima pelajaran dari guru saja cukup. Di sini, harus baca buku sendiri. Mana sering dapat tugas bikin makalah lagi,” keluh Milo.

Uzy diam saja, karena ia tidak sepakat. Baginya, belajar di universitas itu lebih bebas waktunya dan suka-suka caranya. Selama kuliah seminggu ini, belum pernah ditemuinya dosen yang mengatur cara belajar mahasiswa. Empat temannya yang lain juga memilih diam. Dua orang asyik menatap layar ponsel, sedangkan dua lainnya menyimak Uzy dan Milo.

Tak tuk tak tuk tak tuk ....

Bunyi sepatu hak tinggi yang bertumbukan dengan lantai keramik menarik perhatian sejumlah mahasiswa, termasuk Uzy. Mereka semua yang berada di depan kelas menoleh ke arah sumber bunyi.

“Lho, itu kan Candy,” desis Uzy terpana.

Seusai orientasi mahasiswa baru, Uzy jarang melihat Candy. Pernah beberapa kali ia melihat Candy berjalan di lorong kampus, tapi itu hanya dari kejauhan. Baru kali inilah Uzy melihat Candy lagi dari jarak sedekat ini.

Sosok cantik bak bidadari itu melangkah gemulai, lenggak-lenggoknya menarik hati. Ia berjalan menuju ke arah Uzy dan teman-temannya duduk. Uzy menahan napas sambil menatap lekat.

Sebetulnya pakaian Candy biasa saja, baju kaos dipadankan dengan celana jeans. Namun, bentuk tubuhnya yang feminin membuat pakaian apapun yang dikenakannya terlihat menarik.

Saat Candy lewat di hadapan mereka semua, Milo bersiul menggoda.

“Hai, Mbak. Lirik kita, dong,” sapa Milo, usil.

Candy melirik Milo dan tersenyum. Ia mengibaskan rambut panjangnya yang lurus dan hitam, hingga menebarkan aroma wangi bunga. Uzy menghirup wangi itu dalam-dalam sambil memejamkan mata.

Tatkala ia membuka mata kembali, Candy telah hilang dari pandangan. Ia celingukan kebingungan. Derai tawa pecah di sekitar Uzy, membuat Uzy terpelongo.

“Ya, ampun! Segitu banget Uzy melihat Mbak Candy,” celetuk Rina, salah seorang mahasiswi sekelas Uzy. Sebelah tangannya dipakai menutupi mulut yang tertawa lebar.

“Kamu tersepona, ya!” Tuduh Loli, sengaja memelesetkan kata ‘terpesona’.

Uzy menggaruk-garuk kepalanya yang terasa basah oleh keringat dingin.

“Ke mana dia?” tanya Uzy, masih penasaran.

“Sudah masuk ke kelas, tuh! Dia ikut kelas kita,” jawab Milo datar, sedingin wajahnya.

“Kan, dia kakak tingkat?” tanya Uzy lagi.

“Ya, artinya dia mengulang mata kuliah ini makanya ikut kelas bawah. Eh, itu Pak Bimo sudah datang, bubar-bubar!” Ujar Loli ceriwis.

Semua kepala menoleh ke arah yang ditunjuk Loli. Pak Bimo tengah berjalan santai dengan mengempit manuskrip di ketiaknya. Senyuman yang selalu menghiasi wajah tua beliau terlihat dari kejauhan.

Para mahasiswa berlomba bangkit, lalu bergegas memasuki kelas yang mulai penuh. Tak ketinggalan, Uzy juga menghambur ke dalam kelas. Ia mencari-cari sosok Candy. Ketemu! Gadis bening itu tengah duduk menyendiri di bagian tengah kursi kelas. Ia menunduk mengamati sesuatu.

Sengaja Uzy berjalan ke dekatnya, lalu mengambil posisi duduk di belakang Candy. Hati Uzy berdebar-debar karena demikian dekat dengan sosok bidadari idamannya. Bahkan aroma wangi rambutnya bisa Uzy hirup dengan leluasa.

Sepanjang perkuliahan berlangsung, Uzy tak berkonsentrasi. Ia teringat lagi percakapannya dengan Yandi saat orientasi mahasiswa baru.

“ ... Hanya orang berkocek tebal yang bisa dekat dengannya.”

Aku harus kumpulkan uang banyak demi Candy, tekad Uzy di dalam hati. Ia memutar otak, mencari cara untuk mendapatkan uang yang banyak.

“Minggu depan dikumpulkan makalahnya,” perintah Pak Bimo sebelum keluar kelas.

Sebagian besar mahasiswa mengikuti langkah Pak Bimo, sebagian lagi masih tinggal di kelas untuk bercengkerama. Uzy mengamati Candy yang berdiri tak tergesa, lalu anggun meninggalkan kelas tanpa menoleh kanan dan kiri.

Setelah Candy hilang dari pandangan, barulah Uzy bangkit berdiri pelan-pelan.

“Kusut banget tuh muka? Mikirin tugas dari Pak Bimo?” tegur Milo.

“Nggak. Aku lagi mikir gimana caranya cari uang,” jawab Uzy jujur.

“Maksudnya kamu mau kerja sampingan?” tegas Milo.

“Iya. Aku mau cari uang saku, nih. Aku nggak mau ngerepotin orangtua lagi. Sudah bisa kuliah saja sudah syukur,” kilah Uzy.

“Serius? Kebetulan, nih!” seru Milo.

“Apa?” tanya Uzy tak sabar.

“Masku punya usaha. Kebetulan lagi cari karyawan. Kamu mau?” tawar Milo.

“Serius? Aku mau, lah. Eh, tapi kerja apa?” selidik Uzy.

“Masku usaha warung kaki lima lesehan. Tiap sore dia jualan pecel lele dan pecel ayam. Lumayan ramai, jadi mau tambah karyawan,” terang Milo.

Uzy terbengong. Ia memang belum familiar dengan kuliner kota ini. Ia hanya tahu, kalau mau makan ya di rumah. Uzy hampir tak pernah jajan dan makan di luar.

“Bagaimana? Mau?” desak Milo.

“Hm. Terus kerjaanku itu apa?” ulik Uzy.

“Ya melayani pembeli, dong. Goreng lele, siapin nasi, lalap, dan sambal,” salak Milo.

Ia terlihat emosi lantaran ketidaktahuan Uzy tentang hal yang dianggapnya sudah lumrah. Siapa yang tak tahu olahan pecel lele? Mungkin hanya mahasiswa macam Uzy saja yang tak tahu.

“Kalau aku kerja sama Masmu, aku tetap bisa kuliah kan?” tegas Uzy. ***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status