Share

Bab 5. Mendadak Bulan Madu

"Mas Rian!" teriak Yuan ketika melihat layar ponsel yang menyala.

Riana yang terkejut pun bergegas menghampiri Yuan. Dia meneliti sang kakak ipar untuk mengetahui apakah ada hal yang salah. Namun, tawa Riana pecah ketika Yuan memperlihatkan layar ponsel kepadanya.

Di sana terlihat sebuah nama dengan foto wajah Rian. Deretan huruf itu membentuk kata 'My Hubby'. Ya, Rian sedang melakukan panggilan suara.

Akan tetapi, Yuan yang masih kesal hanya membiarkan  panggilan tersebut. Dia meletakkan ponsel ke atas meja begitu saja. Perempuan tersebut mendaratkan bokong ke atas sofa, begitu juga dengan Riana.

"Kamu kayaknya udah move on dari Mas Andri, ya? Baru semalam malam pertama sama Mas Rian, nama kontaknya udah berubah aja!" seru Riana seraya mencubit pelan lengan atas Yuan.

"Dih, mana ada? Aku aja nggak pernah simpan nomor Mas Rian! Ini pasti ulah masmu itu!" tebak Yuan seraya mendengkus kesal.

"Apa? Jadi kamu nggak nyimpan nomor Mas Rian dalam ponselmu? Keterlaluan banget!" Riana melipat lengan sambil menyipitkan mata.

"A-aku simpan, kok! Tapi, di ponsel Sinta." Yuan tersenyum konyol seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Dasar istri durhakim!"

Perdebatan antara Yuan dan Riana berhenti ketika pintu kantor terbuka lebar. Rian berdiri di ambang pintu sambil menyandarkan lengan atasnya pada kusen. Dia tersenyum lebar seraya melambaikan tangan ke arah Riana.

"Halo, Sayang! Baru beberapa jam, tapi rasanya aku sangat rindu!" Rian membentuk hati kecil menggunakan jempol dan telunjuk, lalu ditunjukkan kepada Yuan.

"Saranghaeyo!" seru Rian menirukan adegan ala drama Korea.

Yuan dan Riana melongo detik itu juga. Tak lama berselang lelaki tersebut menyugar rambut, kemudian berjalan ke arah Yuan. Dia mengulurkan tangan, tetapi Yuan tidak menyambutnya.

"Kamu itu suka drakor, tapi kenapa terlihat kesal ketika mendapat perlakuan manis dariku yang mirip oppa Korea ini?" Rian berdecap kesal kemudian meraih tangan Yuan dan mengecupnya secara paksa.

"Ih, kamu ngapain sih, Mas? Malah bikin aku zizik!" seru Yuan seraya menghapus bekas ciuman Rian di telapak tangan menggunakan tisu.

"Ayo, kita berangkat sekarang! Pihak sekolah sudah memberitahu kalau Sinta pulang sebentar lagi!" Rian melirik arloji yang melingkar pada pergelangan tangannya.

Mau tak mau Yuan pun berkemas. Dia berpamitan kepada Riana kemudian berjalan berdampingan bersama Rian. Rian membukakan pintu mobil untuk Yuan dan perempuan tersebut langsung masuk tanpa protes.

Perempuan tersebut sudah malas menghabiskan energi untuk kesal kepada sang suami. Dia lebih memilih diam dan tidak menanggapi ucapan Rian dengan serius. Sepanjang perjalanan Yuan hanya diam karena merasa kesal terhadap sang suami.

Yuan kesal karena Rian sudah mengganti gambar layar ponsel miliknya dengan foto lelaki itu tanpa izin. Belum lagi Rian yang menyimpan nomornya dengan nama yang menurut Yuan berlebihan. Ketika mengingat itu semua membuat Yuan semakin sebal.

"Kenapa cemberut?" tanya Rian ringan seraya tersenyum lebar.

"Nggak apa-apa!" seru Yuan ketus.

"Kamu masih kesal karena aku mengganti gambar layar dan menyimpan nomor ponselku dengan nama manis itu?" Rian terkekeh seraya melirik Yuan melalui ekor mata.

"Menurutmu? Sudahlah, Mas! Jangan bahas ini lagi! Bikin aku semakin kesal saja!" bentak Yuan sambil mengerucutkan bibir.

Rian tersenyum kecut. Kali ini dia ingin membuka mata Yuan. Dia ingin mengingatkan sang istri bahwa dia adalah suami sahnya sekarang.

"Begini, Yuan. Aku memang tidak bisa mengontrol hatimu. Aku tahu betul kamu masih mencintai adikku. Tapi, bukankah kita sekarang suami istri?" Rian kembali melirik Yuan yang masih diam tak menanggapi.

"Aku tidak menuntut lebih untuk saat ini. Aku melakukannya agar kamu mau memberikanku kesempatan. Aku tidak menuntutmu untuk melupakan Andri. Aku melakukan semua itu agar kamu sadar bahwa suamimu yang sekarang adalah aku, bukan Andri."

Jantung Yuan seakan berhenti berdetak. Entah mengapa mendengar semua perkataan Rian membuat hatinya begitu nyeri. Dia seperti mengalami dejavu.

Ya, Yuan pernah merasakan apa yang kini dialami oleh Rian. Menjadi pengantin yang tidak dianggap. Namun, Yuan memilih untuk menutup mata untuk saat ini.

Melihat Yuan hanya diam dan malah membuang muka membuat Andri mengembuskan napas kasar. Lelaki itu memilih untuk diam untuk sementara waktu. Sesampainya di sekolah Sinta, Yuan langsung keluar dan menunggu sang putri sambil bersandar pada badan mobil.

"Bunda!" seru Sinta dan Arjuna bersamaan.

Yuan berjongkok sambil merentangkan kedua tangannya. Dua bocah TK tersebut berlari dan masuk ke dalam pelukan Yuan. Setelah itu, Yuan membuka pintu penumpang dan keduanya masuk ke dalam.

Perjalanan pulang kali ini terlihat begitu meriah. Sinta dan Arjuna saling sahut dan melemparkan lelucon. Mereka secara bergantian menceritakan apa yang terjadi di kelas.

Yuan dan Rian menikmati semuanya sampai tidak terasa tiba di rumah. Ketika Yuan membantu Sinta dan Arjuna berganti pakaian, Rian dipanggil oleh Anton. Lelaki itu masuk ke dalam ruang kerja sang ayah dan memilih untuk duduk di sofa.

"Kenapa nggak ambil cuti saja." Anton beranjak dari meja kerja kemudian duduk di samping Rian.

"Nggak, Pak. Rian mau fokus belajar dulu di rumah sakit. Ada beberapa hal yang bisa aku tangani untuk sarana belajar. Sayang kalau dilewatkan."

"Aku rasa liburan lima hari tidak akan membuat urusan rumah sakit kacau, Ian." Anton menyodorkan sebuah amplop kepada Rian.

Rian mengerutkan dahi ketika menerima amplop tersebut. Lelaki itu perlahan membuka benda tersebut. Di dalamnya terdapat dua buah tiket pesawat, serta struk pemesanan kamar hotel bintang lima yang ada di Bali.

"Apa ini, Pak?" tanya Rian berusaha mencerna apa maksud dari sang ayah.

"Hadiah dari bapak. Besok berangkatlah ke Bali bersama Yuan."

"Apa? Kenapa mendadak sekali, Pak?" tanya Rian.

"Sudah, sama berangkat dan takhlukkan Yuan dalam lima hari! Perempuan hanya butuh perhatian lebih. Terus curahkan perhatian dan tunjukkan kasih sayangmu kepadanya. Lambat laun, hatinya yang membeku akan mencair." Anton memberi nasehat kepada sang putra, lalu menepuk bahunya.

Semangat Rian mendadak bangkit. Dia mengantongi dukungan dari orang-orang sekitar. Sekarang tugasnya tinggal satu, yaitu meluluhkan hati Yuan.

"Baiklah, terima kasih, Pak. Doakan saja Rian segera bisa meluluhkan hati Yuan dan memberikan Bapak cucu lagi." Senyum Rian mengembang dan mendapatkan angguk kepala dari dang ayah.

Rian pun berpamitan dan kembali ke kamarnya. Malam itu, Rian memutuskan untuk tidur di kamarnya sendiri. Dia tidak mau punggungnya patah karena kembali didorong oleh sang istri dari atas ranjang.

Semalaman Rian tidak bisa tidur, dia memikirkan cara untuk membawa Yuan ke bandara tanpa perlawanan. Ayam jantan mulai berkokok bersahutan. Rasa kantuk kini menyerang Rian.

Di antara rasa kantuk itu, sebuah ide cemerlang muncul. Rian menjentikkan jari dan matanya kembali segar. Lelaki tampan tersebut langsung menyiapkan koper dan memasukkan beberapa pakaian ke dalamnya.

"Maaf, Yuan! Semoga kali ini kamu bisa mengerti dan mau membuka hati untukku." Rian tersenyum tipis sambil menutup rapat koper yang sudah terisi penuh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status