Share

BAB 03

Semalam aku tidak bisa tidur memikirkan ulah Bu Darmi. Stop! Ini tidak bisa dibiarin. Aku diam selama ini bukan karena bodoh atau takut, tapi karena menghargai Dia sebagai warga kampung sini.

keesokkan harinya sengaja aku membuat kue untuk ku bawa kerumah Bu Darmi.

tok.. tok.. tok..

Ku ketuk rumah Bu Darmi dan kebetulan yang membuka pintu Laras.

"Assallamuakaikum"sapaku. Laras tidak menjawab salam Ku.

"Ada apa kesini?"ucap Laras dengan nada ketus.

Nich anak gak pernah diajari sopan santun apa? bathinku.

"Ibumu ada?"tanya ku

"Ada."jawabnya singkat.

Laras berlalu masuk kedalam rumah, Aku pikir Laras sedang memanggil Ibunya. Namun setelah aku tunggu hampir lima belas menit tidak ada tanda-tanda keluarnya Bu Darmi.

Lalu keketuk lagi pintu yang terbuka itu.

tok.. tok.. tok.. Bu.. Buu.. Darmi.

Ucapku sedikit keras.

tidak lama Laras keluar lagi.

"Ada apa lagi sich Tante ganggu aja."ucapnya kesal.

"Ibumu mana? Tante mau ketemu." jawabku ketus, karena sudah dongkol.

"Kan. Aku sudah bilang ada."jawabnya masih dengan nada ketusnya.

" ya sudah panggil! katakan Tante mau ketemu penting!"ujarku sedikit menekan bicaraku.

lalu Laras masuk dan tidak menunggu Lama siempunya keluar.

"Ada apa sich Bu? saya sibuk!"jawabnya ketus

"Saya hanya mau bilang ke Bu Darmi, jika saya akan memutus saluran air yang mengalir kerumah ibu." jawabku tak kalah ketus.

"lho.. lho.. enak saja! memang salah saya apa kok Ibu main putus saja."jawabnya

"Ibu, bener tidak tahu kesalahaan Ibu terhadap saya?"tanyanya Ku sambil menajamkan mataku kearahnya.

"Saya bener-bener tidak tahu kesalahaan saya? coba Ibu tunjukkan kepada saya?"jawabnya dengan nada sedikit melemah.

"Sudahlah Bu! percuma saya jelaskan Ibu lebih faham kesalahaan Ibu."ujarku kesal, bagaimana mungkin Dia tidak merasa bersalah.

Lalu aku memebrikan kue yang tadi aku bawa.

Plong rasa hatiku. Biar saja kalau Dia mau marah, salah sendiri dikasih hati minta jantung.

setelah pulang dari rumah Bu Darmi, pipa yang kearah bu Darmi langsung Ku lepas.

habis waktu dzuhur tiba-tiba pintu rumah diketuk.

tok.. tok.. tok..

Terdengar suara ketukan pintu, ketika aku sedang menidurkan Dimas.

Segera aku melangkah kearah pintu dan membukanya.

Ketika pintu terbuka. Mataku dikejutkan dengan kedatangan Pak Rt dan Bu Darmi.

Lalu aku menyuruh mereka masuk.

dan mempersilahkan mereka untuk duduk.

"Maaf, ada keperluan apa Pak Rt datang kerumah saya?"tanyaku dengan sopan dan juga penasaran.

"Gini Bu Sara, sebelumnya Saya minta maaf, Saya mendapat laporan Bu Darmi jika Ibu memutus saluran air kerumah Bu Darmi. Padahal setiap bulan Bu Darmi rutin membayar uang kepada Ibu."ucap Pak Rt menjelaskan mksud kedatangannya.

"Lalu. Maksud kedatangan saya kesini meminta Bu Sara untuk menyambung kembali saluran air kerumah Bu Darmi. kasihan kelurga Bu Darmi kebingungan kalau tidak ada air."sambung Pak Rt. Aku masih diam mendengarkan Pak Rt berbicara.

"Maaf Pak, sebelumnya boleh saya berkata jujur."jawabku.

"Silahkan Bu."jawab Pak Rt.

"Saya jelaskan semuanya sama Bapak, dan setelah Bapak mendengar cerita saya silahkan Bapak simpulkan sendiri, apa salah tindakan saya." jawabku tegas, Lalu aku menceritakan semuanya kepada Pak Rt, Pak Rt beberapa kali menganggukkan kepala. Tanda mengerti.

"Itu semua Pak, yang menjadi alasan saya mencabut saluran air. Jadi apa saya

yang salah menurut Bapak?"tanyaku dengan sopan.

Pak Rt diam, sepertinya sedang berpikir untuk memberi jawaban.

"Gini Bu, sebenarnya Ibu Sara tidak salah. saya hanya ingin mendengar cerita dari Ibu, jadi, agar saya bisa menentukan sikap. karena Saya tidak mau mengambil keputusan hanya berdasarkan cerita dari Bu Darmi."ucap Pak Rt. Bu Darmi yang sejak tadi diam dan menunduk terkejut mendengar penuturan Pak Rt.

"Wah. Gak bisa gitu Pak. Saya sudah bayar"ucap Bu Darmi dengan nada tinggi. Tanpa menjawab ucapan Bu Darmi. Aku pemisi sebentar untuk masuk kedalam kamar mengambil uang sebesar dua ratus ribu.

" Ini Bu, uang yang Ibu bayar air selama hampir satu tahun."ku sodorkan uang itu kepada Bu Darmi, Bu Darmi nampak kembali terkejut.

"Ambil Bu, Nanti Ibu koar-koar lagi jika simiskin ini memakan uang Ibu."sindirku dengan lembut. Bu Darmi terlihat pucat.

"Gimana Pak Rt? saya menunggu keputusan bapak dalam kasus ini. saya akan patuhi apapun yang bapak putuskan."tanyaku kepada Pak Rt.

"Gini saja Bu, Kasih kesempatan kedua kepada Bu Darmi. kasihan mereka, hitung-hitung ibu bersedekah."jawab Pak Rt.

"Maaf Pak, bukan maksud saya untuk menolak permintaan Bapak. Tapi apa harus saya menolong Bu Darmi lagi? sedangkan orang yang kita tolong selalu merendahkan kita? "tanyaku kepada Pak Rt.

"Bu Sara. Maafkan kekhilafan saya Bu. saya janji tidak akan mengulanginya lagi."ucap Bu Darmi tiba-tiba dengan suara tangisan. huu.. hug..huu.

"Gimana Bu? Bisakan memberi kesempatan Bu Darmi? bukankah Bu Darmi sudah meminta maaf?"tanya Pak Rt.

karena tidak enak kepada Pak Rt akhirnya aku mengalah dan memasang kembali saluran air kerumah Bu Darmi, dengan syarat jika Bu Darmi mengulangi kesalahaannya akan Ku putus kembali.

Lalu Pak Rt dan Bu Darmi pamit untuk pulang. Bu Darmi dengan santainya menyambar uang dua ratus yang aku taruh diatas meja dan berlalu pergi. Aku hanya bisa mengelus dada melihat tingkah Bu Darmi.

Dua minggu telah berlalu, tidak ada tanda-tanda Bu Darmi berulah, Aku mulai sedikit tenang.

pagi itu aku belanja kewarung tempat biasa.

Tiba-tiba siibu pemilik warung nyeletuk.

"Bu Sara! Tidak baik lho... jahat sama tetangga sendiri!"ucapnya sedikit ketus.

"Maaf maksud Ibu apa ya?"tanyaku.

"Gak Bu cuma bercanda."ucapnya...

Aku sangat penasaran apa maksud dari perkataan ibu pemilik warung itu? Apakah ada kaitannya dengan Bu Darmi?

Entah mengapa firasatku mengatakan jika Bu Darmi berulah lagi.

Setelah pulang dari warung. Aku ceritakan kepada Mas Andi, tentang perkataan Ibu pemilik warung tadi, kata Mas Andi, aku disuruh cari kebenarannya terlebih dahulu jika memang Bu Darmi berulah lagi. Maka Mas Andi tidak melarangku untuk benar-benar memutus sambungan air.

setelah selesei masak dan mandi. Aku bergegas untuk menidurkan Dimas, Mas Andi berangkat kerja setelah sarapan.

Siang hari Bu Sulis datang kerumah mencari Suamiku, Bu Sulis mau merenovasi pagar depan rumahnya.

"Bu Sara. Bapaknya Dimas ada?" tanyanya.

"Suami saya kerja Bu."jawabku.

"Nanti kalau suami Bu Sara pulang, suruh kerumah Saya iya. soalnya Saya mau minta tolong kepada saumi bu Sara untuk merenovasi pagar rumah saya."ujar Bu Sulis.

"Oh. iya Bu. Nanti Saya sampaikan kepada Mas Andi."jawabku.

Aku berpikir apa lebih baik minta tolong Bu Sulis untuk membantuku mencari bukti ulah Bu Darmi.

"Bu. Bisakah Saya meminta tolong kepada Ibu? "tanyaku ragu.

"Mau minta tolong apa Bu Sara? kalau minta tolong pijam duit maaf gak ada." Jawabnya sedikit sinis.

"Oh. Bukan Bu, Saya mau minta tolong Ibu untuk mencari tahu apa Bu Darmi berulah lagi, soalnya saya tadi pagi ditegur Ibu pemilik warung." ujarku. dan menceritakan semuanya.

"Oh. Masalah itu to Bu?"jawabnya sambil mengangguk-nganggukkan kepala.

"Iya Bu."jawabku.

"Gini aja Bu. Coba ibu temui Bu Tutik. Dia teman baik Bu Darmi. Biasanya mereka berdua itu kompak."jawab Bu Sulis dan memberikan sebuah Saran.

"Bu Tutik itu yang mana iya Bu orangnya?"tanyaku karena belum pernah Kenal.

"Itu lho, yang jualan makanan burung disebrang jalan. Ibu pura-pura beli jagung atau apa gitu sekiranya bisa ngobrol."Saran Bu Sulis. Lalu Bu Sulis pamit pulang.

Setelah ku pikir-pikir boleh juga saran Bu Sulis.

Sore nanti aku harus kesana sambil pura-pura beli jagung kering untuk makan ayam.

Aku berjalan kaki sambil menggendong Dimas.

setelah sampai ditoko Bu Tutik, Aku pura-pura membeli jagung kering.

"Bu. Ada jagung kering untuk makan ayam?"tanyaku dengan sopan.

"Ada. mau berapa kilo?"tanya Bu Tutik sambil memperhatikan Ku dari atas hingga bawah.

"Satu kilo saja Bu."jawabku.

lalu Bu Tutik menimbang jagung untukku.

"Ini Bu."sambil memberikan jagung yang sudah dibungkus plastik.

"Berapa Bu?"Tanyaku.

"Sepuluh ribu."jawabnya singkat.

lalu aku memberikan uang yang Bu Tutik maksud.

"Eh. Bu tunggu!"Ucapnya ketika aku hendak berlalu pergi.

"Iya Bu, Ada apa?"tanyaku.

"Ibu yang tinggal dikontrakan jelek itu ya?"tanyanya sambil mencibir.

"Iya Bu. Ada apa ya?"tanyaku semakin penasaran.

"Saya temannya Bu Darmi. Ibu ini sombong sekali ya! Bukankah teman Saya sudah minta maaf sama Ibu kenapa Ibu masih mencari-cari kesalahan Bu Darmi!"Aku terperangah mendengar penuturan Bu Tutik.

"Maksud Ibu apa ya? Saya tidak mengerti. "tanyaku memancing.

"Ibu itu lho, kok tega sama Bu Darmi. Bukankah Bu Darmi setiap bulan selalu tepat bayar airnya. Dan bukankah sudah meminta maaf kepada Ibu. Mengapa Ibu masih tega memutus airnya? Ingat Bu air itu gak dibawa mati."ucapnya dengan sinis.

"Oh. Bu Darmi ngomong begitu sama Ibu?"lalu, aku tersenyum dan berlalu pergi. Bu Tutik masih terdengar memanggilku namun tak ku hiraukan.

Begitu sampai rumah. Aku langsung berjalan kebelakang rumah dan Ku lepas pipa yang mengalirkan air kerumah Bu Darmi.

Setelah itu. Aku langsung kerumah Pak Rt dan menceritakan semuanya.

Kali ini Pak Rt setuju karena merasa tidak enak kepadaku, karena sudah memintaku memberikan kesempatan kedua untuk Bu Darmi.

Setelah pulang dari rumah Pak Rt. Aku langsung duduk dibelakang rumah, karena aku yakin Bu Darmi pasti akan datang menanyakan kenapa airnya tidak mengalir.

Sudah hampir satu jam tapi Bu Darmi belum juga ada tanda-tanda keluar rumah. Lalu aku putuskan untuk masuk kedalam rumah.

Waktu adzan magrib pun tiba. Aku menjalankan kewajiban tiga rakaat.

Ketika sedang sholat pintu belakangku digedor.

Dor.. Dor.. Dor... Dor.. Dor..

Aku yang baru selesei Sholat langsung berlari kepintu belakang.

Setelah pintu ku buka, ternyata Bu Darmi sudah berdiri dengan wajah penuh emosi.

"He!!! Bu Sara! Maksud Ibu itu apa! main putus aja saluran air."ucap Bu Darmi dengan nada tinggi.

"Lho. yang seharusnya tanya itu Saya! "jawabku tak kalah tinggi.

"Bukankah Pak Rt sudah menyuruh Ibu kasih saya kesempatan kedua? Kenapa Sekarang diputus."ucapnya lagi dengan sinis.

"Lho! Ibu lupa? jika Ibu berulah lagi. Maka Saya berhak memutus saluran airnya dan saya juga sudah lapor Pak Rt."Jawabku dengan tegas.

"Ibu ini jangan mengada-ada ya! Saya berulah APA!!!"Tanyanya dengan nada yang masih tinggi.

"Lha, coba Ibu ingat-ingat lagi, apa yang sudah Ibu omongkan kepada teman Ibu."jawabku sambil sedikit tersenyum mengejek.

Bu Darmi terlihat terkejut. kemudian berlalu pergi.

👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌

Dua hari kemudian tak lagi aku mendengar hal- hal buruk tentangku.

Sedikit tenang rasanya, jujur dalam hati aku merasa bersalah kepada Bu Darmi karena berkata kasar. Namun bagimana lagi, jika tidak dilawan aku akan diinjak terus oleh Bu Darmi.

Sore itu aku menyalakan sanyo untuk mengisi air, karena air dalam tandon habis. Setelah air terisi full sampai tumpah. Aku lalu mematikan sanyo.

Seperti biasa adzan subuh membangunkan Kami, untuk menjalankan kewajiban dua rakaat. Ketika hendak mengambil air untuk berwudhu, aku terkejut karena ternyata air sudah tidak mengalir, itu bertanda jika tandon kosong.

Aku heran. Karena tadi sore aku mengisinya sampai full dan tidak ada pemakaian air yang berlebihan, jadi mustahil jika airnya sudah habis.

"Mas kok air sudah habis ya?"ucapku kepada suamiku.

"Masak sich Dek?"jawab suamiku.

"Iya Mas."ucapku lagi.

"Mungkin ada pipa yang bocor Dek. Nanti kalau sudah pagi Mas priksa, sekarang nyalakan sanyonya biar Kita bisa berwudhu."ujar Suamiku.

Setelah matahari terbit. Mas Andi lalu memeriksa semua sambungan pipa, tapi nihil tidak ada satupun yang bocor. Aku jadi semakin penasaran. Bagaimana air bisa cepat habis tapi pipa tidak bocor.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status