Share

Cinta Segitiga

Part 4 

Verda menyentuh punggung tangan Kris. Hatinya terenyuh saat melihat begitu banyak selang di tubuh pria itu. Tanpa sadar dia mengusap kulit pucat pria periang tersebut dan bergumam, "Akang, cepetan bangun. Kasian sama Ibu." 

Sementara itu Henny, ibunya Kris dan Tris menutup mulutnya dengan tangan. Perempuan paruh baya yang duduk di sebelah Verda itu tak kuasa menahan rasa haru dalam hati. Beliau sama sekali tidak menyangka bila putranya ternyata dikelilingi banyak orang-orang yang baik. 

Selain Verda, teman-teman Kris di radio pun datang berkunjung silih berganti. Mereka tak henti-hentinya menguatkan Henny dan Tris, sekaligus mendoakan agar Kris bisa segera siuman dari koma. 

"Bu, kita keluar, yuk? Ada yang mau Verda omongin ke Ibu," ajak gadis berparas cantik itu seraya mengulaskan senyuman. 

Henny mengangguk menyetujui. Beliau berpegangan pada lengan Verda untuk berdiri, kemudian jalan bersama gadis itu ke ruang tunggu. Tidak ada yang menyadari bila jari telunjuk Kris bergerak beberapa kali. Kantung matanya pun bergerak cepat, sebelum akhirnya tenang kembali. 

"Ibu udah makan malam?" tanya Verda, sesaat setelah mereka tiba di lorong ruang tunggu ICU. 

"Belum, nunggu Tris datang," jawab Henny. 

"Verda juga belum makan, Ibu mau nemenin?" 

Henny menatap wajah gadis di sebelahnya sesaat, kemudian beliau mengangguk mengiakan ajakan Verda. "Eh, tapi kalau Tris datang gimana?" tanyanya saat mengingat sang putra bungsu. 

"Verda kirim pesan ke Aa' Tris bentar lagi. Ibu mau makan apa?" 

"Apa aja deh, Neng." 

"Soto ayam mau? Di kantin sini menu itu paling enak." 

"Boleh." 

Kedua perempuan beda usia itu meneruskan langkah menuju kantin di bagian samping kanan bangunan utama rumah sakit. Obrolan ringan mengiringi perjalanan mereka. Sesekali Henny terkekeh saat Verda bercerita bila Kris sering mengganggunya. 

Sementara itu di tempat parkir, Tris memarkirkan mobil miliknya tepat di bawah pohon besar yang dia tidak tahu namanya. Pria itu merapikan rambut sebelum turun dan tak lupa untuk mengunci pintu mobil. 

Tris jalan menuju kantin dengan langkah lebar. Bibirnya melengkung ke atas menciptakan sebuah senyuman manis, merasa tidak sabar untuk bertemu dengan Verda. 

Sejak pertemuan pertama mereka karena adegan tubrukan itu, Tris sudah menaruh hati pada gadis berkulit kuning langsat tersebut. Satu minggu ini mereka sudah sering bertemu, baik di rumah sakit ini maupun Tris yang berkunjung ke kediaman Verda. 

Hati Tris makin senang saat mengetahui ibunya juga menyukai Verda. Sudah tiga kali gadis itu mengunjungi sang kakak, dan sekaligus menemani sang ibu menunggui Kris sampai Tris tiba. 

Sesampainya di kantin, senyuman kembali merekah di wajah Tris, saat dia menemukan sosok gadis itu yang tengah mengobrol dengan ibunya di meja paling depan. 

"Assalamualaikum," sapa Tris. Tanpa canggung dia langsung mencium punggung tangan ibunya dengan takzim. Kemudian tangannya beralih mengusap puncak kepala Verda, tak peduli tindakannya itu membuat tubuh gadis tersebut menegang. 

Pria berlesung pipi dua itu menarik kursi dan duduk di sebelah ibunya. Tanpa malu-malu dia menarik gelas berisi es teh dan langsung menyeruputnya hingga habis tak bersisa. 

"Aa'!" sergah Henny. "Itu punya Neng Verda," lanjutnya sambil menepuk-nepuk pundak sang putra yang seketika terperangah. 

"Eh, bukan punya Ibu?" tanya Tris sembari menggaruk belakang kepala. Bibirnya menyunggingkan senyuman  yang membuat lesung pipinya tercetak dalam dan membuat Verda terpukau. 

"Bukan, makanya nanya dulu atuhlah. Kebiasaan." Henny kembali mengomeli sang putra yang meringis menahan malu. 

"Nggak apa-apa, Bu. Biar Verda pesan lagi. Ehm, Aa' mau sekalian pesan makanan?" tawar Verda sambil berdiri. 

"Boleh, aa' mau ... sop daging aja, nasinya satu, minumnya samain, plus senyum kamu satu," balas Tris sembari mengedipkan sebelah mata. 

Verda membeliakkan mata mendengar gurauan pria tersebut, sementara sang ibu menepuk dahi Tris yang terkekeh geli. 

***

Langit malam yang cerah menemani waktu bersantai Verda. Jemari lentiknya memetik gitar sambil sesekali melantunkan lagu cinta. Vika yang tengah duduk-duduk di sofa ruang tamu bersama sang suami, hanya bisa saling beradu pandang dengan Reno seraya mengulum senyum. 

"Sepertinya ada yang sedang jatuh cinta," ujar Reno dengan suara yang cukup keras. 

Seketika Verda menghentikan aktivitas dan menoleh ke belakang, "Rese!" omelnya. 

Tawa Reno membahana di ruangan yang mungil itu. Vika menepuk pundak sang suami sembari berujar, "Jangan kencang-kencang ketawanya, nanti Revi kebangun." 

"Atuh da lucu, biasanya nyanyi lagu rock atau slow, tiba-tiba lagu romantis," sahut Reno seusai tertawa. 

"Nggak apa-apalah. Daripada manyun!" sergah Verda. 

"Ehh, Dek, besok kamu libur kan?" tanya Vika mengalihkan pembicaraan. 

"Hu um, kenapa?" Verda berdiri dan beranjak mendekat. 

"Kakak mau ke salon, mau luluran sekalian dipijat. Badan udah nggak karuan," jelas Vika. "Mau nitip Revi. Mama kan baru nyampenya siang, pasti keburu capek. Mau dititipin cucunya tapi kakak nggak enak," lanjutnya. 

"Oke, tapi sorenya aku mau pergi." Verda mendudukkan diri di sebelah sang kakak. 

"Ke mana?" tanya Reno dan Vika bersamaan. 

"Ke tempat kejadian perkara kecelakaannya Kris. Ada yang mau kuteliti di sana," jawab Verda. 

"Sama Tris?" Vika memandangi wajah adiknya yang tiba-tiba merona. 

"Iya, bareng sama Nindy juga. Aa' Tris juga mau ngajak temannya yang kebetulan polisi, namanya Hendra, yang juga menangani kasus kecelakaan Kris." 

"Hati-hati, Ver. Kalau benar dugaan Kris tentang mobil kantornya yang disabotase, bisa jadi pelakunya juga orang-orang sekitar dunia Kris, serta punya uang." Reno menatap lekat ke adik iparnya yang mengangguk paham. 

"Feeling mas, sesuai penuturan Tris kemarin, ini motifnya kayak cinta segitiga," lanjut Reno. "Yang jadi pertanyaan adalah, perempuan yang bersama Kris saat kejadian kenapa tiba-tiba menghilang?" lanjutnya. 

"Itu dia, Mas. Pihak polisi juga masih sibuk mencari keberadaan Gita, perempuan yang bersama Kris. Pihak David, suaminya Gita juga masih sulit untuk diminta keterangan," jelas Verda. 

Ketiga orang tersebut tiba-tiba menghentikan pembicaraan saat suara rengekan Revi terdengar dari kamar. Sang bunda bergegas memasuki kamar untuk menenangkan bayinya. 

Reno menggeser tubuhnya mendekati adik ipar sembari berucap, "Jadi ... apa kamu dan Tris sudah resmi pacaran?" tanyanya dengan seringai jahil di wajah. 

"Apaan sih!" Verda sontak mencebik dan membuat Reno terkekeh. 

"Ganteng loh, Tris itu. Kalau mas ini cewek, bisa-bisa klepek-klepek ama dia." 

"Udah deh!" 

"Kenapa? Jangan bilang kalau kamu masih cinta ama Willy the Pooh!" 

"Ihh, nggaklah. Aku udah lama ngelupain cowok brengsek itu." Raut wajah Verda tampak sedikit geram bila mengingat sosok mantan kekasihnya itu. 

"Baguslah. Sebetulnya mas masih pengen menghajar dia sih. Belum puas cuma nabok beberapa kali." Keduanya saling melirik, kemudian tawa mereka pecah bersamaan. 

***

Verda berguling ke kanan dan kiri. Niatnya untuk tidur nyenyak ternyata cuma khayalan. Sejak masuk ke kamar dua jam yang lalu, perempuan berbibir tipis itu tak jua bisa memejamkan mata. 

Setelah lelah berguling, akhirnya Verda menyerah dan beranjak duduk dengan bertumpu pada siku. Kemudian dia meraih gelas berisi air putih di meja kecil samping tempat tidur dan meneguk isinya beberapa kali. 

Entah kenapa tiba-tiba dia teringat dengan Kris dan ingin menemuinya. Dering ponsel membuatnya terkejut dan refleks menyambar benda pipih yang tengah diisi daya. Matanya membulat saat melihat siapa yang telah memanggil. 

"Ya, A'," sapanya dengan suara lembut. 

"Assalamualaikum, Geulis," balas Tris dari seberang telepon. (geulis = cantik)

"Ehh, iya, waalaikumsalam." Verda mengulaskan senyuman tipis, tak menyadari bila Tris tidak bisa melihatnya saat ini. 

"Udah tidur?" 

"Belum, ini baru mau. Ada apa, A'?" 

"Sorry ganggu, aa' cuma mau ngabarin kalau Akang udah siuman." 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status